Hukum Gambar Sebagai Alat Bukti
Asy Syaikh Al ‘Allamah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah
06 Jumadil Awal 1434 H/ 18 Maret 2013 M
Telah masuk beberapa pertanyaan dari para ikhwah –jazahullahu khairan- terkait penampilan bukti-bukti yang berbentuk gambar utuh dari manusia. Dan memang dalam beberapa tulisan terakhir kita menampilkannya tanpa kita potong/hapus bagian kepalanya sehingga wajah nampak utuh jelas. Kami ingin memberikan jaminan kepastian kepada para pembaca bahwa nama-nama dan bukti yang kita tampilkan benar-benar identik, menepis hilah para pengekor hawa nafsu, menghindari tuduhan telah merekayasa, atau menampilkan gambar orang lain yang kemudian diklaimkan sebagai gambar seseorang. Sebagai bukti bahwa yang kita tampilkan benar-benar asli tanpa rekayasa.
Berikut penjelasan Asy Syaikh Al ‘Allamah Al Utsaimin rahimahullah :
Asy-Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata:
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين وأصلي وأسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، ومن تبعه بإحسان إلى يوم الدين أما بعد:
Telah banyak pertanyaan seputar apa yang telah disebarkan di pertemuan antara saya dan redaksi surat kabar Al-Muslimun pada hari Jum’at 29/111410 no. 281 tentang hukum menggambar dengan fotografi. Dan di pertemuan tersebut saya menyebutkan bahwa saya tidak berpendapat bahwa menggambar dengan fotografi yang sifatnya seketika yang gambarnya keluar langsung tanpa upaya oksidasi dari dalam, termasuk menggambar yang dilarang oleh Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi was salam dan beliau laknat pelakunya.
Saya menyebutkan alasannya lalu saya katakan: Tetapi tidak sepantasnya untuk dikatakan: Apa tujuan dari perbuatan ini? Jika memang tujuannya adalah perkara yang mubah dengan dibolehkannya tujuan yang dimaksudkan, namun jika tujuannya tidak diperbolehkan (haram) maka perbuatan ini menjadi haram, bukan dikarenakan hal itu merupakan perbuatan menggambar, tetapi karena tujuannya adalah sesuatu yang haram.
Karena yang berbicara dengan saya adalah seorang wartawan, saya menyebutkan sebuah contoh haram yang berkaitan dengan surat kabar, yaitu menggambar wanita di lembaran-lembaran surat kabar dan majalah. Saya tidak menyebutkan contoh yang banyak karena mencukupkan dengan kaedah yang baru saja disebutkan, yaitu kapan saja tujuannya adalah sesuatu yang mubah maka perbuatan ini mubah, dan kapan saja tujuannya tidak diperbolehkan (haram) maka perbuatan ini pun haram hukumnya.
Hanya saja sebagian penanya di pertemuan ini ingin disebutkan contoh lebih banyak tentang yang mubah dan yang haram. Maka dalam rangka memenuhi keinginan mereka, sekarang saya sebutkan contoh-contoh yang mubah: Tujuan menggambar ini adalah karena butuh untuk memastikan sesuatu seperti memastikan identitas (seperti KTP, SIM, Pasport, Visa dll. -pent), kecelakaan lalu lintas, kriminal, penyelidikan seperti seseorang diminta untuk menyelidiki sesuatu lalu dia mengambil gambar untuk memastikannya.
Gambar 1. Salah satu bukti kejahatan luar binasa Ihya’ut Turats-Rafidhah yang Firanda/Abdullah Taslim cs sepakat untuk tidak mentahdzirnya (karena IT mendatangkan kemaslahatan duniawi bagi kelompok mereka). Jadi wajar bukan.. jika Firanda memasukkan/ mencibir nama Syaikh Ubaid Al Jabiri dalam segelintir ulama yang punya gaya hajr dan tahdzir seperti kalian, yakni beliau termasuk yang mentahdzir Ihya’ Ut Turots dan Syi’ah Rafidhah!.
Dan bandingkan dengan bukti di bawah ini …
Gambar 2. Kegagahan Firanda menyingkap fakta hubungan DR. Said Aqil Siradj dengan Syi’ah-Rafidhah-Pimpinan Hizbullah Lebanon (karena ybs tidak mendatangkan kemaslahatan duniawi).
Sedangkan yang termasuk contoh-contoh yang diharamkan adalah:
- Menggambar untuk kenang-kenangan seperti mengambil gambar teman, pesta pernikahan dan semisalnya, karena hal itu menuntut untuk merawat gambar-gambar tanpa keperluan dan ini haram hukumnya, karena telah pasti dari Nabi shallallahu ‘alaihi was salam bahwa malaikat tidak akan masuk ke sebuah rumah yang ada gambarnya (HR. Al-Bukhary no. 3224 dan Muslim no. 5636). Dan yang termasuk darinya adalah merawat gambar orang yang sudah meninggal yang dicintai, seperti ayahnya atau saudaranya yang bisa dia lihat sewaktu-waktu, karena hal itu bisa mengambuhkan kesedihan dan bisa menyebabkan ketergantungan hati dengan orang yang telah meninggal itu.
- Menggambar untuk menikmati atau bersenang-senang dengan melihat gambar, karena hal itu bisa menyeret kepada perbuatan yang keji. Dan yang wajib atas siapa saja yang memiliki sedikit saja gambar-gambar untuk tujuan ini untuk merusaknya agar dia tidak terkena dosa dengan merawatnya.
Ini contoh-contoh bagi kaedah yang telah disebutkan tadi dan bukan sebagai bentuk pembatasan. Tetapi siapa yang Allah beri pemahaman dia akan bisa menerapkan dengan benar bagaimana menilai gambar-gambar yang lain dengan kaedah ini.
Demikian, dan saya memohon kepada Allah agar memberikan hidayah dan taufik bagi kita semua agar bisa melakukan hal-hal yang Dia cintai dan Dia ridhai.
(Majmu’ Fatawa wa Rasail 2/271 cetakan tahun 1413 terbitan Darul Wathn format PDF)
Didapatkan sumbernya melalui:
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=135345
Hukum Gambar Karena Darurat
Asy-Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Terkadang mengambil gambar hukumnya wajib, khususnya gambar-gambar yang bergerak (video). Jadi, misalnya kita melihat seseorang berusaha menyembunyikan sebuah kejahatan yang berkaitan dengan hak orang lain, seperti usaha pembunuhan dan yang semisalnya, dan kita tidak bisa memastikannya kecuali dengan gambar, maka hukum gambar ketika itu wajib. Terlebih lagi pada masalah-masalah yang kasusnya benar-benar membutuhkan ketelitian mendalam. Hal ini berdasarkan kaedah yang menyatakan bahwa sarana-sarana itu dihukumi sesuai dengan tujuan. Jika kita menempuh pengambilan gambar ini untuk memastikan identitas seseorang karena dikhawatirkan orang lain yang akan dituduh dengan kejahatan tersebut, maka ini tidak mengapa, bahkan dibutuhkan. Namun jika kita mengambil sebuah gambar dalam rangka menikmatinya, maka ini hukumnya haram tanpa diragukan lagi, wallahu a’lam.” (Asy-Syarhul Mumti’, 2/203 v.pdf)
Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=70274