Alhamdulillah berkat rahmat dan taufiq dari Allah telah terjadi jalsah (pertemuan) para du’at/asatidzah Indonesia dengan al-Walid asy-Syaikh al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah di kediaman beliau pada Ramadhan 1433 H lalu, guna menanyakan beberapa permasalahan manhajiyyah yang menjadi perselisihan antara para duat di Indonesia.
Tentunya, hasil dari pertemuan tersebut bisa menjadi bimbingan dan pedoman dalam menyelesaikan perselisihan yang selama ini terjadi. Tapi, kenyataan yang ada sangat menyedihkan. Setelah pertemuan tersebut justru muncul interpretasi dan persepsi yang berbeda-beda terhadap nasehat dan arahan yang disampaikan oleh asy-Syaikh Rabi’, bahkan sebagian pihak ada yang berani membantah ucapan asy-Syaikh Rabi’. Sehingga perselisihan yang ada terus berkelanjutan.
Suasana ini membuat prihatin sebagian para asatidzah, terutama yang turut hadir dalam jalsah Ramadhan 1433 H tersebut. Namun dengan taufiq dari Allah, hal itu tidak membuat para asatidzah tersebut terburu menyalahkan, atau menyebarkan kaset, atau tindakan lainnya yang membuat situasi tambah runyam. Walaupun sebenarnya banyak pertanyaan dari ikhwah salafiyyin tentang apa isi sebenarnya dari jalsah tersebut. Kenapa simpang siur? Maka para asatidzah tersebut berkumpul menuliskan kesimpulan isi nasehat asy-Syaikh Rabi’ tersebut. Agar tidak salah, atau dianggap sepihak, maka tulisan kesimpulan tersebut dikirim kepada asy-Syaikh Rabi’ untuk beliau baca dan beliau koreksi.
Naskah kesimpulan yang telah diketik rapi itu pun dikirim melalui asy-Syaikh Khalid azh-Zhafiri hafizahullah. Kemudian beliau membacakannya di hadapan asy-Syaikh Rabi’, dan Alhamdulillah asy-Syaikh Rabi’ pun setuju dengan isi kesimpulan tersebut (sebagaimana dalam rekaman).
Berikut naskah kesimpulan yang dikirim kepada asy-Syaikh Rabi’
Bisa didownload di sini
Berikut terjemahnya :
بسم الله الرحمن الرحيم
Ringkasan Nasehat asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dalam kesempatan jalsah (pertemuan) bersama para du’at Indonesia, di rumah beliau di daerah al-’awali Makkah al-Mukarramah, Ramadhan 1433 H
1. Tentang Meninggalkan Sebab-Sebab Perselisihan
Beliau menasehatkan untuk meninggalkan semua sebab yang mengantarkan pada perselisihan (Khilaf), dan menasehatkan untuk berlemah lembut, menjaga lisan, dan saling berukhuwwah serta saling merekatkan hati. Juga senantiasa waspada dari syaithan yang berupaya menimbulkan perpecahan antar salafiyyin.
2. Tentang Radio Rodja
a. asy-Syaikh Rabi’ berkata, “Barangsiapa yang masih menghormati manhaj dan aqidahnya maka hendaknya dia tidak mendengar mereka (radio Rodja), adapun barangsiapa yang tidak menghormati manhaj dan aqidahnya, maka silakan dia mendengarkannya.”
b. asy-Syaikh Rabi’ berkata, “Aku nasehatkan kepada ikhwah agar menjauhkan diri dari mendengarkan radio Rodja.”
c. Kemudian beliau (asy-Syaikh Rabi’) mengingatkan kami dengan atsar dari Ayyub as-Sakhtiyani dan Muhammad bin Sirin tentang sikap tidak mau mendengar ucapan ahlul bid’ah, yaitu tatkala ada seorang ahlul bid’ah mengatakan kepadanya, “Aku akan bacakan kepadamu satu ayat.” Maka keduanya menjawab, “Tidak.”
d. Kitab-kitab salaf sudah mencukupi kita dari mendengarkan radio Rodja dan segala isinya.
e. Radio Rodja menyebabkan terjadinya perselisihan antar salafiyyin. maka beliau memerintahkan untuk meninggalkannya.
f. Ihyaut Turats, ‘Ali Hasan, dan Abul Hasan, adalah di antara pihak-pihak yang paling keras permusuhannya terhadap ahlus sunnah.
g. Orang-orang awam tetap harus diperingatkan dari bahaya radio Rodja. Karena salaf dulu juga mentahdzir orang awam dari bahaya ahlul bid’ah.
3. Tentang Yazid Abdul Qadir Jawwas, salah satu tokoh besar Rodja
Asy-Syaikh Rabi’ menyatakan bahwa Yazid hanya sekedar memakai baju salafiyyah. Beliau tidak ridho kalau dikatakan Yazid adalah salafi, ataupun salafi goncang.
4. Tentang Turut Andilnya asy-Syaikh ‘Abdurrazzaq di radio Rodja
Asy-Syaikh Rabi’ menegaskan bahwa hal ini tidaklah menjadi justifikasi (pembenaran) untuk mendengarkan Rodja. Kata beliau, asy-Syaikh ‘Abdurrazzaq tertipu dengan mereka (para turatsiyyin).
5. Tentang Para Pengisi di Radio Rodja
Ketika disebutkan, bahwa para pengisi Rodja menetapkan manhaj salaf, maka asy-Syaikh Rabi’ menjelaskan bahwa urusan mentabdi’ seseorang tidak musti bahwa semua yang ada pada diri si mubtadi‘ bertentangan dengan manhaj salaf, dan kondisinya jelas seratus persen ibarat matahari seperti Safar, Salman, ‘Ali Hasan, dan Abul Hasan. Ya’qub bin Syaibah dibid’ahkan oleh para ‘ulama hanya karena satu perkara. Seseorang terkadang keluar dari salafiyyah karena satu perkara!!
6. Mencari/meneliti Kesalahan Orang Lain
Kesalahan apabila sudah tersebar, maka tidak boleh didiamkan. Asy-Syaikh Rabi’ mengatakan, “Seorang yang salah wajib dinasehati. Yang salah wajib untuk segera rujuk dengan mudah. Dulu ‘Umar bin al-Khaththab seorang yang waqqaf (tunduk) dengan Kitabullah. Jadilah kalian orang-orang yang waqqaf terhadap Kitabullah. Seorang mukmin itu lunak dan mudah (kembali kepada al-haq).
7. Jafar Umar Thalib
Ketika ada yang mengatakan kepada asy-Syaikh Rabi’, bahwa sebagian ikhwah menutup pintu taubat bagi Ja’far ‘Umar Thalib, maka asy-Syaikh Rabi’ menyebutkan sebuah hadits tentang Khawarij :
يَخرُجُونَ مِنَ الدِّينِ ثُمَّ لاَ يَعُودُونَ إِلَيْهِ
Mereka keluar dari agama, kemudian tidak kembali lagi padanya
Kemudian beliau (asy-Syaikh Rabi’) berkata, “Aku telah menasehatinya, aku telah menasehatinya, aku telah menasehatinya, dan aku tidak berharap lagi.”
_______* * * _______
Naskah Kesimpulan tersebut dibacakan oleh asy-Syaikh Khalid azh-Zhafiri di hadapan asy-Syaikh Rabi’, dan beliau pun menyetujuinya. Berikut rekaman dan transkripnya (beserta terjemahannya)
بسم الله الرحمن الرحيم
الشيخ خالد الظفيري :
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وبعد :
نحن في ليلة السادس عشر من رمضان نوجه السؤال لشيخنا حفظه الله الشيخ ربيع بن هادي المدخلي بعد أن قرأت عليه ملخص النصيحة التي كان وجهها للإخوة في أندونيسيا، فهل يقر بما جاء بهذا الملخص؟
الشيخ ربيع : أقر بما جاء في هذا الملخص ولا مانع عندي من نشره، وأسأل الله أن ينفع به.
* * *
الشيخ خالد الظفيري : السؤال الآخر يا شيخنا: ما رأيكم بجعفر طالب؟
الشيخ ربيع : أرى أن جعفر قد انحرف عن منهج السلف، ولست براض عنه أبدا، وأحذر منه!
الشيخ خالد الظفيري : بارك الله فيكم. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
_________________________________________
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وبعد :
Asy-Syaikh Khalid azh-Zhafiri :
Kami berada pada malam 16 Ramadhan. Kami menyampaikan pertanyaan kepada syaikh kami – semoga Allah menjaganya – asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali.
Setelah aku bacakan kepada beliau ringkasan nasehat yang beliau sampaikan kepada ikhwah Indonesia. Apakah anda setuju dengan isi ringkasan tersebut?
Asy-Syaikh Rabi’ menjawab:
Aku setuju dengan isi ringkasan nasehat tersebut. Tidak ada penghalang bagi saya untuk disebarkannya. Semoga Allah menjadikannya bermanfaat.
* * *
Asy-Syaikh Khalid azh-Zhafiri : Pertanyaan lain wahai syaikh, Bagaimana pendapat anda tentang Ja’far Thalib?
Asy-Syaikh Rabi’ :
Aku memandang bahwa Ja’far telah menyimpang dari manhaj salaf. Aku tidak meridhainya sama sekali. Aku mentahdzirnya!!
بارك الله فيكم. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Rekaman bisa di download di sini
Disampaikan oleh:
Qomar Su’aidi
Luqman Ba’abduh
Ruwaifi bin Sulaimi
Usamah Mahri
Ayip Syafruddin
Abdush Shamad Bawazir
Catatan:
Insya Allah pada kesempatan berikutnya akan ditampilkan penjelasan terhadap ringkasan yang telah disetujui oleh asy-Syaikh Robi’ –semoga Allah melindunginya-.
_______* * * _______
Melengkapi fatwa tentang Ja’far Umar Thalib di atas, berikut fatwa dari al-Walid asy-Syaikh al-’Allamah ‘Ubaid al-Jabiri hafizhahullah yang beliau sampaikan pada tahun 1429 H / 2008 M lalu.
Berikut terjemahannya
بسم الله الرحمن الرحيم
Dari ‘Ubaid bin ‘Abdillah al-Jabiri,
Kepada saudara : Luqman bin Muhammad Ba’abduh, Usamah bin Faishal Mahri, ‘Abdush Shamad bin Salim Bawazir, dan Qomar Su’aidi – semoga Allah menjaga mereka dan meluruskan ucapan dan amalan mereka –
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Amma Ba’d:
Telah dibacakan kepada kami surat anda tertanggal 13 Ramadhan 1429 H, demikian juga surat anda (berikutnya) tertanggal 6 Ramadhan 1429 H yang berisi tentang kritikan-kritikan terhadap Syaikh Ja’far bin ‘Umar Thalib, dilengkapi dengan lampiran-lampiran berisi bukti-bukti penguat (atas kritik-kritik tersebut).
Maka telah jelas bagiku bahwa orang ini tenggelam dalam bid’ah dan berlumuran dengannya. Yang menjadi penyebabnya adalah karena dia bergaul dengan ahlul ahwa (para pengekor hawa nafsu) dan akrab dengan mereka. Sehingga dia (Ja’far) berjalan dalam peredaran mereka (ahlul ahwa’) dan menempuh manhaj mereka. Dia tidak mengindahkan lagi hadits yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tahdzir (peringatan) para salafush shalih dari bahaya bergaul dengan ahlul ahwa’ dan wajib memutuskan hubungan dengan mereka.
Adapun dari sunnah yang shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam muqaddimah kitabshahih-nya (hadits no. 6) dan al-Baghawi dalam kitab Syarhus Sunnah (I/101) dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,
«سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي أُنَاسٌ يُحَدِّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ، وَلَا آبَاؤُكُمْ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ»
“Akan ada di tengah-tengah umatku orang-orang yang menyampaikan kepada kalian sesuatu yang tidak pernah kalian dengar, tidak pernah pula didengar oleh ayah-ayah kalian. Maka berhati-hatilah kalian dari orang-orang tersebut.”
Dari penjelasan para imam sunnah adalah, ucapan yang diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya al-Ibanah al-Kubra (no. 402) dari Ayyub as-Sakhtiyani berkata, bahwa Abu Qilabah mengatakan kepadaku, “Wahai Ayyub hafalkan baik-baik dariku 4 hal ini : – Janganlah kamu berkata tentang al-Qur`an berdasakar ra’yu-mu, – berhati-hatilah dari berbicara (tanpa ilmu) tentang takdir, – apabila disebut para shahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tahanlah lisanmu (dari mencela shahabat), – dan jangan sekali-kali kau beri kesempatan kepada ahlul ahwa’ terhadap pendengarmu, sehingga mereka dengan leluasa memasukkan pada pendengaranmu tersebut segala (kebatilan) yang mereka maukan.”
Dan contoh-contoh lainnya tentang tahdzir para imam dari bahaya ahlul ahwa’. Barangsiapa membaca kitab-kitab induk mereka (para imam tersebut) – seperti kitab al-Ibanah karya Ibnu Baththah, Syarh Ushul I’tiqad karya al-Lalikai – maka dia akan mendapatkan penjelasan yang bisa mengenyangkan orang yang kehausan dan mengobati orang yang sakit, yaitu nasehat-nasehat para imam sunnah yang sangat banyak/mutawatir dalam permalahan ini.
Yang aku nasehatkan terkait dengan Ja’far bin ‘Umar Thalib ini adalah dua hal :
Pertama, meninggalkan dan memutuskan hubungan dengannya, dan waspada terhadapnya diiringi tahdzir (peringatan) terhadap umat dari bahayanya. Sampai dia benar-benar bertaubat dari kesalahan-kesalahan yang ia dikritik karenanya, dan baik taubatnya, serta dia memutuskan hubungan dengan ahlul bida’.
Kedua, membantah semua kesesatan-kesesatannya – baik kesesatan yang tersebut dalam lampiran-lampiran bukti dalam dua surat (yang anda kirimkan kepada saya), ataupun kesesatan lainnya – dengan bantahan ilmiah, prinsipil, dan tegak di atas dalil-dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah serta penjelasan para imam, sehingga (dengan bantahan tersebut) dapat diketahui kesesatan orang ini dan tersingkaplah (kedoknya) di hadapan orang-orang yang selama ini tertipu dengannya. Hendaknya bantahan tersebut dilakukan oleh para penuntut ilmu yang kokoh keilmuannya dan mendapat rekomendasi dari para masyaikh yang terpercaya. Kemudian bantahan tersebut hendaknya disebarkan melalui media-media yang bisa diketahui oleh segenap salafiyyin di negeri kalian.
Hanya kepada Allah aku memohon agar Dia menjaga kami dan kalian, serta menjaga seluruh Ahlus Sunnah di setiap tempat dari tipu daya dan makar para musuh.
وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Saudaramu fillah : ‘Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman al-Jabiri
Mantan Dosen di al-Jami’ah al-Islamiyyah
Ditulis Dhuha hari Ahad, 13 Syawwal 1429 H / 12 Oktober 2008 M
(stempel ‘Ubaid al-Jabiri)
catatan : Hingga kini kita belum mendapatkan bukti kesungguhan taubat Ja’far Umar Thalib. Sikapnya belum menunjukkan perubahan yang berarti. Ja’far Umar Thalib tetap pada penyimpangan-penyimpangannya walaupun pernah menyatakan taubat. Allahul Musta’an. Oleh karena itu asy-Syaikh Rabi’ mengatakan, “Aku memandang bahwa Ja’far telah menyimpang dari manhaj salaf. Aku tidak meridhainya sama sekali. Aku mentahdzirnya!!” sebagaimana keterangan di atas
http://salafy.or.id/blog/2013/09/27/nasehat-asy-syaikh-al-allamah-rabi-bin-hadi-al-madkhali-hafizhahullah-terhadap-beberapa-masalah-manhajiyyah-di-indonesia/
walhamdulillah…Fatwa yang menyelamatkan manhaj dan aqidah Salafiyyin diIndonesia,,
Alhamdulillah..semakin jelas dgn fatwa syaikh rabi’ tsb..semoga Alloh membalas Syaikh..dgn pahala yang berlimpah…