Sejarah MLM dan Kondisi Terakhir “Taubatnya” Dzulqarnain

Bismillahirrohmanirrohim. o

Sejarah MLM dan Kondisi Terakhir Taubatnya Dzulqarnain

SEJARAH MLM & KONDISI TERAKHIR “TAUBATNYA” DZULQARNAIN

Al Ustadz Muhammad Afifuddin As Sidawi Hafizhahullah

Terkait dengan masalah MLM, sesungguhnya ini terkait dengan masalahnya Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi al Makasari. Baarokallohu fiikum.

Turun tahdzir dari Syaikh Rabi’ bin Hadi al Madkhali hafidhohullohu ta’alaa wa ro’ah, — DAN SAYA INGATKAN, ITU BUKAN DARI KITA (ASATIDZAH, red), tapi itu beliau mengeluarkan kalimat tahdzir setelah mendengarkan dan jalsah dengan tiga Syaikh, Syaikh Hani bin Buraik, Syaikh Muhammad bin Ghalib, Syaikh Arafat al Muhammadi. —.

Majelis di rumah beliau pada waktu itu, mereka menjelaskan apa yang mereka tahu terkait dengan dakwah salafiyah di Indonesia — DAN SYAIKH RABI’ ORANG YANG PALING MENGERTI, dari mulai awal dakwah sampai sekarang, beliau yang mendapatkan laporan, baarokalloohu fiikum. Sampai terkait dengan masalah jihad, jihadnya antum ini, beliau yang membubarkan. —. Tahu betul siapa antum yaa ikhwan. Sampaikan, masuk pada pembahasan Dzulqarnain, baru beliau bicara. “HAADZA MAKIR ! HAADZA LA’AAB, MUTALAWWIN, LA’AAB, MAKIR, YAMSYI ‘ALA THORIQOTIL HALABY FIL MAKR !”

“Ini orang la’aab, main – main, mutalawwin, warna – warni, makir ahli makar, dia berjalan di atas caranya Ali Hasan Al Halaby dalam perkara makar”

INI JARAH SYADID ! JARAH SYADID, YAA IKHWAN. Baarokallohu fiikum.

Ini ditulis dengan tulisan tangan — hitam di atas putih — oleh Syaikh Hani bin Buraik, diserahkan dikirimkan kepada ustadz Qomar Suaidi. Dan diminta untuk disebarkan. Begitu dapat ini, yang pertama kali mendapatkan informasi adalah orang – orang tertentu dari kalangan para asatidzah.

Kalau bicara masalah ee perang gitu ya, itu ada ring satu, ring dua, ring tiga, haa kadza yaa ikhwan. Ini disampaikan untuk para ustadz ring satu. Gitu ya ikhwan yaa … Disampaikan kepada mereka semua.

Loh, gimana ini ? Sebarkan, ndak, sebarkan, ndak. (Padahal, red) Fatwa Syaikh, sebarkan ! Kita masih ragu – ragu. Pertimbangan maslahat madhorot, maslahat madhorot, ya apa sebarkan, gimana, gimana, gimana. Sampai tertahan kurang lebih dua bulan. Dua bulan yaa ikhwan, kurang lebih.

Kalau seandainya kita ini orang – orang yang tujuannya adalah memberangus orangnya — haa kadza —, itu tidak usah nunggu dua bulan. Langsung aja, nih ! (Tetapi, red) Kita ndak. Pertimbangan maslahat dan madhorot.

Sampai ketika itu — seingat saya ada pertemuan asatidzah di Temanggung, saya gak ikut ketika itu baarokallohu fiikum — eee ustadz Askari membawakan sebuah khobar dari Syaikh Muhammad bin Ghalib terkait dengan Dzulqarnain. Atau ucapan, tetapi tidak lengkap. Dikiranya para ustadz belum paham. Ketawa – ketawa saja itu — khobar yang sampai pada saya — pada ketawa – ketawa saja. Ustadz Askari menyampaikan sepenggal. Yang lainnya pada senyum – senyum sendiri yaa ikhwan. Terus, terus, terus, terus, terus, digitukan … Bingung dia. Terus, haa kadza yaa Askari. Langsung digitukan, nih, nih, nih, nih ! Bingung dia. “Kok ngerti ?” (tanya ustadz Askari, red).

(Asatidzah lain, red), “Ya sudah duluan dapat”. Nih, ditunjukkan itunya.

Terus gimana ini ? Terus dirapatkan, “ya apa ? Disebarkan apa ndak ini ?”. (Maka, red) Dihubungi Syaikh Hani bin Buraik.

“Yaa Syaikh ya apa ini mau disebarkan ?”

Marah beliaunya. “Ana sudah bilang dari awal, sebarkan ! Sebarkan ! Kalau perlu sebarkan di majalah – majalah kalian ! Sebarkan ! Antum ini dingin kata Syaikh ! ‘indakum buruuda, antum ini dingin ! Ndak langsung begitu.”

“Pertimbangannya yaa Syaikh begini ini ini”, (kata asatidzah, red)

“Sebarkan !” (kata Syaikh Hani, red). Yaa ….disebarkan.

Ssseettt, sebaarrr ! Begitu menyebar langsung DHAAAARRRRRRRR !! Kaya ada gempa bumi di Indonesia ini yaa ikhwan. Baarokalloohu fiikum, menggelegar ! Baarokallohu fiikum.

Waah, sudah pro dan kontra. Yang kontra macam – macam komentarnya, “Ee, mereka itu tidak ada upaya ta’anni, tidak menasehati dulu ustadz Dzulqarnain-nya”, dan segala macam “langsung sebarkan saja”. Wuh, macam – macam yaa ikhwan. Padahal kalau seandainya ini tahdzir mereka yang dapat — mentahdzir ustadz fulan — langsung (disebarkan, red) ! Gak pakai pertimbangan maslahat dan madhorot. Ndak ada sejarahnya menasehati itu, ndak ada ! Macam – macam (komentar yang kontra, red). Kholas, tersebar …. Sudah macam – macam. Dakwah, berkecamuk ! Riuh ! Di dunia persilatan dakwah Salafiyah di Indonesia ini. Baarokalloohu fiikum.

Ndak lama, muncul bayan. Tahu bayan ? Surat penjelasan dari Dzulqarnain Sanusi. Disampaikan kepada Syaikh Rabi’ maunya yaa ikhwan. Awal – awalnya bagus — masya Alloh —, saya baca dari awal sampai akhir bayan tadi itu yaa ikhwan. Menjelaskan bahwasanya kita mendengar apa yang disampaikan Syaikh Rabi’, kita menginginkan al haq, al haq adalah tujuan kami dan segala macam, kami siap ditegur, kami siap menemui Syaikh Rabi. Wah, bagus yaa ikhwan. Di tengah – tengahnya, nuduh. Menuduh bahwasanya mereka – mereka — para ustadz yaa ikhwan — menyampaikan khobar dusta kepada Syaikh Rabi’ bin Hadi, mengatakan begini, begini, begini, wahh …

“Lho ?”, saya baca, “Leh, katanya kepingin klarifikasi kok kamaa haadza ?!”. Nantang !

Menuduh, menyampaikan berita dusta. Ini ada dua kemungkinan, imma menuduh tiga Syaikh tadi — Syaikh Hani, Syaikh bin Ghalib, Syaikh Arafat — wa imma nuduh kita – kita para asatidzah. Wa qilahuma (murr), dua – duanya pahit. Baarokallohu fiikum. Dikarenakan bukan kita yang bergerak, mereka yang bergerak. DAN SEAKAN – AKAN SYAIKH RABI’ BIN HADI ITU GAMPANG DISETIR OLEH PARA USTADZ ! Gitu ya ikhwan.

Di akhirnya nantang, nanti akan dipertanggungjawabkan di hadapan Alloh ‘Azza wa Jalla. Banyak komentarnya para ustadz. Ada yang mengatakan, “Bukti kesekian kalinya la’abnya dia, makarnya dia ! Kalau bayan, bayan aja. Gak usah pakai nantang – nantang.” Baarokallohu fiikum.

Al muhim datang ke sana, berangkat ke Syaikh Rabi’ bin Hadi. Ditunggu (surat tobatnya, red). Lamaaaa, ndak muncul – muncul, ke mana ? Katanya mau tobat dan segala macamnya. Lama ditunggu gak muncul – muncul. Baarokallohu fiikum. Sampai terkait dengan masalah tobatnya itu, terkait dengan tobatnya itu.

Antum perlu ketahui — baarokallohu fiikum — surat tobat yang sempat dia tulis, yang sempat dia sebutkan di situsnya dia pribadi, antum harus tahu sejarahnya. Yang membuat point – point dan isi surat bukan Dzulqarnain. Tapi yang membuatnya adalah para asatidzah. Membantu supaya dia tahu, ini lho letak kesalahan anda. DIA SENDIRI MERASA GAK TAHU KESALAHANNYA APA. Nih, nih, nih, nih, nih, nih, nih … Dan diminta jangan disebarkan sesuai dengan kesepakatan. Baarokallohu fiikum. Dan disebarkan apa adanya, diterjemahkan apa adanya. Gak ada komentar A, B, C, gak ada.

Lama ditunggu – tunggu gak juga muncul. Akhirnya dimunculkan surat tobatnya bersamaan dengan daurohnya al Umairi yang mereka undang. Baarokallohu fiikum. Itu pun di link-nya dia pribadi. Padahal diminta untuk menyebarkan di semua link – link Salafiyyin. Ndak lama dicabut lagi. Baarokallohu fiikum. Itu pun disertai dengan muqoddimah – muqoddimah yang tidak sesuai dengan kesepakatan dengan para masyayikh. Wa haa kadzaa.

Kalau seandainya dia memenuhi semua point – point tobatnya, masya Alloh. Dia akan sama antum sekarang ini. Akan dia tinggalkan orang – orang yang bersama dengan dia, baarokallohu fiikum. Dan akan sama antum sekarang ini. Nyatanya tidak pernah ada — baarokallohu fiikum — kenyataan itu.

Bahkan sebagian orang – orang yang bersama dengan dia menolak dengan keras tobatnya dia. Menolak dengan keras tobatnya dia. Sekarang, sama (keadaannya, red). Sehingga betul seperti yang dikatakan Syaikh Rabi’ bin Hadi “ROJUL LA’AAB, MAAKIR, MUTALAWWIN”. KALIMAT YANG PAS COCOK UNTUK KEADAAN DIA — baarokallohu fiikum —.

Diisukan tahdzirnya Syaikh Rabi’ bin Hadi dicabut. KITA PADA KESEMPATAN UMROH SEPULUH SAMPAI SEBELAS USTADZ IKUT UMROH KETIKA ITU. SAYA TERMASUK DI DALAMNYA. Baarokallohu fiikum.

Alhamdulillah dikasih kemudahan bertemu dengan Syaikh Rabi’ bin Hadi. Hanya kita, hanya kita di situ dan dua orang yang biasa ketemu Syaikh Rabi’. Baarokallohu fiikum. Langsung bicara macam – macam, segala macam. Di antaranya yang kita tanyakan terkait masalah tahdzir.

(Asatidzah bertanya, red) “Yaa Syaikh, tahdzir antum terkait Dzulqarnain apakah dicabut ?”

“Laa, laa, laa ! Gak dicabut, gak dicabut, gak dicabut ! Sampai dia menunjukkan betul – betul jujur tobatnya !” (jawab Syaikh Rabi’, red)

Baarokallohu fiikum.

Kemudian banyak yang omong “Mana buktinya ? Mana ?” dan segala macam.

Yaa akhi sebelas orang ustadz langsung mendengar dengan telinganya mereka masing – masing, melihat langsung majelisnya masing – masing, dan saya di antara mereka — baarokallohu fiikum —. Kalau mereka menuduh kita semuanya para kadzdzabun — para pendusta — ya lain pembahasan. Hah ?! Anggap saya dhoif, yang lainnya ?! Baarokallohu fiikum, ndak ada yang dhoif. Wa haa kadzaa. DAN SAMPAI SEKARANG BELUM DICABUT TAHDZIR ITU DIKARENAKAN TOBATNYA BELUM MENAMPAKKAN KEJUJURANNYA, BAHKAN MENUNJUKKAN LA’ABNYA, MENUNJUKKAN MAKARNYA DIA ! Baarokallohu fiikum. Sehingga ya tetap (tahdzir berlaku, red).

Orang – orang seperti ini — ikhwani fiddin ‘azakumulloh — konsekwensinya — KONSEKWENSINYA — ya gak mungkin antum hadiri taklimnya. ITU JARAH YANG SANGAT KERAS, JARAH YANG SANGAT SYADID DARI SYAIKH RABI’ BIN HADI yaa ikhwan. Ditambah lagi jarah-nya Syaikh Muhammad bin Hadi, Syaikh Abdulloh al Bukhori dan juga yang lain – lainnya dan yang tahu siapa dia.

Syaikh Hani bin Buraik ketika dauroh di Jogja kemarin mengatakan “Selesai urusan dengan Dzulqarnain. Masalah antara dia dengan para ustadz bukan masalah pribadi. Dan selesai urusan kami dengan dia. TINGGALKAN DIA !”. Selesai, mau apa lagi ?

Sehingga yang ikut dengan dia, ya kelihatan orang gak beres — baarokallohu fiikum —, yang masih bela – bela dia ya nampak sebagai pahlawan kesiangan, orang yang masih enggan enggan ee ee ee terkait dengan masalah beliaunya, ya biasanya sebagai korban – korban fitnah di kemudian hari. Baarokallohu fiikum.

Maka dalam kondisi yang semacam ini — ikhwani fiddin ‘azakumulloh — harus punya mauqif. Tegas ! Mauqif antum bersama para ulama para masyayikh, la’aab mutalawwin makir yamsyi ‘ala thoriqotil Halabi fil makr. Dijauhi, jangan antum ambil ilmu daripadanya. Dan segala macamnya. Jangan antum undang ilaa akhirihi. Sampai dia betul – betul ruju’ dengan taubatan nashuha. Baarokallohu fiikum. Sikap yang jelas, yang tegas !

Untuk beberapa pihak yang dibutuhkan untuk berbicara di depan para mad’u-nya, para tholabat-nya, sampaikan ! Apa adanya ! Kalamnya para masyayikh, kalamnya para ulama, dan konsekwensi – konsekwensinya. Selesai !

Kasih mauqif yang jelas. Selebihnya, taklim lagi. Ndak harus ulang – ulang antum sampaikan, sesuai dengan kebutuhan saja, baarokallohu fiikum.

MAUQIF HARUS DIAMBIL. Yang berbicara orang – orang berkompeten dalam bidangnya yang diperlukan untuk berbicara. Selebihnya hanya menyampaikan orang per orang. Wa ha kadzaa tak lebih daripada itu, mempertimbangkan maslahat dan madhorotnya. Baarokallohu fiikum.

Wallohu Ta’alaa a’lam bish showab.

Simak audionya:

atau download di sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *