Membantah Syubhat: Tahdzir Adalah Hak Para Ulama’ Saja [Bag. 1]

bismillahirrohmanirrohim

Membantah Syubhat

Tahdzir Adalah Hak Para Ulama’ Saja [Bag. 1]

Orang-orang yang tidak punya hujjah, ketika mereka tidak mampu membela dan membantah bukti-bukti nyata penyimpangannya yang jelas seperti matahari di siang bolong, mereka berusaha memuaskan para suporternya yang bodoh lagi lemah akalnya dan berusaha menipu orang-orang awam yang sebenarnya ingin mencari dan menempuh jalan yang benar dengan cara-cara kotor, licik, murahan, bersilat lidah serta dengan melemparkan berbagai syubhat-syubhat lemah seperti sarang laba-laba untuk memalingkan dan menghalangi manusia dari jalan yang benar. Walhamdulillah para ulama telah membantah semua syubhat-syubhat itu yang sebenarnya ahlul ahwa’ dan orang-orang yang membela mereka di negeri kita ini secara langsung ataupun tidak hanyalah mencopy paste syubhat-syubhat dari gembong-gembong Hizbiyun di luar negeri sana, seperti Abul Hasan alias Abul Fitan Al-Ma’riby, Ali Hasan Al-Halaby dan terakhir Ibrahim Ar-Ruhaily. Diantara syubhat-syubhat penuh racun mematikan itu -dan akan ada tambahannya insya Allah pada makalah berikutnya yang membantah masalah pertanyaan di alam kubur dan mendudukkan masalah ijtihad sesuai penjelasan para ulama- adalah pernyataan bahwa selain ulama tidak boleh membantah atau mentahdzir orang yang menyelisihi dalil. Berikut ini pedang terhunus dari ulama yang menghujam ke dada siapa saja yang berusaha membela kebatilan dengan syubhat bathil di atas:

Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah ditanya:

Sebagian manusia melampaui batas di dalam membungkam orang-orang yang mentahdzir Mubtadi’ah dan mereka mengatakan: “Ini adalah tugasnya para ulama”. Bagaimana pernyataan semacam ini?

Jawab: Intinya mereka sangat melampaui batas di dalam membungkam penuntut ilmu dengan sekuat-kuatnya. Ucapan ini padanya terdapat teror dan membungkam mulut para pemuda dengan batu untuk menghalangi mereka dari mengatakan kebenaran terhadap ahli bid’ah. Mereka melampaui batas dalam perkara-perkara ini. Dalam masalah-masalah yang tersamar, engkau sebagai penuntut ilmu jangan berbicara padanya tanpa ilmu. Namun di sana ada perkara-perkara yang jelas dan gamblang misalnya kewajiban sholat, kewajiban puasa, kewajiban zakat, kewajiban haji, haramnya istighatsah dan tawassul dengan selain Allah. Perkara-perkara ini perkara jelas, boleh yang berbicara tentangnya seorang ulama, dan juga penuntut ilmu.

Dan di sana terdapat perkara-perkara yang tersamar yang membutuhkan ijtihad, kalau yang ini maka diserahkan pada para ulama. Adapun pada semua perkara maka tidak benar.

Ibnu Bazz, Ibnu Utsaimin, Al-Albani dan para ulama terkenal yang lainnya mereka tidak harus pergi ke Eropa, Amerika, di sana cukup dengan para penuntut ilmu yang berbicara sebatas apa yang mereka ketahui. Adapun masalah-masalah kontemporer maka mereka harus menanyakannya kepada para ulama melalui berbagai sarana di masa ini. Jadi setiap orang menyampaikan sebatas yang dia ketahui. Jika manusia bertanya kepadamu tentang perkara-perkara yang tidak engkau ketahui maka katakanlah: “Demi Allah ini perkaranya tersamar dan membutuhkan ulama yang lebih berilmu dibandingkan diri saya, saya akan bertanya lebih dahulu.”

Adapun perkara-perkara yang jelas maka jelaskanlah dengan syarat engkau mengetahui duduk perkaranya beserta dalil-dalilnya, jangan berbicara dengan kebodohan. Walaupun dalam perkara-perkara yang jelas jika engkau tidak mengetahui dalilnya maka jangan berbicara. Namun jika perkara-perkara tersebut jelas dan engkau mengetahui dalil-dalilnya maka berbicaralah dan jelaskanlah. Di sana terdapat perkara-perkara yang diketahui termasuk dalam dien ini sifatnya darurat yang para penuntut ilmu bisa berbicara tentangnya, misalnya tentang hukum istighatsah dengan selain Allah termasuk perkara-perkara yang jelas.

Allah berfirman:

﴿مَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ﴾

“Dan siapakah yang lebih sesat dari orang yang berdo’a kepada selain Allah yang selain Allah itu tidak akan mampu mengabulkan do’anya hingga hari kiamat, sementara mereka yang dimintai do’a itu tidak menyadari bahwa mereka dimintai do’a oleh mereka.” (QS. Al-Ahqaf: 5)

Firman Allah:

﴿وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ﴾

“Dan janganlah engkau berdo’a kepada selain Allah yang mana selain Allah itu tidak akan bisa memberi manfaat kepadamu dan tidak mampu memberi mudharat kepadamu.” (QS Yunus: 106)

Jika dia mengetahui dalilnya dia harus menjelaskannya. Misalnya dia melihat seorang Syi’ah atau Sufi melakukan thawaf di sebuah kuburan, beristighatsah, menyembelih dan bernadzar. Apakah ketika itu dia akan mengatakan: “Saya tawaqquf untuk menjelaskan kebatilan ini dan mentahdzirnya dan saya akan menunggu sampai salah seorang Kibarul Ulama datang untuk melakukan kewajiban ini?!”

Saya katakan:

Sesungguhnya mereka ingin membungkam para pemuda Salafy secara khusus karena manusia yang paling banyak mengingkari kemungkaran dan menghadang kebatilan adalah para pemuda Salafy. Kalian melihat para politikus bermesraan dengan Rafidhah, Khawarij dan seluruh ahli bid’ah. Mereka tidak ingin engkau melukai perasaan mereka sehingga mereka mendatangkan ucapan semacam ini, seperti mengatakan:

  1. Tidak boleh berbicara semacam ini kecuali para ulama.
  2. Masih anak-anak sudah berani berbicara.
  3. Dia belum bisa membaca Al-Fatihah dengan benar sudah berani bicara.

Mereka berlebihan di dalam menipu para pemuda Salafy. Semua ini mereka lakukan dalam rangka melindungi atau membela ahlul bid’ah dan menghalangi manusia dari jalan Allah serta meneror para pemuda Salafy yang berdakwah ilallah serta beramar ma’ruf dan nahi munkar.

Kami katakan kepada para pemuda Salafy: kalian saudara-saudaraku tercinta, janganlah kalian berbicara tanpa ilmu. Perkara-perkara yang jelas oleh kalian yang kalian mengetahui dalilnya, silahkan kalian berbicara. Sedangkan perkara-perkara yang tersamar, maka tidak boleh bagi kalian untuk berdalam-dalam membicarakannya. Kita katakan hal ini kepada mereka kemudian kita katakan: berdakwahlah ilallah, masing-masing berdakwah sesuai keadaan ilmu yang dia ketahui.

Rasulullah shallallahu alaihi was salam bersabda:

بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً.

“Sampaikan dariku walaupun satu ayat.”

(Sumber: Aunul Bary bi Bayani Ma Tadhammanuhu Syarhus Sunnah lil Imam Al-Barbahary 1/423-424)

Setelah kita mengetahui penjelasan Asy-Syaikh di atas, maka kami katakan: apakah kalian akan menolak kebenaran dengan dalih si penyampai bukan lulusan ma’had, bukan santri, cuma ikut ta’lim mingguan atau ucapan yang semisalnya?!

gb1

Gambar 1. Screenshot jurus berkelit dalam menolak kebenaran setelah tak mampu membantah bukti-bukti nyata kejahatannya. Bukan lulusan pondok pesantren, tidak pernah sekolah di luar negeri, paling banter aktivis kajian mingguan dan daurah.

Bukankah kebenaran itu harus diterima dari siapapun -bukan dalam hal mengambil ilmu- jika dia menyampaikan dengan ilmiah dan bisa dipertanggung jawabkan?!

Rasulullah shallallahu alaihi was salam bersabda:

«لا يدْخُلُ الجنةَ مَنْ كان في قلبه مثقالُ حبَّة من كِبْر»

“Tidak akan masuk syurga siapa saja yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi.”

Maka ada seorang shahabat yang bertanya: “Sesungguhnya seseorang itu menyukai pakaiannya bagus dan sandalnya bagus.”

Maka Rasulullah shallallahu alaihi was salam menjelaskan:

«إنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ: بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ»

“Sesungguhnya Allah indah dan menyukai keindahan, sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim no. 91)

Ini bukan berarti kita merasa paling benar atau paling suci atau meyakini tidak memiliki kesalahan. Kita berlindung kepada Allah dari semua itu. Tetapi hendaklah kalian tunjukkan secara ilmiah di mana letak kesalahannya! Demi Allah kita akan rujuk kepada kebenaran karena keridhaan Allah yang itu merupakan keselamatan dari adzab Allah itu adalah tujuan kita hidup di dunia yang sebentar ini.

gb2

Gambar 2. Screenshot… bagaikan anak kecil yang bermain pisau bedah. Contoh status fb dari orang yang sedang “duduk” di hadapan ulama di Yaman pasca penyebarluasan makalah bara’ah (terhadap gurunya) yang ditulis oleh Al-Akh Abu Kahfy yang secara jujur menegaskan, “Bukan, penulis bukanlah santri atau ustadz, penulis hanyalah seorang pendengar kajian-kajian yang disampaikan astidzah ahlus sunnah.”

Tetapi kalau kalian tidak bisa menunjukkan kesalahan kami secara ilmiah, melainkan hanya dengan tuduhan-tuduhan tanpa bukti yang kalian lemparkan selama ini atau dengan hal-hal yang memalingkan dari substansi masalah yang itu merupakan senjata orang-orang yang tidak punya hujjah, berarti kalian adalah orang-orang yang dusta karena Allah berfirman:

هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ.

“Tunjukkanlah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar!” (QS. Al-Baqarah: 111)

Kami siap menerima kebenaran karena itu adalah perintah Allah. Kemudian karena kami ingin meneladani para ulama yang Ahlus Sunnah semuanya pasti mencintainya dan tidak ada yang membencinya kecuali ahli bid’ah. Dialah Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Qudwah Rabi’ bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah. Beliau inilah yang sering kalian kesankan kepada suporter kalian dari kalangan Hizbiyun atau Mumayyi’un bahwa beliau bersama kalian, padahal kalianlah orang yang paling nampak menyelisihi beliau dalam banyak perkara. Dan kami katakan dengan lantang: tidak ada manfaatnya kalian sekian lama duduk di hadapan para ulama dan mencomot nama mereka jika menyelisihi kebenaran yang mereka tempuh. Ilmu yang kalian dapati hanyalah hujjah yang akan menghantam kalian sendiri.

gb3

Gambar 3. Ketika diposting tanya jawab  dengan Asy-Syaikh Jamal Furaihan hafizhahullah

gb4

Gambar 4. Screenshot trik licik dan bersilat lidah serta lari dari menjawab pertanyaan dengan cara menghina & menjatuhkan mental Ahlussunnah… mungkin ketika itu Anda duduk di bangku kelas 4 SD. Memangnya kenapa? Apakah menjadi jaminan kebenaran tindak tandukmu selama ini dalam memuliakan, memuji dan membela corong-corong Mubtadi’ dan orang yang menyimpang semacam Rodja, Yazid Jawas dan Badrusalam?

Beliau hafizhahullah berkata:

“Apa yang saya tulis tentang Sayyid Quthb dan selainnya jika kalian mendapati saya melakukan kesalahan dan kezhaliman dalam sebuah hal maka demi Allah saya siap untuk menerima nasehat walaupun dari seorang murid di jenjang Tsanawiyah (setingkat SMA) atau Mutawasith (setingkat SMP), dan demi Allah telah datang kepada saya sebuah catatan -mungkin manusia ada yang telah mengetahuinya- melalui telepon yang mengatakan: “Mohon dilihat halaman sekian ada pernyataan demikian dan demikian, apa pernyataan ini benar?” Lalu saya pun melihat di poin tersebut kemudian saya menjawab: “Tidak, ini jelas salah. Jazakallahu khairan. Jika engkau masih mendapati kesalahan semacam ini, kabarkanlah kepadaku wahai anakku!” Kami menginginkan kebenaran dan mencari kebenaran. Demi Allah wahai anak-anakku, kami tidak memerangi seorang pun. Kami tidak menginginkan politik dan tidak pula mengharapkan kekuasaan. Seandainya kami ditawari jabatan, kami tidak akan menerimanya. Kami ingin membela agama ini dan ingin membela manhaj yang benar yang bersumber dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi was salam ini. Yang kami perangi adalah khurafat dan bid’ah-bid’ah. Khurafat politik dan kedustaan-kedustaan politik yang telah menelantarkan para pemuda ummat ini dan menjauhkan mereka dari prinsip al-wala’ wal bara’ karena Allah dan para wali-Nya serta hamba-hamba-Nya yang saleh, dengan menggantinya menjadi al-wala’ wal bara’ karena orang-orang yang suka khurafat dan para ahli bid’ah yang Rafidhah termasuk mereka.” (At-Tahdzir min Al-Fitan, karya Asy-Syaikh Rabi’ bin Hady Al-Madkhaly hal 90-91)

http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=41905

Allahu Akbar. Dan silakan dibandingkan dengan kelakuan HB, JS dan suporternya yang menolak kebenaran serta merendahkan orang-orang yang menyampaikannya ketika tidak mampu menjawab dengan hujjah ilmiah. Ingat; yang terbaik di sisi Allah adalah yang paling bertakwa -semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang bertakwa- bukan yang paling banyak ilmunya, karena takwa itu sendiri dibangun di atas ilmu, namun kenyataannya banyak orang yang berilmu namun menyelisihi ilmu yang dia ketahui sehingga kita kuatirkan keadaannya seperti orang-orang Yahudi yang Allah umpamakan dengan keledai yang mengangkut kertas-kertas yang berisi ilmu yang tidak bisa mengambil manfaat darinya, jika seperti itu apa gunanya ilmu yang banyak wahai orang-orang yang berakal?!

Kita memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu yang nampak maupun yang tersembunyi yang akan menghalangi kita untuk mendapatkan ampunan dan keridhaan-Nya. Allahumma Aamin.

Baca artikel terkait:

Untukmu Yang Mencomot Nama Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed Hafizhahullah

Yahya Al Hajuri Mubtadi’!!!

Ketika Ahlussunnah Dipaksa Jafar Shalih Untuk Memilih..

Bantahan Atas Syubhat: Sururiyyah, Ihya’ Ut Turots Tidak Ditanya di Alam Kubur!

3 thoughts on “Membantah Syubhat: Tahdzir Adalah Hak Para Ulama’ Saja [Bag. 1]

  1. Ikhwna Fillah Dakwah ini Milik Allah Bukan milik Fulan wa Allan,dari dahulu hingga akhir zaman akan senantiasa ada 2 kelompok terkait da’wah,pertama pengusung da’wah ilallah yang di emban oleh orang2 yang Allah pilih dan Allah berikan sikap muru’ah zuhud wara dan Allah anugerahkan sifat Sidq dan amanah juga kelompok kedua pengusung kebatilan dan penentang Al Haq.di antara ciri tipe kedua yang paling nampak dan Allah jelaskan dalam Al Qur’an adalah sifat Al Kibr (Sombong) inilah sifat Iblis La’natulloh ‘Alaih sebagai mana termaktub dalam Surat Al Baqarah ayat 34

    وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

    “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah (sujud dalam rangka penghormatan dan pemuliaan)[1] kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Namun ia enggan dan sombong. Dia termasuk golongan orang-orang yang kafir”
    dan juga dalam hadits dari Shahabat ibnu Mas’ud Radhiallohu ‘anhu di Mana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
    لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ ». قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قَالَ « إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
    “Tidak akan masuk surga orang yang pada hatinya ada secercah kesombongan”. Kemudian salah seorang laki-laki mengatakan, “Sesunggunhnya ada seorang laki-laki yang suka memakai pakaian yang bagus dan sandal yang bagus pula (apakah ini termasuk keseombongan wahai Nabi) ?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan, “Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Indah dan Dia menyukai keindahan, (yang dimaksud dengan sombong adalah) menolak kebenaran dan merendahkan manusia”(HR Muslim)

    itulah gambaran sifat iblis dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah ‘alaihi sholatu wa Sallam,kalau kita mau jujur dan juga membuka mata dan berusaha memahami tulisan2 yang terkait dengan tindak tanduk 2 facebooker ini maka akan kita dapati sifat kibr ada pada mereka Ja’far Shalih dan Hanan Bahanan dan juga yang setipe dengan nya adalah tipe manusia yang memiliki sifat kibr.Iqomatul Hujjah atas mereka tentang kehizbian Rodja sebagai mana fatwa Al Allamah Asy Syaikh Rabi’ dan Syaikh Ubaid Hafizhahumullah dia tentang bahkan yang ada mengambil sikap sebaliknya memuji dan mentazkiah umat untu mendengarkannya,Fatwa Masyaikh tentang Hizbi nya Firanda sebagai mana di kabarkan oleh Ustadzuna Abu Karimah Asykari tentang Jarh Asy Syaikh Abdullah Al Bukhari terhadap firanda Khobits,kadzdzab dajjal dia mentahkan dengan menta’dil firanda dan mentazkiyah nya sebagai da’i salafy inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
    inilah bentuk penolakan mereka atas alhaq yang di suarakan Masyaikh terhadap sarana dan tokoh hizbiyyah Rodja dan para pengisinya,ingatlah ya Ja’far menolak Al Haq adalah sifat nya Iblis bebaskanlah dirimu dari perangai buruk ini.
    adapun sifat iblis yang di jelaskan pada hadits dan ayat di atas adalah ghomthun Naas (Merendahkan Manusia) ini pun nampak tidak samar lagi ada pada ja’far Shalih,Hanan Bahanan dan juga seorang yang bernama wira bahrun yang katanya lagi belajar di majlis ulama.ucapan hanan (‘tidak mondok dst..dst………….) adalah bentuk pelecehan yang terucap tidak lain karena ingin merendahkan orang lain.

    Ikhwana Fillah berdo’a dan berdo’a untuk meminta keselamatan Aqidah dan manhaj di tengah derasnya gelombang pitnah syubhat dan syahwat adalah sudah menjadi kwajiban kita semua dan kita pun berdo’a agar di jauhkan dari sikap kibr yang menjadi pakaian iblis dan bala tentaranya dari golongan jin dan manusia Na’udzubillahi min dzalik

  2. Meluruskan Syubhat (Yang Bertameng Dengan Kaidah Umum) Tidak Boleh Ada Pengingkaran Dalam Masalah Ijtihadiyah
    Telah menjadi kebiasaan Ahlul Ahwa’ untuk melemparkan syubuhat ke tengah-tengah kaum muslimin dengan bertamengkan kaidah-kaidah umum untuk membela dan melindungi orang-orang sesat dan menyimpang yang telah diuraikan, dibantah dan dijelaskan bukti-bukti riil penyimpangan dan kesesatannya oleh para ulama. Tentu saja mereka memiliki pendahulu dalam masalah semacam ini sebagaimana mereka memiliki pendahulu ketika melempar syubhat sesat “…tidak akan ditanyakan di alam kubur kecuali tiga perkara saja”.

    Juga syubhat: “Perbedaan kita di dalam menilai orang lain janganlah menjadikan perselisihan di antara kita.”

    Bukankah pada makalah yang telah lalu kita semua telah diperingatkan oleh Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alusy Syaikh حفظه الله dengan pernyataan beliau:
    فينبغي لطالب العلم أن ينتبه من كلمة حق أريد بها باطل , بل ينبغي لطالب العلم أن ينتبه من كلمة حق أريدبها حق لكلمة ليست في محلها, فقد تكون الكلمة حقاوالشجص يريد حقا, لكن المقام ليس هو المقام المشر وع.
    “Maka seyogyanya bagi para penuntut ilmu untuk mewaspadai “kalimat yang benar tetapi ditujukan untuk mendukung kebatilan.” Bahkan seyogyanya bagi penuntut ilmu untuk mewaspadai kalimat yang benar untuk mendukung kebenaran tetapi kalimat tersebut bukan pada tempatnya. Kadang-kadang kalimat itu adalah benar. Orangnya menginginkan kebenaran. Tetapi tempatnya bukan tempat yang disyariatkan.” (Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah: 311).
    Benarkah tidak boleh ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyah?

    Berikut penjelasan Al-Ustadz Usamah hafizhahullah:
    http://goo.gl/81DPX

  3. Syekh Jamal menilai ucapan itu ucapan bathil tapi JS masih terus membela-bela ucapan “cerdas”nya. Para ikhwan tinggal pilih mau ucapan JS atau Syekh?
    Ucapan dia ‘….cerdas’. Dengan maksud yang dia sampaikan yaitu memanfaatkan kekuatan lawan untuk menyerangnya. Tapi siapa pendahulunya? Tidak satupun ulama bilang begitu baik terhadap dana IT atau dana lain dari Ahlul Bid’ah dulu maupun sekarang. Adakah IT setolol itu, memberikan pedangnya, mengACC proposal dananya dan menggelontor mereka dengan dinarnya kepada siapa saja yang memusuhinya agar mereka bisa beramai-ramai menelanjangi kesesatannya, membunuh dengan menghujamkan pedangnya pada IT? Yang ada, ulama justru mentahdzir mereka dan mengatakan jangan sampai Ahlul Bid’ah menanam jasa terhadap kita!! Tidk menganjurkan sama sekali untuk ambil dana mereka karena mereka lebih memilih selamatnya diennya dan penyelamatan terhadap umat. Terus yang cerdas JS atau ulama..??
    Kalau menghukumi person yang ta’awun, membela, menghasung mengambil dana IT, mempropagandakan IT (walaupun telah dijelaskan oleh ulama bukti-bukti kesesatannya) sebagai hizbi harus hati-hati, apalagi menghukumi mereka sebagai Salafy bukankah harus lebih hati hati karena kata Al-Imam Barbahari tidak dikatakan orang sebagai Ahlussunnah sampai terkumpul padanya seluruh pokok pokok ajaran ahlussunnah.
    Dan asalnya yang bergaul dengan mubtadi’ ya juga mubtadi’.
    Tidak sekedar menilai fulan Salafy hanya dari meletakkan telinganya untuk mendengan kajiannya, memasang matanya untuk menyaksikan TVnya, membaca bukunya tanpa melihat pergaulannya. Safar Hawaly juga mengajarkan Aqidah Thohawiyah lho, apa JS lupa dengan penjelasan Syaikh Robi’ ketika membantah syubhat semacam ini?
    Adapun menjadikan perbuatan Syekh Alu Syaikh mempersilahkan Syekh Jibrin sebagai hujjah. Menurut JS apakah ini benar sementara Syekh Jibrin menurut dia sdh ditabdi’ oleh Syekh An Najmi..toh Syekh Alu Syaikh kan tidak maksum bisa saja salah. Apa menurut JS perbuatan beliau benar atau sekadar sebagai pembenaran hawa nafsunya (masih ingat dengan prinsip JS bahwa mencari kebenaran dan mencari pembenaran hanya beda-beda tipis)??
    Atau JS membawakan contoh sikap Syekh Alu Syaikh sebagai helah baginya untuk membatalkan tahdziran Syekh An Najmi (dan masyaekh lainnya) terhadap kesesatan Syekh Jibrin agar dirinya bisa melindungi dan membatalkan bukti-bukti penyimpangannya yang dijelaskan dan dituliskan oleh para ulama Ahlussunnah dengan berkedok sebagai masalah ijtihadi yang padanya terdapat perbedaan pendapat sehingga harus saling berlapang dada untuk tidak boleh memaksakan kehendaknya? Jika setiap persoalan yang padanya terdapat khilaf (ijtihadiyah) dia tetapkan harus tasamuh dan tawaquf, dan bahkan (sebenarnya) sebagai kedok untuk membatalkan jarh (baca:menta’dil, membela dan melindungi orang-orang sesat, pendusta dlsb) maka apalagi faedahnya para ulama menuliskan berbagai kitab ilmiyah yang memenuhi kolong langit ini dari deretan nama-nama para pemalsu hadits, para dajjal dan pendusta, Nabi palsu, Rafidhah, inkarus Sunnah, Mu’tazilah, orang sesat lagi menyimpang (toh kalau dicari ada saja yang menta’dil mereka, membela, membawakan riwayat mereka, dan bahkan menjadi pengikut setia mereka sampai mati sehingga dengannya dapat dijadikan sebagai alasan oleh Ahlul Ahwa’ wal Bida’ untuk melarikan dan menjadikannya sebagai masalah ijtihadiyah semata karena ada beda pendapat- padahal telah nyata bukti dan dalil-dalil kebatilannya yang menyelisihi Al-Haq). Idza ja’al atsar batholan nazhor. Jika telah datang dalil batallah pendapat. Dan demikianlah sikap para a’immah, hasungan mereka agar melemparkan pendapat mereka jika nyata-nyata menyelisihi dalil kebenaran dan bukanlah berdalih dengan kaidah-kaidah umum (yang maknanya bisa bersayap) semata karena adanya beda pendapat. Jika tidak demikian, tentulah tidak ada faedahnya inkarul munkar karena toh ada juga para penghasung dan pembela kemunkaran!!! Dan bukankah ini adalah perbedaan pendapat wahai JS?!! Maka ini semua merupakan upaya untuk menjatuhkan dan merobohkan pilar-pilar agung dienul Islam, yakni membungkam Ahlussunnah agar diam dan menoleransi para penyeru kesesatan dan hidup berdampingan dengan para Mubtadi’ah! Jahatnya, orang semacam ini tak segan mencomot pernyataan Syekh Wushabi untuk mendukung hawa nafsunya ketika beliau menolak jarh (baca: ijtihad bathil) Al Hajuri Al Mubtadi’ terkait penghizbiannya terhadap Syekh Abdurrahman, yang jarh ini ditolak keras oleh para Masyaekh Ahlussunnah di Yaman dan Saudi. Anehnya, si Jakfar Soleh tidak menampilkan jarh Syekh Wushobi terhadap Yahya Al-Hajuri sebagai Mubtadi’ yang membawa bid’ah yang banyak! Apakah kamu takut ketahuan wahai Jakfar Soleh (bahwa hingar bingarmu dalam mengusung bendera Fulan Salafi Fulan Hizbi adalah Ijtihadi) bahwa kamupun tidak menerima jarh beliau thd Al-Hajuri sebagai Mubtadi’?!! Tukang jidal semacam ini wahai saudaraku sekalian, akan sulit mengambil manfaat dari tulisan dan bukti-bukti kejahatan para pembesar penyesat umat karena akan dengan mudahnya dia berhelah dan menolak bukti-bukti ilmiyah tersebut dengan alasan bahwa itu semua adalah masalah ijtihadi. Allahul musta’an. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita semua dari kejahatan dan makar orang-orang semacam ini atau Allah mengistirahatkan kita dari gangguannya, amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *