Jika Ada Ustadz Salafy Mulai ‘Menyimpang’…

Bismillahirrohmanirrohim. o

Jika Ada Ustadz Salafy Mulai ‘Menyimpang’…

[ Ada Yang Nggak Puas Dengan Fatwa Syaikh Rabi’ Soal Rodja)

RadRod

Nukilan

مَنْ يَحْتَرِمُ مَنْهَجَهُ وَعَقِيْدَتَهُ لاَ يَسْتَمِعُ مِنْ هذِهِ.

“Orang yang menghormati aqidahnya yang menghormati manhajnya ndak bakal mendengarkan radio semacam ini.”

وَمَنْ لاَ يُبَالِي يَسْمَعُ.

“(Dan) yang nggak peduli agamanya, nggak peduli dengan aqidah dan manhajnya dia akan mendengarkannya.”

Barokallahu fiikum, tegas beliau mengatakan: “Ijtanibuu hadzihil idza’ah; jauhi radio ini!”

Masih kurang puas juga rupanya ya?! -Allahu musta’an- ada yang nggak puas, ada yang nggak puas, -barokallahu fiikum-.

Bukan dari Sururiyyin (yang nggak puas ini), ada yang nggak puas, Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Yah kalau kemudian kalamnya (fatwa) Kibarul Ulama’ semacam beliau-beliau itu kamunya nggak mantep (lalu) tanya sama saya, duh… dipertanyakan ini antum ini. Lha ada apa kok tanya sama saya ini… siapa saya?….

 

Selengkapnya

 

Pertanyaan:

Jika ada ustadz Salafy mulai menyimpang dalam tanda kutip, kemudian ada ikhwan-ikhwan yang membicarakan penyimpangannya tersebut, apakah ini termasuk ghibah?

Jawaban:

Kalau diperbincangkan dalam rangka tafaqquhan, tahu tafaqquhan ya, dibikin buah-buahan dalam pembicaraan, pemanis majelis, ee..ustadz fulan ini… ini… hadza laa yajuuz… ndak boleh ya akhi… bisa dipahami ya? Daripada begitu mending kamu nasehati dia, datang langsung ke ustadz fulan, face to face empat mata, nasehati! (Katakan): Afwan ustadz, saya kok mendengar antum begini begini begini ustadz, saya kok dengar antum diundang muhadhoroh di sebuah tempat kok linknya Sururi ustadz, yang mengundangnya, ittaqillaha ya ustadz.., apa betul seperti itu?”

Nasehati! -barokallahu fiikum- (katakan): “Afwan ustadz saya kok pernah denger antum memberikan taklim, memberikan ceramah di Ma’hadnya Hizbiyyin, Ma’hadnya Sururiyyin Turotsiyyin, apa demikian ustadz?” Sampaikan langsung -barokallahu fiikum- daripada dibikin buah-buahan dalam pembicaraan kamu, hadza maa yajuz, langsung! -barokallahu fiikum-.

Bisa dipahami ya ikhwan ya? Na’am.

Yang perlu dipahami, satu kaidah yang sangat penting, yang disebutkan Al-Imam Al-Barbahari rahimahullah dalam Syarhus Sunnah beliau mengatakan:

وإذا ظهر لك من إنسان شيء من البدع فاحذره فإن الذي أخفى عنك أكثر مما أظهر

“Barang siapa yang memunculkan sedikit saja dari pemikiran bid’ahnya, waspadai dia, sebab yang dia sembunyikan itu lebih banyak dari apa yang dia tampilkan.”[1]

Paham ya!? Seseorang yang sudah mulai aneh-aneh ini, ustadz yang dikatakan Salafy tadi itu sudah mulai aneh-aneh ini, pemahamannya sudah mulai terbalik-balik, ta’awun dakwahnya sudah mulai pergaulan bebas dan segala macemnya, waspadai!!

Kata-kata waspadai bukan ditahdzir… diwaspadai, sudah ada perkara-perkara menyimpang yang harus diwaspadai pada ustadz satu ini. Kata Al-Barbahari (rahimahullah): yang dia sembunyikan itu lebih banyak daripada penyimpangannya ..daripada yang dia tampilkan. Itu kalau dia tidak segera bertaubat, bid’ah itu munculnya kali pertama sedikit kecil, kecil, gede, gede, gede, gede… byarr…

Khawarij sampai pada tingkat sekarang ini antum kira apa asal muasalnya? Dzikir… pinter sampeyan… itu disebutkan oleh Syaikh Al-Imam (hafizhahullah, ed.) dalam bukunya Bidayatul Inhirof  wan Nihayatuh, (pada bab) Bidayatul Inhirof fil Khawarij. Dzikir, pada zaman Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu wa ardhah di Masjid Bani Hanifah kumpul bawa kerikil, tasbih, ada yang memimpin (dengan mengomando): “Sabbihu mi’ah…!” Tasbihlah seratus kali, subhanallah… digilir bijinya itu sambil (membaca) subhanallah, subhanallah, subhanallah. Awalnya itu, ketika ditegur, dia mengatakan: “Ya Aba Abdirrahman (kunyah Ibnu Mas’ud), maa nuriidul illal khair; kami kepengen kebaikan saja.”

Itu awalnya ya ikhwan, ujungnya mengkafirkan penguasa, mengkafirkan rakyat, menumpahkan darah penguasa, menumpahkan darah kaum muslimin, pemberontakan dan segala macemnya, jihad (menurut mereka), pengeboman dan segala macemnya. Hati-hati antum! Bisa difahami ya?

Inipun juga harus diwaspadai oleh para da’i, bukan semata-mata para mad’u, para da’i-da’i kita pun juga harus waspada! Ada seseorang kok aneh-aneh gitu ya? Jebolan luar negeri kok kedekatannya kepada Sururiyyin Turotsiyyin, kok tidak ada kedekatan kepada Salafiyyin Ahlussunnati wal Jama’ah , muamalahnya kok sama mereka, ta’awunnya kok sama mereka. Siapa dia gerangan? Ambil kaidah yang disebutkan Al-Imam Auza’iy rahimahullah:

مَنْ تَخْفَى عَلَيْنَا بِدْعَتُهُ لَمْ تَخْفَ عَلَيْنَا أُلْفَتُهُ.

“Barangsiapa yang tersamarkan bid’ahnya atas kita, ndak mungkin tersamarkan ulfahnya atas kita.”[2]

Ulfah (yaitu) kecondongan hatinya. Siapa ya ustadz fulan itu ya? Hizby ora (bukan), Sunni… nggak pernah kenal. Tapi kok jebolan luar negeri, ini siapa?! Sunni ataukah Salafy?! Lihat aina ulfatuhu; kemana kecondongan hatinya? Lho gabungnya kok kepada Turotsiyyin… Sururiyyin… link-link mereka… dan segala macemnya. Kecintaannya kecondongan dan segala macem kepada mereka semua… kholas. Al-Ulfah kepada mereka, ini syai’un min bid’atihi, sedikit dari bid’ahnya dia. Antum nggak bisa mengatakan dia Hizby atau dia Sururi. Bukan… belum bisa, tapi yang terpenting tadi Al-Imam Al-Barbahari mengatakan:

وإذا ظهر لك من إنسان شيء من البدع فاحذره فإن الذي أخفى عنك أكثر مما أظهر

Langsung kamu waspadai… sek orang satu ini ada sesuatu padanya, sudah… itu waspada namanya. Dalam kondisi yang demikian ya ayyuhal da’i, ndak mungkin bagi antum untuk mau diajak dakwah bareng sama dia, ataukah ta’awun dakwah sama dia, atau musyarokah, muhadhoroh bareng-bareng sama dia, atau mengajar di tempatnya dia, atau yang semisalnya. Wong sudah ngerti ulfatuhu, kecondongan hatinya, kepada haaulaa (mereka), sudah ngerti punya sesuatu bid’ah yang harus kamu waspadai… lha kok kemudian diajak ta’awun dakwah, lha kok diajak sebagai Contact Person (CP) muhadhorohnya… dan segala macemnya, dan segala macemnya, ini awal mula penyimpangan, -barokallahu fiikum- waspadai dulu!

Satu hal lagi yang harus saya sampaikan kepada antum, banyak hal yang harus disampaikan ya ikhwah, -barokallahu fiikum- sebagian pihak ketika mengatakan: “Ihdarhu!” Ya akhi,waspada dari dia! Dia kecenderungannya ke sana,kecenderungannya ke sana,ta’awunnya pada mereka, segala macem,waspadai! (Mungkin akan ada yang berkata): “Lho emang dia Hizbi apa?!  Saya masih meyakini dia masih Salafi, dia belum Hizbi. Maknanya apa? (Apakah terus mengatakan): “Ya sudah, saya ta’awun sama dia, saya biasa mengambil ilmu sama dia, dan segala macem dari dia, kan dia belum Hizbi masih Salafi.” Laa haula wala quwwata illa billah.

Hadza jahlun,ini kebodohan! Farqun, beda al-hukmu ‘alal muayyan bi tahzhib wat tabdi’, menghukumi, memvonis orang dengan Hizbi Mubtadi’, dengan mewaspadai penyimpangan dia. Babnya beda, menghukumi dia Hizby belum. Saya sepakat sama antum dia belum Hizby, masih Salafi, belum manteb mengatakan dia Hizby. Tapi kecondongan dia kepada Hizbiyyin, sudah muncul sedikit dari kebid’ahan dan penyimpangan dia, dalam kondisi semacam ini, ingkari kemungkaran dia! Ada inkarul mungkar. Ingkari kemungkaran dia!

Yang kedua; tidak mungkin kamu jadikan sebagai teman karibmu, sahabat dekat kamu, ndak boleh, harus ngerti, harus mencari teman yang murni Sunni Salafi, bukan orang yang masybuh, yang nggak beres seperti itu, bisa dipahami?

Ndak mungkin kamu ta’awun dakwah dan segala macemnya. Bedakan ya ikhwan! Belum tentu tatkala kita tidak ta’awun dakwah dengan si fulan langsung diklaim dia Hizbi. Tolong difahami baik-baik! Belum tentu,mungkin kita nggak ta’awun sama dia dikarenakan syubhatnya,dikarenakan fitnahnya,dikarenakan kemadhorotannya,dikarenakan akhlaknya yang buruk,dikarenakan dia mengacau dakwah,dan segala macemnya. Dia masih Salafi bukan Hizby. Tapi ndak mungkin kita ta’awun sama dia, ndak mungkin belajar sama dia, ndak mungkin muhadhoroh (ceramah) bareng sama dia dan semisalnya. Hadza baabun wa dzaaka baabun aakhor,intabih. Faham semua ya?!

Sebagian da’i-da’i sebagian ustadz demikian kelakuannya. Santai dia taklim muhadhoroh di tempat fulan. (Setelah) ditelusuri yang ngundang linknya Turotsiyyin, linknya as-Sofwa,Contact Personnya (CP) juga demikian… linknya panser-panser tua… semacam orang-orang dulu kayak Yazid Jawwas dan semacemnya itu, -barokallahu fiikum-.

Ketika ditegur:“Ya ustadz…!(Dia membantah): “Mereka Salafi atau bukan? Iya sih masih Salafi sih, tapi kan mereka kecondongannya ke sana ustadz. (Dia membantah lagi): “Bukan Hizby kan?!” Iya memang bukan Hizbi. Terus kok nggak boleh?!” Laa haula wa la quwwata illabillah.

Ya ustadz,menghukumi dia Hizby, belum… memang dia bukan Hizby, belum bisa kita katakan Hizby, (Tapi) –Contact Personnya tadi ya,bukan yang panser tuanya, contact dan segala macem tadi susah dia mengatakan Hizby. Tapi tindakan antum ya ustadz, yang pertama: takfiru sawadihim; memperbanyak jumlah mereka, yang kedua: tazkiyatun minka lahum; itu merupakan rekomendasi kamu untuk mereka. Yang kedua, tindakan antum bukan kemudian mengingkari kemungkaran mereka justru antum ta’awun dakwah dengan mereka. Hadza syai’un wa hadza syai’un. Bisa di fahami?! -barokallahu fiikum-

Satu hal yang -Allahul Musta’an- lagi marak di mana-mana, dimana-mana ketika kita mengatakan: “Afwan ya akhi, antum jangan ngundang si fulan ke tempat ini!” (Muncul pengingkaran dengan mengatakan): “(Apakah dia) Hizbi, ustadz?” Belum tentu Hizby, kita sengaja tidak mengundang dia ke tempat ini mungkin karena fitnahnya, mungkin karena madhorotnya, mungkin karena jeleknya akhlak, mungkin dia perusak dakwah, ndak punya hikmah, dan segala macemnya. Kalau ditaruh di sini bubar dakwahmu. (Apakah dia) Hizbi? Belum, (apakah) Sunni? Iya masih Ahlussunnah, tapi Ahlussunnah yang -Allahu musta’an- ya masih banyak hal yang aneh-aneh.

Terdengar khobar (bahwa) ustadz fulan ndak mau jabat tangan dengan yang lain (yaitu)ustadz fulan yang lain,Dikomentari:“Emang dia kafir?!Nggak mau jabat tangan sama dia? Emang dia mubtadi’,(kok) nggak jabat tangan sama dia?!”

Ye cek adoe mlakune iku (jauhnya pemahamannya itu, jw.) kok langsung ujug-ujug (tiba-tiba, jw.) pembahasan(nya) mengkafirkan, memubtadi’kan, terlalu jauh ya hadza, terlalu jauh pemahaman antum itu. -barokallahu fiikum- Sek tenang, itu pembahasan lain, ini bab beda, ini pun juga bab lainnya lagi, -barokallahu fiikum-

Mungkin ndak mau jabat tangan dikarenakan dia orang yang fattan, barangkali tukang fitnah, tukang perusak dakwah, dan segala macemnya, sengaja ndak mau jabat tangan dikarenakan orang tersebut supaya dia sadar dan segala macemnya… iya, mungkin… ya banyak kemungkinan. Apakah dia Hizbi? Karena itu ndak bakal (kita) mengatakan demikian. Apakah dia kafir? Apalagi mengkafirkan dia, ya ndak bakal (menghukuminya). Menghukumi orang Hizby (atau) Mubtadi’ itu babnya berbeda. Mewaspadai penyimpangan-penyimpangan orang, inkarul mungkar, babnya lain lagi, fahimtum? faham ya ikhwan ya?! Allahu musta’an, laa haula walaquwwata illa billah…

Nah yang bikin hati ini ngrentes gitu, hal-hal yang semacam ini kok nggak difahami oleh sebagian da’i gitu loh, oleh sebagian ustadz.Akhirnya membikin keresahan di kalangan masyarakat, Allahu musta’an,laa haula wala quwwata illa billah...

Yang lebih bikin ngrentesin lagi ketika ditegur bukan kemudian rujuk, tapi malah ngamuk-ngamuk. Gitu ya ikhwan?! Allahu musta’aan laa haula walaquwwata illa billahil ‘aliyul adziem.

Kalau seandainya ditekan dengan prinsipnya mereka sendiri, ana yakin ndak bakal mereka terapkan dalam semua keadaan, yakin ndak bakal mau, yakin yang mereka terapkan pada pihak-pihak yang mengundang maslahat. (Jika) ada maslahatnya, (maka) ahlan wa sahlan, (jika) ndak ada, ngapain?! Iya apa iya?!

Saya tanya pada haaulaa’ (mereka) ini: “Mungkin(kah) antum ta’awun dakwah dengan orang-orang yang arogan mencaci maki para ulama’ itu? Yang dengan arogansinya menghizbikan semua para ulama’, menghizbikan semua para da’i, menghizbikan para ustadz itu?! (Yaitu) juru fitnah-fitnah itu, mungkin(kah) ta’awun sama mereka?!” Jawabannya ndak bakal, (mereka akan menjawab): “Iya nggak mungkin ta’awun sama haaulaa’ (mereka) itu, mereka itu orang ngawur…” dan segala macemnya.

(Kita tanya mereka) Sunni apa Salafi, Salafi apa Hizby?! (Kalau mereka menjawab): “Hizbi!” (Kita katakan): Kok berani antum menghizbikan mereka?! Siapa yang menghizbikan mereka?! Dia belum Hizbi, dia Salafy, (tapi) kenapa nggak ta’awun sama mereka, wong dia Salafy?! Jawabannya gampang, ndak ada maslahatnya masalahnya. Itu kuncinya ya ikhwan, ndak ada maslahat duniawiyahnya.

Kenapa dia bedakan antara link Sururiyyin dengan link Haddadiyyin? Kenapa? Maslahat… maslahat… -barokallahu fiikum-

Kalau Haddadiyyin, wah… terlalu arogan. Kalau link Sururiyyin… nah ini enak ini. -barokallahu fiikum- seger ini hati.

Baru ketika ditegesin, apa mereka Hizbiyyin? Ndak, ndak Hizby, yang ini apa juga Hizbiyyin? Ndak, ndak Hizbiyyin. Wong sama-sama Salafy dengan qoidahnya antum, mestinya antum ta’awun dengan mereka semua, mestinya. Nyatanya dipilah-pilah. Apa itu yang namanya manhaj?!Laa… itu penyimpangan! -barokallahu fiikum-

Antum harus fahami baik-baik ikhwani -azzakumullah- hal-hal yang semacam ini! Dan seingat saya -wallahu a’lam bishawwab- ya ikhwan, tema-tema semacam ini, setahu saya kok (telah) disampaikan tahun 90-an ya ikhwan. Jaman dulu kita orang masih jadi santri. Perasaan saya, sering saya menyampaikan semacam ini gitu loh. Nyampaikan di halaqoh-halaqoh segala macemnya. Ketika Sururi rame-rame, terkait Sururi dan segala macem, yang gini yang kita sampaikan. Tapi -subhanallah- di tahun 2000-an ini kok muncul lagi yang aneh-aneh seperti itu ya ikhwan -wallahul musta’an wala haula wala quwwata illa billah, intabih… intabihu… -barokallahu fiikum-

Ini saya sampaikan untuk kewaspadaan… kewaspadaan… sekarang ini pintu-pintu penyimpangan, ikhwani fiddin –azzakumullah- sangat samar… sangat samar… -barokallahu fiikum- maka hati-hati!

 

Pertanyaan:

Apakah radio Rodja, radionya mereka Sururiyyin?

Jawaban:

Kok takon (tanya) lagi gitu lho? Asy Syaikh Ubaid Al-Jabiri -hafizhahullah ta’ala wa ra’ah- di majelis ini!! Di kursi ini!! Di meja ini!! Di mesjid ini!! SUDAH DITANYA TENTANG MASALAH ITU DAN TEGAS JAWABANNYA. Kok takon lagi? Cek tegele (kok teganya, Jw.) begitu ya ikhwan ya, lha kok tanya lagi!

Antum ndak merasa mantap dengan fatwanya para ulama? Atau nggak sesuai dengan harapan antum? Laa haula wa laa quwwata illa billah, seorang alim besar semacam Syaikh Ubaid Al-Jabiri min kibaril Ulama’ di zaman sekarang ini, sik kurang mantep juga? Laa haula wa laa quwwata illa billah… Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi al Madkhali Hafizhahullah Ta’ala pun juga sudah menyatakan statementnya dengan jelas.

Sedikit bocoran -barokallahu fiikum- jelas, rekam! Ketika ditanyakan tentang radio ini disampaikan kepada beliau tentang siapa yang pengampunya, siapa yang mengisi dan segala macemnya, disampaikan orang semacam Yazid Jawwas terkait dengan Ali Hasan Abdul Hamid dan segala macemnya -orang-orang haaulaa’ itu- beliau mengatakan:

مَنْ يَحْتَرِمُ مَنْهَجَهُ وَعَقِيْدَتَهُ لاَ يَسْتَمِعُ مِنْ هذِهِ.

“Orang yang menghormati aqidahnya yang menghormati manhajnya ndak bakal mendengarkan radio semacam ini.”

وَمَنْ لاَ يُبَالِي يَسْمَعُ.

“(Dan) yang nggak peduli agamanya, nggak peduli dengan aqidah dan manhajnya dia akan mendengarkannya.”

Barokallahu fiikum, tegas beliau mengatakan: “Ijtanibuu hadzihil idza’ah; jauhi radio ini!”

Masih kurang puas juga rupanya ya?! -Allahu musta’an-

Ada yang nggak puas, ada yang nggak puas, -barokallahu fiikum-.

Bukan dari Sururiyyin (yang nggak puas ini), ada yang nggak puas, Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Yah kalau kemudian kalamnya (fatwa) Kibarul Ulama’ semacam beliau-beliau itu kamunya nggak mantep (lalu) tanya sama saya, duh… dipertanyakan ini antum ini. Lha ada apa kok tanya sama saya ini… siapa saya? Para Ulama’ Besar saja sudah bicara langsung, alas sam’i wal ‘ain kata (istilah) mereka. Terima!! Susahnya apa sih nggak mendengarkan Radio Rodja?! Susahnya apa sih (kalimat kurang jelas) Radio Rodja? Allahul musta’an… Laa haula wa laa quwwata illa billah… -barokallahu fiikum-.

Sedikit bocoran, itu sedikit bocoran dari beliau hafizhahullahu Ta’ala wa Ra’ah.

Footnote

[1] Teksnya kami sesuaikan dengan kitab asli pada hal. 123 no. 148 dengan tahqiq Asy-Syaikh Khalid Ar-Raddady. (ed)

[2] Asy-Syaikh Ahmad Bazmul -hafizhahullah- berkata: “Dikeluarkan oleh Ibnu Baththah di dalam Al-Ibanah (2/452 dan 479 no. 420 dan 508) dan Al-Lalika’iy di dalam Syarh I’tiqad Ahlis Sunnah 1/136 no. 257) dari banyak jalan dari Auza’iy.” (Ta’liq terhadap Hiwar Ma’al Halaby karya Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmy -rahimahullah- hal. 29 footnote no. 62 -ed)

File Tanya Jawab Dengan Al Ustadz Muhammad Afifuddin As Sidawy hafizhahullah, Menyuarakan Kebenaran di Tengah Arus Penyimpangan, Dauroh di Veteran tanggal 22 Dzulqa’dah 1433 H / 8 Oktober 2012 M

 

Link suara (mulai menit 07:09):

http://statics.ilmoe.com/kajian/users/atstsurayya/40-hadits-dalam-madzhab-salaf/Ustadz_Muhammad_Afifuddin-8_10_2012-Menyuarakan_Kebenaran_di_Tengah_Arus_Penyimpangan_Tanya_Jawab.mp3

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *