Tahdzir Syaikh Ubaid Al-Jabiry hafizhahullah
Terhadap Muhammad Al-Imam dan Abdurrahman Al-Mar’ie
بسم الله والحمد لله وصلی الله علی نبينا محمد وعلی آله وأصحابه أجمعين.
Berdasarkan apa yang saya simpulkan dari hasil penelaahan terhadap keadaan Muhammad Al-Imam dan terusnya dia dalam menyetujui surat perjanjian damai yang telah kita ketahui. Dan diantara bukti-bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah:
Khutbah ‘ied yang dia sampaikan, di mana dia terang terangan menyatakan bahwasanya tidak ada seorang pun yang memaksanya.
Demikian pula ketika sekembalinya dia dari berziarah kepada sebagian masyayikh, adapun aku sendiri, maka aku haramkan rumahku untuknya dan orang-orang yang semisal dengannya, dan hal ini telah ma’ruf diketahui, dia mengatakan bahwa dia tidaklah datang kecuali untuk haji, dan “adapun tentang perkaraku itu maka tidak ada satupun yang memaksaku.”
Maka aku katakan kepada orang-orang yang tinggal di Markiz Ma’bar: “Larilah kalian ke tempat yang kalian merasa aman!“
Dan saya telah memegang bukti bahwa Muhammad Al-Imam ini telah mengumpulkan orang-orang yang berperang di Front Kitaf dan menyampaikan kepada mereka bahwa kelompok Hutsy menuntut dia agar menyerahkan mereka. Maka dia jujur dalam hal ini, walaupun dia adalah seorang pendusta.
Akan tetapi aku berpesan kepada siapa saja yang belum didapati oleh Hutsiyun agar mereka lari, karena orang ini tidak pantas untuk berdakwah. Jadi siapa saja yang keadaannya seperti ini maka tidak bisa diharapkan kebaikan darinya untuk dakwah.
Yang kedua: berkenaan dengan al-akh ‘Abdurrahman bin Umar Mar’i, dia tidak layak untuk dakwah, minimalnya yang bisa dikatakan tentangnya adalah sesungguhnya dia itu mughaffal (dungu), berdasarkan beberapa kalimat yang aku dengar darinya. Di antara kalimatnya adalah ucapannya tentang surat perjanjian jahat, penuh kekafiran dan kezhaliman yang telah ditandatangani oleh Muhammad bin Abdillah, yang berasal dari Raimah kemudian pindah ke Ma’bar, yang dijuluki dengan Al-Imam. Dia mengatakan tentang watsiqah tersebut, yang aku maksud di sini adalah Abdurrahman, dia mengatakan yang bathil dalam menilai surat perjanjian tersebut.
Maka aku katakan bahwa orang yang mengatakan seperti itu -sebagaimana yang telah aku sebutkan- minimalnya yang bisa dikatakan tentangnya adalah bahwasannya dia itu mughaffal (dungu), dan seorang yang dungu tidak pantas untuk dakwah dan tidak pantas untuk mengajar selamanya, yang lebih baik baginya adalah dia shalat bersama kaum Muslimin, yaitu: menghadiri shalat Jum’at dan shalat jamaah bersama kaum Muslimin.
Didiktekan oleh Ubaid bin Abdillah bin Sulaiman Al-Jabiry, selepas Isya’, pada hari Rabu, 12 Muharram 1436 H.
وصلی الله علی نبينا محمد وعلی آله وصحبه أجمعين.
Ditranskrip oleh:
Abul Bara’ Al-Khamsy
Simak audionya:
atau download di sini atau di sini
Catatan Merah:
Bukti pernyataan tegas Al Imam bahwa perjanjian kufur dengan rafidhah yang ditandatanganinya dalam keadaan TIDAK TERPAKSA ( yang diberikan UDZUR TERBALIK oleh Masyaikh Yaman sebagai TERPAKSA – seperti yang ditegaskan oleh Syaikh Utsman As Salimi) adalah ucapannya dalam Khutbah Ied:
»»» “Padanya Terdapat Penjelasan Kenapa Menandatangi Dokumen Perjanjian Perdamaian Antara Kami (Asy-Syaikh Al-Imam, Pen) Dengan Hutsiyyin (Para Syi’ah Rafidhah Di Yaman)” «««
—————————–
“Hendaknya kita saling menolong untuk melenyapkan fitnah-fitnah yang telah menjadi sangat genting dan telah mencabik-cabik, menghancurkan, dan menyambar siapa saja. Dan hendaknya kita saling menolong untuk melenyapkan berbagai makar dan konspirasi yang telah direncanakan di malam hari.
Dan telah terjadi kesepakatan antara saya dan Sayyid Abdul Malik Al-Hutsy untuk menandatangani surat perjanjian damai. Dan perjanjian ini yang mendorong kami untuk melakukannya adalah untuk menjaga Islam, terjaganya kehormatan, menjaga agar darah tidak tertumpah, dan melindungi harta.
Jadi perjanjian yang berlangsung ini –sebagaimana yang kalian dengar– demi berbagai maslahat yang besar dan berbagai manfaat yang banyak bagi hamba-hamba Allah dan negeri ini (Yaman), bihamdillahi rabbil alamin.
KETAHUILAH, SESUNGGUHNYA URUSAN SAYA MASIH BERADA DI TANGAN SAYA BIHAMDILLAH.
JADI TIDAK ADA SEORANGPUN YANG BISA MEMAKSA SAYA, kecuali dengan kebenaran.
Dan kapan saja kebenaran datang, maka kita semua tunduk di bawah kebenaran.
Kita semua berada di bawah kebenaran. Kita semua adalah hamba Allah dan kita bukan budak bagi seorang pun.
Jadi apa yang kita lakukan tidak ada tujuannya selain UNTUK MENEGAKKAN AGAMA KITA, memperbaiki urusan dunia kita.
UNTUK MENEGAKKAN AGAMA KITA dan untuk memperbaiki urusan dunia kita.”
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.