Menghancurkan Benteng Reot Lagi Rapuh dari Para Pembela Al Imam & Watsiqah Kufurnya Bersama Pemberontak Najis Khawarij Hutsiyun Rafidhah Yaman (3) – (Bantahan Terhadap Nuruddin As Suda’iy)

Bismillahirrohmanirrohim. o

MENGHANCURKAN BENTENG REOT LAGI RAPUH DARI PARA PEMBELA AL IMAM 3

MENGHANCURKAN BENTENG REOT LAGI RAPUH DARI PARA PEMBELA AL IMAM & WATSIQAH KUFURNYA BERSAMA PEMBERONTAK NAJIS KHAWARIJ HUTSIYUN RAFIDHAH YAMAN (3)

(BANTAHAN TERHADAP NURUDDIN AS-SUDA’IY)

BAGIAN KETIGA

Asy-Syaikh Abu Ammar Ali Al-Hudzaify hafizhahullah

Bantahan kelima:

Nuruddin berkata:

syubhat 01

قال الأخ علي الحذيفي في ملزمته: “محمد الإمام يزور عدن وغيرها ويحاضر في المساجد، وربما سُئل عن بعض الأشخاص فيقول: “أقبل على نفسك وانظر في عيوبك ودعك من الآخرين ويكرر هذا في محاضراته، ويعنف الإخوة الذين ينشغلون بهذا.

أقول: قد كفانا الأخ علي الحذيفي مؤنة الرد عليه؛ فقد صرح في آخر كلامه أن الشيخ الإمام يعنف الإخوة الذين ينشغلون بهذا، فالشيخ الإمام لا يعنف كل من قام بالرد على المبتدعة ولا يزهد في الردود العلمية إنما يعنف من انشغل بهذا الأمر عن طلب العلم وبالأخص ممن ليس له بأهل؛ فإن هذا الصنف يفسد أكثر مما يصلح، ولنا في فتنة الحجوري عبرة. كيف يزهد في الردود العلمية، وكتبه مليئة بالردود على أهل البدع والأهواء.

 

“Al-Akh Ali Al-Hudzaify berkata dalam malzamahnya: “Muhammad Al-Imam mengunjungi Aden dan tempat lain serta menyampaikan ceramah di beberapa masjid, dan terkadang dia ditanya tentang keadaan orang-orang tertentu, lalu dia menjawab: ‘Urusilah dirimu sendiri dan periksalah aib-aibmu dan jangan urusi orang lain!’ Hal ini dia ulang-ulang di ceramah-ceramahnya, dan dia bersikap keras kepada ikhwah yang menyibukkan diri dengan perkara ini.”

Saya (Nuruddin) katakan:

Al-Akh Ali Al-Hudzaify telah mencukupi kita untuk membantah dirinya, karena di akhir ucapannya dia menegaskan bahwa Asy-Syaikh Al-Imam bersikap keras kepada ikhwah yang menyibukkan diri dengan perkara ini. Padahal Asy-Syaikh Al-Imam tidak bersikap keras kepada semua orang yang membantah para mubtadi’ dan juga tidak meremehkan bantahan-bantahan ilmiyah, beliau hanya bersikap keras kepada orang yang tersibukkan dengan perkara ini sehingga melalaikan dari menuntut ilmu, terlebih lagi bagi seseorang yang tidak memikili kemampuan yang mapan, karena sesungguhnya jenis ini lebih banyak merusaknya dibandingkan memperbaiki, dan kita telah mendapatkan pelajaran berharga pada fitnah Al-Hajury. Bagaimana beliau dikatakan meremehkan bantahan-bantahan ilmiyah, sementara kitab-kitab beliau penuh dengan bantahan-bantahan terhadap ahli bid’ah dan para pengekor hawa nafsu.”

Saya (Asy-Syaikh Ali Al-Hudzaify) katakan:

Saya tidak tahu bagaimana caramu memahami?!

Saya buatkan permisalan bagimu agar engkau bisa memahami maksud ucapan saya:

Ketika ada salah seorang bertanya kepada saya tentang orang semacam Muhammad Al-Ghazaly yang merupakan salah seorang tokoh Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam sebuah ceramah umum, maka saya akan menjelaskan keadaannya. Jika saya tidak mampu melakukannya maka saya akan diam dan meninggalkan pertanyaan tersebut.

Adapun dengan saya menjawab dengan ucapan:

“Wahai penanya, uruslah dirimu sendiri dan jangan urusi orang lain dan jangan menyibukkan diri dengan urusan orang lain!” Lalu saya mengulang-ulang ucapan semacam ini di beberapa ceramah, maka semacam ini merupakan sikap main-main, lari menghindar, dan tidak merasa puas dengan manhaj Ahlus Sunnah, wahai Nuruddin!

Sedangkan perkataan saya:

“Siapa yang menyibukkan diri dengan perkara ini.” Maksudnya: orang yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini, dan maksudnya bukan orang yang menyibukkan diri mereka sehingga melalaikan menuntut ilmu, karena itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya umum di ceramah umum. Apalagi jawaban-jawaban semacam ini muncul ketika dia (Muhammad Al-Imam) terpengaruh dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun dan mengunjungi Universitas Al-Imam (milik Abdul Majid Az-Zindany –pent).

Hizbiyun Sururiyun Ikhwaniyun memuliakan Az Zindani

Gambar Hizbiyun Sururiyun Ikhwaniyun memuliakan Az Zindani, Muhammad Al Imampun juga memuliakannya

Adapun berkaitan dengan ucapanmu:

syubhat 02

“Bagaimana beliau dikatakan meremehkan bantahan-bantahan ilmiyah, sementara kitab-kitab beliau penuh dengan bantahan-bantahan terhadap ahli bid’ah dan para pengekor hawa nafsu.”

Maka saya katakan:

Pertama:

Tinggalkan sikap berlebihan dan takutlah kepada Allah serta jangan bersikap basa-basi dengan mengorbankan agamamu, wahai Nuruddin!

Kedua:

Dahulu Abul Hasan juga memiliki kitab-kitab dan fatwa-fatwa yang berisi bantahan terhadap hizbiyun, bahkan dia juga memiliki pelajaran setiap hari tentang manhaj yang padanya dia menjelaskan kesesatan kelompok-kelompok yang ada, maka apakah itu semua bermanfaat baginya?!

Ketiga:

Ketahuilah bahwasanya sebagian kelompok yang merupakan pecahan dari Al-Ikhwan Al-Muslimun ada yang membantah Al-Ikhwan Al-Muslimun sendiri dan mengritiknya pada beberapa sisi, bahkan terkadang dengan menulis beberapa perkara-perkara yang mereka anggap menyimpang yang ada pada Al-Ikhwan Al-Muslimun, seperti Sururiyah dan Ihya’ut Turats dan yang lainnya.

Maka apakah hal semacam ini bisa menetapkan berlepas dirinya mereka dari Al-Ikhwan Al-Muslimun?!

Bantahan keenam

Nuruddin menyebutkan perkataan guru kami Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah yang mengandung pernyataan agar tidak menyibukkan diri dengan kitab-kitab bantahan, dan dia juga mengisyaratkan kepada perkataan dari selain beliau, dan dia mensifati bahwa itu merupakan celaan dan teguran keras terhadap siapa saja yang menjadikan kesibukannya dengan bantahan-bantahan.

Saya katakan:

Apakah mungkin seseorang akan meragukan seorang imam dakwah semisal Asy-Syaikh Muqbil bin Hady Al-Wadi’iy yang manusia telah mengetahui kedudukan beliau dalam membela As-Sunnah dan berani dengan terang-terangan menyampaikan kebenaran serta memerangi hizbiyun dengan keras, dan juga beliau terkadang menyebutkan tokoh-tokoh hizbiyah kepada anak-anak kecil secara berulang-ulang agar mereka menghafalnya sehingga beliau pun mendengar celaan dari anak-anak tersebut terhadap hizbiyah dan hizbiyun?!

Apakah engkau ingin membandingkan guru kami Asy-Syaikh Muqbil dengan seseorang yang menganggap bahwa celaan terhadap Hasan Al-Banna termasuk ghibah dan ketika dia mendengar perkataan salah seorang ulama yang menjelaskan berbagai kesesatan Hasan Al-Banna maka dia memotongnya dengan mengatakan:

“Dia (Hasan Al-Banna) telah mencapai derajat yang telah dia perjuangkan.”

Apakah engkau juga ingin membandingkan perkataan guru kami dengan seseorang yang mengatakannya di waktu dia mengunjungi Universitas Al-Iman?! Apakah engkau tidak memiliki akal, wahai Nuruddin?!

Jadi larangan dari menyibukkan diri dengan bantahan-bantahan yang dikatakan oleh 2 orang tersebut, berbeda antara yang satu dengan yang lain, sebagaimana berbedanya ungkapan pensucian sifat-sifat Allah yang dilakukan oleh orang-orang yang menetapkannya dengan orang-orang yang menafikannya.

Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dahulu mengatakan: “Janganlah kalian menyibukkan diri kalian untuk mengurusi mereka (hizbiyun), saya sudah mencukupi kalian wahai anak-anakku!”

Jadi beliau sendirilah yang bangkit menjelaskan kepada manusia keadaan ahli bid’ah dan orang-orang sesat di setiap waktu, bahkan walaupun di bulan Ramadhan. Beliau sering mengulang-ulangnya sebagimana hal itu diketahui oleh siapa saja yang tinggal di markiz beliau. Adapun beliau melarang mereka dari menyibukkan diri dengan perkara-perkara ini agar para pemuda menggunakan waktu mereka secara maksimal dan mempelajari ilmu yang bermanfaat dan kembali ke negeri mereka untuk mengajari manusia.

Adapun kalian maka kalian mengatakan: “Janganlah menyibukkan diri kalian!” Sementara seorang penuntut ilmu tidak menjumpai dari kalian bantahan-bantahan seperti yang dahulu biasa dilakukan oleh guru kami.

Bahkan terkadang ketika ada seorang penuntut ilmu datang berkunjung ke salah satu markiz, lalu di rumah salah seorang ikhwah dia menjelaskan kesesatan Ali Al-Halaby dan Ibrahim Ar-Ruhaily, maka bangkitlah para pemuda kalian melarang dari membicarakan kesesatan kedua orang tersebut. Hal itu terjadi karena mereka sama sekali belum pernah mendengar hal itu dan mereka tidak mengetahui apa masalah yang menyebabkan munculnya perselisihan dengan keduanya.

Jadi menyamakan antara dua jenis yang berbeda ini merupakan kezhaliman.

Bantahan ketujuh:

Nuruddin mengatakan:

syubhat 03

أما زعمُ الحذيفي أن الشيخ الإمام يكرر هذا في محاضراته فهذه دعوى تفتقر إلى الدليل والبرهان.

 

“Adapun klaim Al-Hudzaify bahwa Asy-Syaikh Al-Imam mengulang-ulang hal ini pada ceramah-ceramahnya, maka ini merupakan tuduhan yang membutuhkan dalil dan bukti.”

Saya katakan:

ENGKAU DAHULU MASIH ANAK KECIL WAHAI NURUDDIN, SEDANGKAN KAMI SEMASA DENGAN PERISTIWA ITU DI ADEN DAN PARA IKHWAH SENIOR YANG KAMI KENAL MENYAKSIKANNYA LANGSUNG, MAKA APA DOSA SAYA?!

Apakah wajib atas kami untuk merekam suara Muhammad Al-Imam agar Fadhilah (yang mulia) Nuruddin merasa puas?!

Tidakkah engkau mengetahui bahwa (dalam ilmu musthalah hadits) sesuatu yang sifatnya menetapkan didahulukan atas sesuatu yang sifatnya menafikan, dan dalam masalah di sini orang-orang tua lebih didahulukan atas anak-anak muda?! Maka apakah seseorang yang menghargai akalnya tidak mengetahui hal semacam ini?!

BERSAMBUNG INSYA ALLAH

Ditulis oleh:

Abu Ammar Ali Al-Hudzaify hafizhahullah

Sabtu, 14 Shafar 1436 H bertepatan dengan 6 Desember 1436 H

Aden – Yaman

Sumber:

http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=149051

Artikel terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *