Orang Awam Lebih Mudah Tersesat Wahai Ustadz! (Bag. 2)

Bismillahirrohmanirrohim. o

Orang Awam Lebih Mudah Tersesat Wahai Ustadz!

Bagian. 2

(Menjawab Kaidah Terbalik: “Orang Awam Boleh Menikmati Rodja, Adapun Penuntut Ilmu Maka Tidak Boleh)

kaidah terbalik

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومَنْ سار على نهجه إلى يوم الدين؛ أما بعد:

Dalam rangka agar perkara ini semakin jelas bagi ikhwah pembaca, saya ingin menyebutkan dalil-dalil dan atsar-atsar serta berbagai nukilan yang menunjukkan bathilnya kaedah “Tidak menyibukkan orang-orang awam dengan masalah-masalah jarh wat ta’dil” atau “Tidak membicarakan masalah tahdzir dari si fulan dan fulan serta menjelaskan manhaj mereka di majelis orang-orang awam”

 

DALIL-DALIL DARI AL-QUR’AN:

 Allah berfirman:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Ali Imran: 110)

Juga firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلعَنُهُمُ اللهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat pula oleh semua mahluk yang bisa melaknat.” (QS. Al-Baqarah: 159)

Juga firman-Nya:

وإذَ أَخَذَ اللهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاء ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْاْ بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ

“Dan ingatlah ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab: “Hendaklah kalian menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan jangan kalian menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan menukarnya dengan harga yang rendah, maka alangkah buruknya apa yang mereka tukar itu.” (QS. Ali Imran: 187)

Juga firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

“Dan Kami tidak mengutusmu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Saba’: 28)

Juga firman-Nya:

هذَا بَيَانٌ لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِينَ

“Al-Qur’an ini adalah penjelasan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta nasehat bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 138)

Juga firman-Nya:

هَذَا بَلاَغٌ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِ

“Al-Qur’an ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia dan supaya mereka diberi peringatan dengannya.” (QS. Ibrahim: 52)

Juga firman-Nya:

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ

“Dan Kami turunkan Al-Qur’an kepadamu agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (QS. An-Nahl: 44)

Juga firman-Nya:

إِنَّا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ فَمَنِ اهْتَدَى فَلِنَفْسِهِ، وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنتَ عَلَيْهِم بِوَكِيلٍ

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an kepadamu untuk manusia dengan membawa kebenaran, maka siapa yang mendapat petunjuk berarti untuk kebaikan dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka dia hanyalah merugikan dirinya sendiri, dan engkau sekali-kali tidak bertanggung jawab atas perbuatan mereka.” (QS. Az-Zumar: 41)

Ayat-ayat yang lain masih banyak. Jadi ayat-ayat ini menunjukkan bahwa hikmah diturunkannya Al-Qur’an, diutusnya para rasul, mendakwahkan agama Allah, amar ma’ruf nahi munkar, penjelasan dan menyempurnakan penjelasan adalah untuk membimbing manusia dan memperbaiki keadaan mereka.

Kata “manusia” di dalam ayat-ayat ini konteksnya umum dengan huruf alif lam yang maknanya mencakup semua tanpa perkecualian.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam Tafsir-nya: “Firman Allah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِّلنَّاسِ

“Dan Kami tidak mengutusmu melainkan kepada umat manusia seluruhnya.” (QS. Saba’: 28)

Maknanya adalah kepada semua makhluk yang dibebani syariat, seperti firman-Nya:

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

“Katakanlah, ‘Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.” (QS. Al-A’raf: 158)

Juga seperti firman-Nya:

تَبَارَكَ الَّذِي نزلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرً

“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. Al-Furqan: 1)

-selesai perkataan Ibnu Katsir-

Jadi dakwah dan penjelasan ini tidak dikhususkan bagi suatu kaum tanpa kaum yang lain, bahkan sesungguhnya orang-orang awam masuk padanya pertama kali, karena sesungguhnya mereka banyak yang tertipu dengan para tokoh agama Yahudi dan Nashara serta ulama-ulama jahat dan syubhat-syubhat yang mereka tebarkan. Sehingga semangat untuk membimbing dan mengarahkan mereka, menjelaskan kebenaran kepada mereka serta memperingatkan dari kebathilan merupakan kewajiban para ulama, para dai serta orang-orang yang melakukan usaha perbaikan.

Memang, sebagian masalah yang detail dan rumit terkadang tidak bisa dipahami oleh sebagian orang awam sehingga tidak mungkin untuk menyampaikannya kepada mereka kecuali dengan cara yang sifatnya global, agar hal itu tidak menjadi fitnah bagi mereka yang bisa menyebabkan pendustaan terhadap kebenaran dan memusuhi orang-orang yang membawanya, atau khawatir akan disalahpahami. Oleh karena inilah Al-Imam Al-Bukhary rahimahullah di dalam Shahih-nya beliau membuat bab “Orang yang mengkhususkan ilmu kepada sebuah kaum tanpa kaum yang lain karena khawatir mereka tidak memahami” dan beliau menyebutkan atsar dari Ali radhiyallahu ‘anhu yang berkata:

حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ، أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللهُ وَرَسُولُهُ

“Sampaikanlah kepada manusia hal-hal yang bisa mereka mengerti, apakah kalian suka Allah dan Rasul-Nya didustakan.”

Lalu hadits Muadz radhiyallahu ‘anhu yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam:

أَفَلَا أُخْبِرُ بِهِ النَّاسَ فَيَسْتَبْشِرُوا

“Bolehkah saya memberitahukannya kepada manusia agar mereka bergembira?!”

Rasulullah shallallahu alaihi was sallam menjawab:

إِذًا يَتَّكِلُوا

“Jika engkau lakukan maka mereka nanti akan bergantung kepadanya.”

Tetapi memperingatkan dari fulan yang mubtadi’ yang menyebabkan sebagian orang-orang awam atau yang baru belajar terpengaruh dengan manhaj dan dakwahnya, bukan termasuk yang terlarang di sini. Terlebih lagi mengajak bicara orang-orang awam dengan masalah-masalah yang jelas bagi mereka akan mendorong mereka untuk mencelanya dan mereka bisa mengetahui pengaruh-pengaruhnya yang buruk. Seperti masalah organisasi hizbiyyah, usaha politis, demonstrasi dan melawan pemerintah, pengkafiran dan pengeboman, seruan penyatuan agama, mendekatkan kelompok-kelompok sesat, mencela para nabi, para shahabat, para iman yang masyhur serta para ulama besar, memuji tokoh-tokoh sesat dan para penyeru kebathilan serta para dai yang membawa fitnah dan keburukan, dan lain sebagainya.

Banyak orang-orang awam yang bisa memahami ucapan para mubtadi’ di dalam ceramah-ceramah dan khutbah-khutbah mereka dan terpengaruh dengannya, bahkan terkadang mereka ikut menyebarkannya dan menjadikannya sebagai dalil pada majelis-majelis mereka. Jadi berbicara kepada mereka dengan tema tahdzir atau peringatan dari semua hal-hal di atas termasuk berbicara kepada mereka dengan hal-hal yang bisa dimengerti dan dipahami oleh akal-akal mereka. JADI MEREKA ITU BUKAN SEPERTI BINATANG YANG TIDAK BERAKAL DAN TIDAK BISA MEMAHAMI. Bahkan mereka memiliki akal, penglihatan dan pendengaran yang bisa mereka gunakan untuk menimbang dan menilai sebuah masalah. Adapun sebagian orang awam yang tidak bisa memahami ucapan para mubtadi’ sama sekali dan tidak mengerti masalah-masalah yang mereka bicarakan, maka orang-orang seperti mereka ini tidak dikhawatirkan akan terpengaruh oleh kejahatan para mubtadi’ itu. Hanya saja jumlah mereka ini sedikit dibandingkan kebanyakan orang-orang awam yang memiliki akal dan bisa mengerti pembicaraan dan memahami masalah-masalah yang jelas yang baru saja diisyaratkan.

Jadi tidak bisa seorang pun untuk mencari-cari alasan untuk menyalahkan kita dengan menyebutkan semacam orang-orang yang sedikit itu untuk menguatkan prinsipnya yang rusak yaitu “Tidak menyibukkan orang-orang awam dengan masalah-masalah yang berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyelisihi dalil dan mentahdzir para mubtadi’ dengan langsung menyebutkan nama-nama dan manhaj mereka.”

 

hadits-HADITS NABI:

Al-Bukhary dan Muslim meriwayatkan di dalam Shahih keduanya dari Tamim Ad-Dary bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ

“Agama adalah nasehat.”

Para shahabat bertanya, “Untuk siapakah wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab:

لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan mereka seluruhnya.”

Juga yang diriwayatkan oleh keduanya dari Jarir bin Abdillah dia berkata:

بَايَعْتُ رَسُولَ اللهِ r عَلَى إِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ.

“Saya berbaiat kepada Rasulullah untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat dan menasehati setiap muslim.”

Dua hadits ini merupakan nash yang tegas menjelaskan bahwa sesungguhnya orang-orang awam masuk dalam lingkup nasehat, dan telah diketahui bahwa tahdzir terhadap para mubtadi’ dengan menyebutkan nama-nama mereka serta menjelaskan berbagai penyimpangan manhaj mereka serta membantah mereka termasuk nasehat yang sesuai dengan syariat.

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Baghdady rahimahullah berkata di dalam Al-Farqu baina An-Nashihah wat Ta’yir (Perbedaan Antara Nasehat dan Celaan), “Ketika itu maka membantah ucapan-ucapan yang lemah (salah) dan menjelaskan kebenaran yang menyelisihi ucapan-ucapan tersebut dengan dalil-dalil dari syariat ini bukan termasuk yang dibenci oleh para ulama itu, bahkan termasuk perkara yang mereka cintai dan mereka puji orang yang melakukannya dan mereka sanjung. Jadi hal itu bukan termasuk ghibah sama sekali. Seandainya seseorang tidak suka dinampakkannya kesalahan dia yang menyelisihi kebenaran maka ketidaksukaannya itu tidak dianggap, karena sesungguhnya benci terhadap nampaknya kebenaran yang menyelisihi pendapat orang tersebut bukan termasuk sifat yang terpuji. Dan hal ini termasuk nasehat untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, agama-Nya serta para pemimpin kaum muslimin dan mereka seluruhnya, dan itu adalah agama sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu alaihi was sallam.”

Setelah itu beliau berkata, “Dan ini semua berlaku bagi para ulama yang dijadikan teladan dalam agama, adapun ahlul bid’ah yang sesat serta orang-orang yang menyerupai ulama padahal bukan termasuk mereka, maka boleh menjelaskan kebodohan mereka dan menampakkan aib mereka dalam rangka mentahdzir agar ummat waspada jangan sampai mengikuti mereka.”

 

PERKATAAN PARA ULAMA:

  1. Al-Imam Muslim rahimahullah berkata di dalam muqaddimah Shahih-nya, “Bab Menyingkap Aib Para Perawi Hadits dan Penyampai Berita serta Perkataan Para Ulama Tentang Hal Tersebut” Muhammad berkata: Saya mendengar Ali bin Syaqiq berkata: Saya mendengar Abdullah bin Al-Mubarak berkata di hadapan manusia banyak, “Tinggalkan hadits Amr bin Tsabit, karena sesungguhnya dia suka mencela para salaf.” Jadi ini Ibnul Mubarak rahimahullah mentahdzir Amr bin Tsabit DI MAJELIS UMUM, maka mana orang yang mengklaim bahwa hal ini tidak disyariatkan?!
  2. Al-Imam Ibnu Baththah rahimahullah berkata di dalam Al-Ibanah Al-Kubro 6/137-138, “Hanyalah saya menyebutkan pendapat-pendapat dari madzhab ini dengan tujuan agar para ikhwah kita mengetahui hakekat madzhab Jahmiyah yang buruk yang diteriakkan dari berbagai macam kesesatan dan kesyrikan serta pendapat-pendapat yang jelek, AGAR ORANG YANG BARU BELAJAR YANG BELUM MEMILIKI ILMU MENJAUHI MEJELIS-MAJELIS MEREKA, TIDAK BERGAUL DENGAN MEREKA, TIDAK AKRAB DENGAN MEREKA SERTA TIDAK MENDENGARKAN SEDIKITPUN PENDAPAT DAN UCAPAN MEREKA.”

Beliau juga menutup kitab beliau Al-Ibanah As-Sughro hal. 326 dengan mengatakan, “Termasuk As-Sunnah dan kesempurnaan iman adalah berlepas diri dari semua nama yang menyelisihi As-Sunnah dan keluar dari ijma’ ummat, meninggalkan orang-orangnya dan menjauhi siapa saja yang meyakininya serta mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan cara menyelisihinya. Dan hal itu seperti ucapan mereka: ‘Rafidhah, Syi’ah, Jahmiyah, Murji’ah, Haruriyah, Mu’tazilah, Zaidiyah, Imamiyah, Mughiriyah, Ibadhiyah, Kaisaniyah, Shufriyah, Syurah, Qadariyah, Mannaniyah, Azariqah, Hululiyyah, Manshuriyah, Waqifah dan siapa saja yang menolak sifat-sifat Allah dan tidak meyakini wajah Allah bisa dilihat di akherat nanti, serta setiap ucapan mubtadi’, pendapat yang diada-adakan serta hawa nafsu yang diikuti. Jadi semua ini dan yang semacamnya serta yang merupakan cabangnya atau hampir sama, adalah ucapan-ucapan yang buruk dan madzhab yang jelek yang bisa sampai mengeluarkan orang-orangnya dari agama ini serta siapa saja yang meyakininya bisa menjadi bukan termasuk bagian dari kaum muslimin.

Uacapan-ucapan dan madzhab-madzhab ini memiliki tokoh-tokoh dari orang-orang sesat dan para pendahulu dalam kekafiran dan ucapan yang buruk. Mereka suka mengatakan atas nama Allah dengan hal-hal yang tidak mereka ketahui, suka mencela orang-orang yang di atas kebenaran, suka menuduh orang-orang yang terpercaya dengan tuduhan-tuduhan buruk tetapi mereka tidak menuduh buruk pendapat-pendapat mereka yang rusak ketika menta’wil ayat-ayat Allah. Mereka telah menancapkan panji-panji kebid’ahan, mendirikan pasar-pasar fitnah, membuka pintu bencana, suka mengada-ada atas nama Allah di dalam kitab-Nya dengan kedustaan dan permusuhan, mereka adalah saudara-saudara syetan dan musuh-musuh orang-orang yang beriman, sarang para perusak dan tempat berlindung para pendengki.

Mereka juga terdiri dari berbagai bangsa, suku, model dan kelompok. Saya akan sebutkan sebagian nama-nama dan sifat-sifat mereka, karena memiliki kitab-kitab yang telah tersebar serta ucapan-ucapan yang telah nampak yang tidak diketahui oleh orang yang tertipu oleh mereka dan juga anak muda yang baru belajar, kesesatan-kesesatan mereka tidak diketahui oleh kebanyakan orang yang membacanya.

Jadi mungkin saja seorang anak muda mendapati kitab yang berasal dari salah seorang yang meyakini ucapan-ucapan sesat tersebut dalam keadaan kitab tersebut dimulai dengan pujian dan sanjungan kepada Allah serta shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi was sallam, lalu setelah itu disusupkan kekafirannya yang tersamar serta kedustaan dan kejahatannya yang tersembunyi, sehingga anak muda yang tidak memiliki ilmu, orang ajam, serta orang yang belum memiliki pengalaman akan menyangka bahwa yang menulis kitab tersebut adalah salah seorang ulama atau seorang ahli fikih, padahal bisa jadi ternyata penulis tersebut memiliki keyakinan terhadap ummat ini seperti yang diyakini oleh para penyembah berhala serta orang-orang yang memerangi Allah dan membela syetan.

Termasuk dari tokoh-tokoh pendahulu mereka dalam kesesatan adalah Jahm bin Shafwan yang sesat itu. Ketika di Syam dia pernah ditanya, “Ke mana engkau akan pergi?” Dia menjawab, “Aku sedang mencari tuhan yang aku sembah.” Lalu beberapa kelompok yang sesat ada yang mengikuti ucapannya. Ibnu Syaudzab berkata, “Jahm pernah meninggalkan shalat selama 40 hari karena ragu.” Diantara para pengikutnya adalah Bisyr Al-Marisy, Mirdar, Abu Bakr Al-Asham, Isma’il bin Ibarahim bin Ulayyah, Ibnu Abi Du-ad, Burghuts, Robaluwaih, Al-Armany, Ja’far Al-Hadzdza’, Syu’aib Al-Hajjam, Hasan Al-Aththar, Sahl Al-Harar, Abu Luqman Al-Kafir dan orang-orang sesat yang lainnya. Semua ulama mengatakan tentang orang-orang yang kami sebutkan ini bahwa mereka adalah dedengkot kekafiran dan pentolan kesesatan.

Diantara tokoh-tokoh mereka yang mengingkari takdir adalah Ma’bad Al-Juhany, Ghailan Al-Qadary, Tsumamah bin Asyras, Amr bin Ubaid, Abu Hudzail Al-Allaf, Ibrahim An-Nazhzhamy dan Bisyr bin Al-Mu’tamir. Tokoh-tokoh sesat dan kafir selain mereka masih banyak, seperti Al-Hasan bin Abdul Wahhan Al-Juba’iy dan Abul Anbas Ash-Shaimary.

Sedangkan dari kalangan Rafidhah adalah Al-Mughirah bin Sa’id, Abdullah bin Saba’, Hisyam Al-Futhy, Abul Karus, Fudhail Ar-Raqasyi, Abu Malik Al-Hadhramy dan Shalih Qubbah. Bahkan jumlah mereka terlalu banyak untuk dicatat dalam sebuah kitab atau untuk disebutkan, saya menyebutkan secuil dari tokoh-tokoh mereka agar anak muda dan orang yang tidak memiliki ilmu menjauhi nama-nama mereka dan tidak duduk-duduk bersama siapa saja yang suka mengambil ucapan mereka dan memperhatikan kitab-kitab mereka. Dan diantara mereka yang jahat itu dan yang nampak dari ucapannya menunjukkan pembelaan terhadap As-Sunnah dan menolongnya, padahal ucapannya termasuk ucapan yang paling buruk, yaitu Ibnu Kullab, Husain An-Najjar dan Abu Bakr Al-Asham.”

Perkataan dari sang imam ini sangat jelas menunjukkan bahwa termasuk As-Sunnah dan kesempurnaan iman adalah dengan mentahdzir tokoh-tokoh mubtadi’ah agar anak-anak muda, orang-orang yang baru belajar serta orang-orang awam yang tidak memiliki ilmu dan tidak bisa membedakan mana yang buruk dan mana yang baik selamat dari kejahatan mereka.

Dan makna ditegaskan oleh Al-Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhaly hafizhahullah ketika mensyarah perkataan Ibnu Baththah ini –terekam– dengan mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ

“Agama adalah nasehat.”

Para shahabat bertanya, “Untuk siapakah wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab:

لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan mereka seluruhnya.”

Dan jika ada seorang awam bertanya kepadamu tentang si fulan, jika engkau mengetahui siapa dia maka wajib atasmu untuk menjawabnya. Dan jika engkau tidak mengetahui maka alihkan kepada orang lain, inilah yang wajib untuk dilakukan sekarang ini. Penulis (Ibnu Baththah) beliau hidup di masa belakangan jika dibandingkan dengan orang-orang yang beliau bicarakan dan beliau peringatkan manusia agar menjauhi mereka dalam rangka menunaikan kewajiban agama. Maka ini menunjukkan kepadamu bahwa banyak manusia di hari ini menyelishi apa yang telah ditempuh oleh para salaf yang saleh. Seorang penyair ada yang berkata:

أَولَئِكَ آبَائِي فَجِئنِي بِمِثْلِهمْ … إِذَا جَمَعتنا يَا جَريرُ المجَامع

Mereka adalah ayah-ayahku, maka datangkanlah orang-orang yang semisal dengan mereka

Jika memang engkau wahai Jarir ingin membandingkan dengan yang lain

Kita siap untuk mendatangkan kepada mereka 1000 imam yang sikapnya seperti beliau. Dan mereka hendaklah mendatangkan satu imam saja yang mereka akan mengatakan kepada kita, “Ini dia sikapnya.” Maksudnya yaitu salah seorang imam As-Sunnah yang benar-benar diakui yang sifatnya seperti yang Allah firmankan:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan diantara mereka para imam (pemimpin) yang memberi petunjuk dengan apa yang kami perintahkan tatkala mereka bersabar dan meyakini ayat-ayat kami.” (QS. As-Sajdah: 24)

Mereka tidak akan mendapatkan satu imam pun, mereka tidak akan mendapatkan pendahulu selain seperti orang yang pernah berkata kepada Al-Imam Ahmad, “Wahai Ahmad, rasanya berat dan sulit bagiku untuk mengatakan bahwa si fulan demikian dan demikian.” Orang seperti inilah pendahulu mereka. Maka Al-Imam Ahmad mengingkarinya dengan mengatakan, ”Jika engkau diam dan saya juga diam, kapan manusia akan mengetahui?”

Jadi ini adalah nasehat dan ahli hadits adalah manusia yang terdepan di dalam melakukannya. Tidak ada yang melakukannya kecuali ahli hadits. Dengan merekalah Allah menolong dan menjaga agama ini. Sedangkan siapa saja yang hari ini ingin menyimpang dari jalan mereka maka –demi Allah– Allah benar-benar akan merasakan akibat buruk dari apa yang dia lakukan dan Allah akan benar-benar menghinakannya dengan sehina-hinanya.

Jadi siapa saja yang membela As-Sunnah dan orang-orang yang berpegang teguh dengannya, maka Allah akan menolongnya. Sebaliknya siapa saja yang menyelisihinya dan menghinakannya dan menghinakan orang-orang yang berpegang teguh dengannya, maka Allah akan menghinakannya. Siapa yang meninggikannya maka Allah akan membuat namanya harum, dan siapa yang ingin menghinakan orang-orang yang berpegang teguh dengannya, maka Allah akan menghinakannya dan mencemarkan namanya. Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan apa yang dikatakan oleh para salaf rahimahumullah itu. Setiap kebaikan adalah dengan mengikuti salaf dan setiap keburukan adalah mengikuti apa yang diada-adakan oleh orang-orang belakangan. Maka peganglah As-Sunnah dengan kuat dan jangan pedulikan siapapun.

Tidaklah para pemuda dan banyak dari awam pada hari menyimpang kecuali disebabkan tidak adanya upaya nasehat, (misalnya dengan mengatakan), “Ini mubtadi’, dia terima atau tidak, ini Shufi, ini Rafidhah, ini Khawarij –maksudnya termasuk kelompok-kelompok ini–, ini Ikhwani, ini Sururi, Hizbut Tahrir” siapa pun dia, yang marah silahkan marah dan yang ridha silahkan ridha.

أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ

“Apakah kalian takut kepada mereka, padahal Allah lebih berhak untuk kalian takut kepada-Nya.” (QS. At-Taubah: 13)

Maka ini sekarang perhatikanlah beliau mengatakan, “Termasuk tokoh-tokoh mereka terdahulu…” tidak ada yang menghalangi beliau untuk mentahdzir orang-orang yang telah mati, karena bisa jadi di hadapan orang yang semasa dengan beliau ada kitab yang berasal dari orang-orang sesat itu sehingga manusia tersesat karenanya, makanya beliau menyebutkan nama-nama tokoh-tokoh sesat itu sehingga ketika ada orang yang datang membawa kitab yang berasal dari mereka manusia langsung menjauhinya, Ibnu Baththah rahimahullah telah memperingatkan kita dari kejahatan mereka, na’am.”

Kemudian beliau berkata, “Ini adalah yang telah kita sebutkan kepada mereka ketika pertama kali menyebutkan nama-nama tersebut, hanyalah beliau menyebutkan nama-nama mereka dalam rangka mendapatkan buah ini, beliau berkata: ‘Saya sebutkan sebagian tokoh-tokoh mereka.” Beliau menyebutkan para pentolan, karena jumlah para pengikut susah dihitung. Kenapa beliau menyebutkan tokoh-tokoh sesat? Karena hikmah yang besar ini yaitu agar pemuda yang baru belajar dan siapa saja yang tidak memiliki ilmu menjauhi mereka dan tidak menyebut-nyebut mereka serta menjauhi siapa saja yang suka mengambil ucapan mereka. Jika dia mendengar ada orang yang suka mengambil ucapan orang-orang yang disebutkan namanya ini maka dia langsung mengetahui bahwa dia adalah orang yang sesat karena dia sendiri tidak suka mengambil ucapan mereka. Mengambil ucapan seseorang menunjukkan keridhaan kepada orang yang diambil ucapannya. Jadi tidak akan mengambil ucapan mereka dan memperhatikan kitab-kitab mereka kecuali orang yang sesat. Jadi hanyalah beliau menyebutkan nama-nama ini dengan tujuan agar anak muda yang baru belajar menjauhi dan waspada terhadap orang-orang yang namanya disebutkan ini. Demikian juga agar orang yang tidak mengetahui keadaan mereka jika dia mendengar nama-nama mereka maka dia segera menjauhi mereka, berhati-hati dari mereka serta waspada dari orang yang suka mengambil perkataan mereka dan suka memperhatikan kitab-kitab mereka. Jadi inilah faedah dari menyebutkan nama-nama mereka. Agama Allah Tabaraka wa Ta’ala dijaga dengan cara seperti ini, yaitu dengan menyebutkan tokoh-tokoh sesat dan para mubtadi’ serta para dai yang menyerukan kesesatan, juga dengan cara mentahdzir mereka dan memperingatkan agar jangan duduk bersama mereka dan menjauhi siapa saja yang suka mengambil perkataan mereka dan memperhatikan kitab-kitab mereka, karena orang semacam ini hakekatnya dia semodel dengan mereka. Kita berlindung kepada Allah dari semua itu. Menjauh dari siapa? Dari siapa saja yang suka mengambil perkataan mereka dan memperhatikan kitab-kitab mereka.

Mungkin hari ini ada yang mengatakan kepadamu, “Kitab-kitab ini padanya ada kebaikan, ambillah yang baik dan tinggalkan yang buruk!” Padahal penulisnya termasuk tokoh kesesatan. Apakah ini merupakan jalan yang ditempuh oleh salaf?! Tidak –demi Allah– ini bukan jalan salaf selama-lamanya. Jalan salaf adalah dengan cara mentahdzir semua kitab orang-orang sesat dan tidak duduk dengan orang-orang sesat. Bahkan tidak duduk bersama siapa saja yang suka mengambil perkataan mereka lebih ditekankan dibandingkan duduk bersama para tokoh yang sesat itu sendiri. Atau orang yang suka mendoakan kebaikan bagi tokoh-tokoh sesat itu dan loyal kepada mereka. Siapa saja yang suka mengambil perkataan mereka maka tidak sepantasnya untuk duduk bersamanya. Kita memohon keselamatan kepada Allah.

Namun pada hari ini yang terjadi justru menyelisihi semua ini. Inilah ilmu menurut mereka. Dan ahlinya adalah para ulama yang jujur, ahli tahqiq dan cerdas akalnya. Adapun jika engkau memperingatkan manusia dari kebatilan dan orang-orangnya serta dari semua sebab-sebab kesesatan maka engkau –menurut mereka– akan dianggap termasuk orang-orang yang ekstrim dan mudah emosi, engkau tidak mengerti sikap hikmah dalam dakwah.

Jadi hikmah menurut mereka adalah dengan menelantarkan manusia, menipu mereka dan tidak menyampaikan nasehat kepada mereka.

Sekarang pertanyaannya siapakah yang menanyakan perkataan ini kepada Ibnu Baththah?! Beliau mengatakan ini tanpa diminta atau ditanya. Beliau rahimahullah menulisnya dalam rangka melakukan kewajiban menyampaikan nasehat. LALU BAGAIMANA DENGAN ORANG YANG DITANYA KEMUDIAN DIA MENYEMBUNYIKAN?! ORANG SEPERTI INI LEBIH BESAR FITNAHNYA. Kita berlindung kepada Allah darinya.”

BERSAMBUNG INSYA ALLAH

Ditulis oleh:

Abu Mu’adz Ra-id Alu Thahir

21 Syawal 1433 H bertepatan dengan 9 September 2012

Sumber:

http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=132056

 

Baca artikel terkait:

 

2 thoughts on “Orang Awam Lebih Mudah Tersesat Wahai Ustadz! (Bag. 2)

  1. BISMILLAAHIRROHMAANIRROHIYM

    Banyak orang AWAM yang setelah diperbolehkan oleh “ustadz-ustadz” untuk mendengar radrod, kini tertarik untuk menghadiri majelis-majelis para pengisi radrod seperti Yazid Jawas dsb. Sebagian AWAM tersebut sekarang sudah sejengkal lagi/semakin dekat, untuk duduk-duduk di majelisnya Yazid Jawas dsb. Bahkan sebagiannya lagi SUDAH MENGHADIRI majelisnya Yazid Jawas dsb. Siapa yang HARUS BERTANGGUNG JAWAB ???

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *