Mengenal MUHAMMAD SURUR

Bismillahirrohmanirrohim. o

mengenal-muhammad-surur

MENGENAL MUHAMMAD SURUR

 

?Berkata syaikh Ali Bin Husain Asy Syarofy Al Hudzaify حفظه الله :

▪️Ia adalah Muhammad bin Nayif bin Zainal Abidin bin Surur, seseorang yang berasal dari Suriah, dulunya ia seorang ikhwany Suriah yang masuk dalam kelompok Ikhwanul Muslimin, kemudian tatkala terjadi perpecahan di tubuh kelompok Ikhwanul Muslimin pada tahun 1969 maka ia condong ke sayap Isham Al Aththar.

▪️Ibnu Surur hidup beberapa waktu di Kuwait dan ia di sana memiliki percetakan kitab yang bernama “Darul Arqom”, kemudian ia pindah ke Al Qoshim (KSA) dan hidup di sana sehingga sekelompok da’i di sana terpengaruh dengannya, dan ia memiliki program di sana di bawah tameng “Yayasan Kebajikan” sehingga banyak da’i yang dididik melalui tangannya.

▪️Ibnu Surur pergi ke Birmingham -di Britania (Inggris)- dan disana ia mendirikan “Al Muntada Al Islamy” bersama Muhammad Al ‘Abdah kemudian menerbitkan majalah “As Sunnah” yang menebarkan permusuhannya yang jelas terhadap pemerintahan Kerajaan Saudi Arabia dan para ulama’nya serta mendukung gerakan-gerakan revolusi yang terjadi di Al Jazair dan selainnya.

▪️Muhammad Surur hidup di Britania (Inggris) hingga hari ini (yang kemudian meninggal di Qatar,pent). Ia memiliki kitab “Manhajul Anbiya’ Fid Da’wati Ilallah” dan selainnya.

▪️Dan Ibnu Surur menempuh jalan Quthbiyyah yakni ia berpemikiran takfiry dan condong kepada metode Sayyid Quthb dalam memandang masyarakat islam, dan ia memiliki kebencian terhadap para penguasa kaum muslimin, dan mentarbiyah para pemuda di atas metode ini, namun Quthbiyyun berbeda dengan Ikhwanul Muslimin dari sisi mereka menyerukan tarbiyah dalam keadaan mereka tidak memperhatikan tarbiyyah Ahlussunnah, namun memperhatikan tarbiyyah para pemuda yang mampu menggulingkan kekuasaan dan melakukan revolusi terhadap penguasa.
Kita tidak mendapati padanya perhatian terhadap aqidah yang benar dan tidak pula perhatian terhadap kitab-kitab aqidah.

▪️Ibnu Surur memandang kitab-kitab Aqidah tidak sesuai dengan masa kita, ia mengatakan :

(Dan uslub kitab-kitab aqidah mengandung kekakuan dikarenakan berupa nash-nash dan hukum-hukum, oleh karena inilah kebanyakan para pemuda berpaling darinya dan merasa cukup darinya).

▪️ Kalimat ini diucapkan Ibnu Surur pertama kali pada salah satu kunjungannya ke guru kami syaikh Muqbil di Dammaj dan itu pada tahun 1404 H, ia mengucapkannya pada muhadhoroh yang ia sampaikan setelah pelajaran guru kami syaikh Muqbil.

▪️Setelah Ibnu Surur menyampaikan muhadhorohnya maka syaikh Muqbil mengijinkan guru kami syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al Wushoby untuk berbicara setelahnya, maka syaikh Muhammad mengkritik ucapan Ibnu Surur tersebut, dan kesimpulan kritikan beliau adalah bahwa semisal ucapan tersebut tidak sepantasnya diucapkan, dikarenakan seorang penuntut ilmu sepantasnya untuk beradab terhadap kitab-kitab salaf dikarenakan padanya terdapat kebaikan yang banyak, demikian yang diucapkan syaikh Muhammad sebagaimana yang beliau sampaikan kepada kami.

▪️Dan aku bertanya kepada guru kami syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al Wushoby tentang tanggapan Ibnu Surur, maka beliau menjawab :

(Wajahnya berubah dan kita memasuki rumah syaikh untuk makan malam dalam keadaan raut mukanya berubah).

▪️Setelah empat tahun berlalu yaitu pada tahun 1408 H maka Ibnu Surur menampilkan semisal ucapan tersebut dalam kitabnya “Manhajul Anbiya’ Fid Da’wati Ilallah” dimana ia mengatakan di awal-awal kitabnya tersebut :

(Aku memperhatikan kitab-kitab aqidah maka aku melihat bahwa kitab-kitab tersebut ditulis di selain masa kita, dan kitab-kitab tersebut menjadi solusi bagi permasalahan-permasalahan di masa ditulisnya kitab-kitab tersebut meskipun kitab-kitab tersebut penting dan meskipun terkadang permasalahan yang terjadi di masa itu mirip dengan permasalahan yang terjadi di masa ini, dan masa kita ini memiliki permasalahan-permasalahan yang membutuhkan solusi yang baru dan dari sinilah maka uslub kitab-kitab aqidah mengandung banyak kekakuan dikarenakan berupa nash-nash dan hukum-hukum, oleh karena inilah kebanyakan para pemuda berpaling darinya dan merasa cukup darinya).

▪️Dan setelah lima tahun berlalu yaitu pada tahun 1413 H maka Samahatusy Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz ditanya tentang ucapan ini dalam muhadhoroh beliau yang bertajuk “Afatul Lisan” yang beliau sampaikan di kota Thoif pada tanggal 29 Dzulhijjah 1413 H, beliau mengatakan tentangnya :

(ini kesalahan yang besar..yang benar kitab-kitab aqidah tidaklah kaku, di dalamnya mengandung kalamullah dan ucapan Rosul-Nya, maka apabila ia menyifati Al Quran dan Sunnah dengan kekakuan maka ini merupakan tindakan kemurtadan dari islam, ini ucapan yang berpenyakit lagi jelek).

▪️Beliau juga ditanya tentang hukum memperjualbelikan kitab tersebut maka beliau menjawab :

(Tidak boleh diperjualbelikan dan wajib dirobek).

▪️Dan Ibnu Surur membawahi beberapa orang yang jauh lebih berilmu darinya, diantara mereka ada yang belajar kepada para masyaikh di masjid-masjid dan markaz-markaz, dan diantara mereka ada yang belajar di Jami’ah, namun yang disayangkan Ibnu Surur memimpin mereka, memerintahkan dan melarang mereka serta mengarahkan mereka, sungguh benar sabda Nabi صلى اللّٰه عليه وسلم sebagaimana dalam Shohihain dari Abdullah bin Amr :

(( اتخذ الناس رؤوسا جهالا )).

“Manusia menjadikan pemimpin-pemimpin yang jahil”.

▪️Dan Sururiyyah merupakan sebuah pemikiran, sebuah manhaj dan sebuah jaringan, dan Muhammad bin Surur mengaku di hadapan guru kami syaikh Muqbil bahwa ia memiliki kelompok yang ia pimpin, kemudian Muhammad Surur mengaku dengan pengakuan yang sama di “Fadhoiyyatul Hiwar” pada tanggal 16/3/1424 H bertepatan pada tanggal 24/3/2008 dan ia menambahkan bahwa jaringan Sururiyyah ini bermulai di Saudi.

▪️Barangsiapa yang mengetahui berita tentang mereka maka akan mengetahui dengan jelas hal ini, sungguh Abul Hasan Al Ma’riby menyampaikan kepadaku pada tahun 1413 H bahwa Abdul Majid bin Mahmud Al Hatary Ar Rimy Al Yamany berkata kepadanya :

(Kita menerima beberapa bimbingan dan arahan dari Ibnu Surur agar kita mendukung ikhwan kita dari kalangan Ikhwanul Muslimin di kancah pemilu di Yaman, namun kita tidak menyanggupinya).

▪️Dan Sururiyyah teranggap kepanjangan dari Ikhwanul Muslimin, walaupun mereka berbaju dengan baju Salafiyyah maka mereka jauh dari Salafiyyah, barangsiapa yang memperhatikan ucapan Ibnu Surur di atas dalam kitabnya “Manhajul Anbiya’ Fid Da’wati Ilallah” maka ia akan mengetahui bahwa mereka (Sururiyyah) tidaklah melihat kepada sumber-sumber dakwah Salafiyyah melainkan dengan pandangan peremehan, bahkan mereka bersaksi atas diri-diri mereka bahwa mereka jauh dari sumber-sumber dakwah Salafiyyah tersebut.

▪️Dan prinsip-prinsip mereka sama dengan prinsip-prinsip yang dimiliki oleh Ikhwanul Muslimin yaitu :

✅Prinsip pertama : Bersaing dengan para penguasa dan melawan mereka untuk mendapatkan kekuasaan dan berusaha untuk menyingkirkan mereka dalam rangka merubah keadaan dan menegakkan negara islam sebagaimana yang mereka inginkan.

✅Prinsip kedua : Butuhnya mengumpulkan sebanyak-banyaknya massa yang memungkinkan untuk mendapatkan hal di atas (kekuasaan) dengan menutup mata dari kesalahan-kesalahan orang lain sebagai pengamalan terhadap kaedah (Hasan) Al Banna : “Kita saling tolong menolong pada apa yang kita sepakati dan sebagian kita saling memberi udzur kepada sebagian yang lain pada apa yang kita perselisihkan”.

✅Prinsip ketiga : Tidak menoleh kepada khilaf (penyelisihan) apapun walaupun berbahaya dalam timbangan syariat dengan alasan tidak sepantasnya menyibukkan diri dengannya pada waktu sekarang.

▪️Selesai.

?Sumber artikel : http://www.sahab.net/forums/?showtopic=137234

▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️✍
telegram.me/dinulqoyyim

Baca artikel terkait (Jejak-jejak Sururiyyah di Indonesia):

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *