Membekuk Hizby Yang Bersembunyi di Belakang Syaikh Al Abbad (Bag.5)

Bismillahirrohmanirrohim. o

membantah orang yang bersembunyi dibelakang tazkiyah asy syaikh al abbad

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه وسلم أجمعين، وبعد:

Ini adalah masalah penting yang sepantasnya untuk diperhatikan –baarakallahu fiikum- yaitu  masalah jarh wa ta’dil, diantaranya yang berkaitan dengan jarh atau ta’dil terhadap si mubtadi’ dan perusak Ali Al-Halaby.

Sebelum kita masuk ke fatwa Asy-Syaikh Rabi’, kami nukilkan untuk kalian faedah pada masalah: jika jarh ditentang oleh ta’dil, apakah yang kita lakukan?!

Al-Allamah Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy rahimahullah ketika menjelaskan perkataan Al-Allamah Ibnu Qudamah Al-Maqdisy rahimahullah beliau berkata di dalam Mudzakkirah Fii Ushulil Fiqh 1/147:

“Penulis (Ibnu Qudamah –pent) rahimahullah berkata:

إِذِا تَعَارَضِ الْجَرْحُ وَالتَّعْدِيْلُ قَدَّمْنَا الْجَرْحَ…

Kesimpulan yang beliau sebutkan pada pembahasan ini ini adalah bahwa jika jarh bertentangan dengan ta’dil maka jarh didahulukan, karena pihak yang menjarh mengetahui perkara yang tidak diketahui oleh pihak yang menta’dil. Ini berlaku jika pihak yang menjarh dan menta’dil jumlahnya sama atau pihak yang menjarh lebih banyak. Jika pihak yang menta’dil jumlahnya lebih banyak dibandingkan pihak yang menjarh (seperti tabdi’ Asy-Syaikh Rabi’terhadap Al-Halaby -penyusun) maka menurut pendapat yang shahih demikian juga (didahulukan jarh –pent). Sebab mendahulukan jarh adalah pihak yang menjarh mengetahui perkara-perkara yang tidak diketahui oleh pihak yang menta’dil, dan hal itu tidak bisa ditolak dengan banyaknya pihak yang menta’dil. Ada juga yang berpendapat bahwa ta’dil didahulukan karena jumlah pihak yang menta’dil lebih banyak, namun ini adalah pendapat yang lemah. Ini adalah kesimpulan dari perkataan beliau, dan pendapat yang paling tepat dalam masalah ini adalah bahwasanya pihak yang menjarh jika mereka lebih banyak maka jarh didahulukan dan ini merupakan ijma’. Jika pihak yang menjarh dan menta’dil jumlahnya sama atau pihak yang menjarh lebih banyak maka menurut pendapat yang shahih demikian juga. Ada juga yang berpendapat dengan mentarjih keduanya. Adapun tentang sebab-sebab tarjih akan datang insyaAllah di akhir kitab. Penulis kitab Al-Maraqy mengisyaratkan masalah ini dengan perkataannya:

Jarh didahulukan selamanya berdasarkan kesepakatan ulama

Hal ini jika pihak yang menjarh lebih banyak jumlahnya

Sedangkan yang lainnya seperti itu juga hukumnya tanpa dusta

Ada juga yang mengatakan dengan mentarjih antara keduanya.”

Al-Allamah Rabi’ Al-Madkhaly hafizhahullah ditanya:

* Sebagian dai ada yang tidak dikenal manhaj salafnya dan telah ditahdzir, namun di sana masih ada orang-orang yang bermajelis dengan para dai tersebut dengan dalih bahwa jarhnya tidak terperinci, dan mereka dahulu telah ditazkiyah oleh Asy-Syaikh Al-Abbad dan yang lainnya. Maka ikhwah pun terpecah, ada yang ikut menjarh dan ada yang ikut menta’dil para dai tersebut. Apa nasehat Anda buat mereka?

Beliau menjawab:

“Yang saya katakan kepada orang ini yang manusia mengitarinya namun dia tidak mentazkiyah dirinya dengan menampakkan manhaj salaf, tetapi dia hanya bersandar kepada tazkiyah si fulan- dan fulan, padahal si fulan dan fulan tidak ma’shum dengan tazkiyah mereka. Karena terkadang mereka mentazkiyah berdasarkan apa yang nampak dari orang yang menampakkan kelembutan kepada mereka dan pura-pura menampakkan bahwa dia di atas salafiyah dan manhaj yang benar, padahal dia menyembunyikan apa yang menyelisihi yang dia nampakkan. Walaupun dia menyembunyikan seperti apa yang nampak, niscaya akan nampak dari ketergelinciran lisannya di mana dia duduk, di pelajarannya dan di majelisnya. Karena panci di atas api itu hanya akan mematangkan makanan atau minuman yang ada di dalamnya. Jika memang dia benar-benar seorang salafy, walaupun dia mengajar materi apa saja, apakah geografi atau matematika, niscaya engkau akan melihat manhaj salaf –baarakallahu fiik- matang di pelajarannya dan di majelisnya serta di tempat yang lainnya.

Maka saya nasehatkan kepada orang ini yang dia tidak menampakkan salafiyahnya dan hanya mencukupkan diri dengan tazkiyah, hendaklah dia mensucikan dirinya dengan cara menampakkan manhaj ini secara terang-terangan di pelajaran-pelajarannya dan di mana saja, karena sesungguhnya umat sangat membutuhkan dakwah kepada manhaj ini. Jika orang ini termasuk jenis ini seperti yang engkau katakan yaitu dia hanya bersandar kepada tazkiyah serta tidak mensucikan dirinya dengan amal, maka sesungguhnya dia hanya akan merugikan dirinya sendiri dengan dia menyembunyikan ilmu, menyembunyikan akidah dan menyembunyikan manhaj ini. Dan saya khawatir ayat-ayat tentang dosa menyembunyikan ilmu dan tidak mau melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar yang telah kami bacakan kepada kalian sesuai dengan keadaannya.

Termasuk kemungkaran terbesar, terjelek dan terburuk di sisi Allah adalah berbagi bid’ah yang menyebar di tengah-tengah umat. Kemudian banyak manusia yang bersandar kepada tazkiyah dan tidak mengatasi realita yang gelap ini dengan manhaj salaf yang dia klaim ada pada dirinya itu.

Suatu kali saya pernah berkata kepada Asy-Syaikh Ibnu Baz bahwa pernah muncul dari beliau beberapa kalimat yang menyerupai tazkiyah terhadap Jama’ah Tabligh, walaupun dengan memperhatikan sisi lain orang-orang yang cerdas tidak akan memahami demikian, karena adanya berbagai kesesatan yang nyata pada mereka. Namun mereka memanfaatkan kalimat yang ada sedikit pujian itu dan mereka menyembunyikan celaan yang tersamar terhadap akidah dan manhaj mereka. Jadi mereka menampakkan pujian namun menyembunyikan celaan.

Saya pernah duduk bersama beliau lalu saya katakan: Wahai syaikh kami, sekarang ini Anda bagi para pemuda dianggap seperti kedudukan Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah rahimahumullah (ini termasuk pujian Asy-Syaikh Rabi’ terhadap Asy-Syaikh Ibnu Baz, walaupun Haddadiyun tidak menyukainya –penyusun). Anda memiliki kedudukan yang jika Anda mengatakan sebuah kalimat maka mereka segera mengambilnya karena yakin itu adalah benar. Dan sekarang ini muncul dari Anda kalimat yang manusia menganggapnya sebagai tazkiyah bagi Jamaah Tabligh. Walaupun Anda sudah berhati-hati bicara, namun mereka ini orang-orang yang licik dan penuh makar dengan cara memanfaatkan tazkiyah dan pujian serta mengingkari apa yang Anda isyaratkan berupa kebodohan dan kesesatan mereka.

Kemudian berlansunglah diskusi antara saya dengan beliau, hingga saya mengatakan: Wahai Syaikh, ketika datang kepada Anda salah seorang ahli hadits dari India dan Pakistan atau dari Ansharus Sunnah di Mesir dan Sudan – ketika itu Ansharus Sunnah di Mesir dan Sudan masih kokoh di atas manhaj salaf, kemudian bertiuplah badai fitnah dan politik yang menjalar di tengah-tengah mereka dan mengakibatkan mereka tercerai berai- apakah ada diantara mereka yang meminta tazkiyah kepada Anda untuk sebagai bakti yang menunjukkan bahwa mereka di atas kebenaran dan di atas As-Sunnah?

Beliau menjawab: Tidak pernah.

Saya bertanya: Kenapa demikian?

Beliau menjawab: Karena perbuatan mereka sudah cukup menjadi saksi bagi mereka dan cukup untuk mentazkiyah mereka bahwa mereka di atas kebenaran. Adapun Jamaah Tabligh dan semisal mereka maka sesungguhnya perbuatan mereka tidak mentazkiyah mereka, bahkan cara mereka mengamalkan agama menunjukkan bahwa mereka di dalam kesesatan dan bid’ah.

Lalu Asy-Syaikh rahimahullah tertawa.

Jadi ini adalah perkara yang jelas, yaitu bahwasanya orang tadi, amal dan sikapnya tidak mentazkiyahnya dan tidak menunjukkan bahwa dia adalah seorang salafy, makanya dia mencari tameng dengan cara-cara yang rendah ini berupa menipu sebagian manusia dan menampakkan kelembutan kepada mereka sehingga dia berhasil mendapatkan tazkiyah dan mencukupkan diri dengannya dan dia pun pergi dengan bebas untuk melancarkan kejahatan mereka tanpa ikatan kebenaran dan As-Sunnah. Lalu mereka pun berusaha menghalangi Ahlus Sunnah dari kebenaran dengan senjata tazkiyah semacam ini sehingga menjadi perangkap yang mereka gunakan untuk menjerat banyak pemuda.

Maka kita memohon keselamatan kepada Allah dan mudah-mudahan memberi taufik mereka agar mensucikan diri mereka dengan cara melakukan amal shalih serta menjadikan amal mereka sebagai saksi bahwa mereka di atas kebaikan, kesalehan dan di atas manhaj salaf.”

(Lihat Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Rabi’ 14/259-260)

Disusun oleh yang mencintai kalian:

Abu Ayyub Muhammad Al-Kurdy

http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?p=107714

Baca artikel terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *