الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى خَاتِمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الْقَوْمِ الضَّالِيْنَ الظَّالِمِيْنَ أَمَّا بَعْدُ:
Al-Allamah Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Siapa saja yang meninggalkan kebenaran pasti dia jatuh kepada kesesatan, sedangkan kesesatan itu sifatnya membingungkan seperti padang pasir yang seluas mata memandang, kita berlindung kepada Allah darinya. Maka engkau akan menjumpai para pembelanya akan berselisih di antara mereka sendiri, bahkan engkau akan menjumpai salah seorang dari mereka pendapatnya berbeda-beda, karena dia tidak memiliki petunjuk yang dia bisa berjalan di atasnya. Yang dia lakukan hanyalah ngawur, terkadang begini dan terkadang begitu.” (Syarh Masailul Jahiliyah hal. 287)
Al-Allamah Zaid bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah berkata: “Sebagaimana juga diketahui dengan banyak menelaah, adanya kontradiksi ahlul ahwa’ wal bida’ dan orang-orang yang simpati dengan mereka dalam ucapan dan tulisan mereka, dan ini merupakan perkara yang tidak terbantahkan. Sikap kontradiksi ini adalah berpaling dari jalan yang lurus ke garis-garis yang membingungkan dan jalan-jalan kecil yang menyimpang dalam menyikapi perkara dan permasalahan yang mereka tulis padanya.” (Khatimatus Syuruuq Alal Furuuq hal. 356)
Ketika Al-Allamah Al-Muhaddits Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah mengatakan bahwa Al-Halaby termasuk Ahlus Sunnah, maka Ahlus Sunnah yang mengetahui dengan jelas keadaan Al-Halaby dan memiliki bukti tentang berbagai penyimpangannya serta menelaah secara mendalam jarh para ulama terhadapnya, terkhusus Al-Allamah Rabi’ bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah, mereka pun mengatakan: “Asy-Syaikh Al-Abbad belum menelaah apa yang telah ditelaah oleh para ulama yang lain yang memvonis Al-Halaby sebagai mubtadi’ dan menyimpang dari jalan yang ditempuh oleh Al-Firqah An-Naajiyah Ath-Thaaifah Al-Manshurah.”
Dan kita –Ahlus Sunnah– ketika kita katakan bahwa Al-Allamah Al-Abbad belum menelaahnya, kita tidak bermaksud untuk merendahkan, mencela atau menggambarkan beliau sebagai orang yang bodoh sebagaimana tuduhan yang dilontarkan secara dusta oleh sebagian orang yang sok pintar. Tetapi yang dimaksud adalah memberi udzur dan berbaik sangka kepada beliau. Karena yang kita sangka seandainya beliau menelaah seperti yang dilakukan oleh para ulama yang lain, niscaya tanpa ragu beliau akan sependapat dengan mereka.
Yang semisal dengan keadaan ini –yaitu ketika ada seorang ulama Ahlus Sunnah yang belum menelaah keadaan seorang yang menyimpang sehingga hal itu menyebabkan mentazkiyah orang yang menyimpang tersebut– sangat banyak sekali, bahkan ini merupakan salah satu sebab dari kaedah yang dibenci oleh orang-orang yang menyimpang dan mengikuti hawa nafsu, yaitu: jarh mufassar didahulukan atas ta’dil.
Agar tidak terlalu panjang maka saya akan langsung masuk perkara yang ingin saya ingatkan kepada para ikhwah, yaitu kontradiksi yang dilakukan oleh orang-orang yang lembek dan para pengekor hawa nafsu di dalam menilai perkataan Salafiyun bahwa Asy-Syaikh Al-Abbad belum menelaah apa yang telah ditelaah oleh para ulama yang lain.
Orang-orang yang lembek yang membela Al-Halaby mengatakan: “Sesungguhnya ini adalah celaan yang nyata terhadap Al-Allamah Al-Abbad.”
Mereka saling mewasiatkan ucapan ini dan merasa puas dengannya untuk menyerang Salafiyun. Maka Salafiyun pun membantah mereka dengan penuh ilmiah pada berbagai kesempatan yang lalu sehingga mereka tidak mampu menjawabnya, yang mereka lakukan hanyalah memejamkan mata seakan-akan mereka tidak melihatnya. Mereka ini tidak ada yang bermanfaat bagi mereka –wallahu a’lam– selain mengharuskan untuk mengikuti jalan yang ditempuh oleh syaikh dan tokoh mereka.
Al-Halaby Al-Mubtadi’ –semoga Allah memberinya hidayah– berkata di dalam At-Tanbiihaat Al-Mutawaaimah hal. 191 cetakan Maktabah Daarul Hadits:
“Kedua: perkataan beliau (maksudnya adalah Asy-Syaikh Al-Fauzan dalam pengantar kitab Raf’ul Laaimah An Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah yang isinya membantah Al-Halaby hal. 8 –pent) –semoga Allah menjadikan beliau bermanfaat–: ‘Adapun melemparkan keraguan terhadap fatwa Al-Lajnah, maka tidak bisa diterima sama sekali, karena fatwa tersebut muncul berdasarkan kesepakatan dan tanda tangan para anggota…’
Ini adalah perkataan yang benar, saya tidak akan mendiskusikannya dan tidak akan menyelisihinya. Tetapi perkataan saya di dalam jawaban-jawaban tersebut berkaitan dengan bab yang lain yaitu:
- Apakah catatan-catatan yang ada sebagai acuan mengeluarkan tahdzir tersebut diketahui “sendiri” oleh Masayaikh tersebut dengan cara mereka “sendiri” yang membaca kitab saya secara langsung?! Dan berikutnya apakah mereka mengeluarkan fatwa mereka dengan melihat langsung dengan mata kepala terhadap penulisan redaksinya dengan kesepakatan dan tanda tangan mereka?!
- Atau apakah catatan-catatan tersebut diserahkan kepada mereka oleh “orang-orang yang mencarikan” atau “orang-orang yang membantu” atau “orang-orang yang menolong” bagaimanapun perkaranya, lalu berdasarkan catatan-catatan itulah Masayikh menulis “bersamaan atau ketika mereka sendirian” fatwa mereka “dengan kesepakatan dan tanda tangan mereka” setelahnya?!
Inilah perkataan saya, dan darinyalah maksud dan tujuan saya nampak jelas…”
–selesai nukilan perkataan Al-Halaby–
Saya katakan:
Apakah Al-Allamah Al-Abbad “beliau sendiri” membaca “langsung” apa yang ditulis oleh Salafiyun berupa bantahan-bantahan “tersebut” terkhusus kitab Shiyanatus Salafy karya Fadhilatus Syaikh Ahmad Bazmul, apakah “beliau sendiri” membacanya dan menelaah berbagai bencana yang dibawa oleh Al-Halaby “secara langsung” dan “beliau sendiri” yang membacanya, lalu berdasarkan hal tersebut beliau mengatakan bahwa Al-Halaby termasuk Ahlus Sunnah?!
Atau apakah yang beredar tentang Al-Halaby berupa kitab-kitab yang membantah Al-Halaby atau yang berisi berbagai bencana yang ditulis oleh tangannya sendiri, semua itu disiapkan atau dipilihkan untuk Asy-Syaikh Al-Abbad oleh “orang-orang yang mencarikan” atau “orang-orang yang membantu” atau “orang-orang yang menolong” bagaimanapun perkaranya, dan berdasarkan apa yang disiapkan oleh mereka itu Asy-Syaikh Al-Abbad mengatakan perkataannya?
Inilah perkataan kami – Ahlus Sunnah – dan darinyalah maksud dan tujuan kami nampak jelas.
Maka apakah yang dikatakan oleh syaikh kalian (Al-Halaby) teranggap celaan terhadap Al-Lajnah Ad-Daaimah dan artinya para ulama tersebut tidak membaca, tetapi hanya menelaah sebagian cerita dari orang-orang dekat mereka yang mana Allah lebih tahu tentang apa yang mereka lakukan?!
Jika kalian mengatakan: “Tidak, itu tidak teranggap celaan.”
Kami katakan: Kami tidak membantah apa yang dilakukan oleh syaikh kalian.
Jika kalian mengatakan tentang udzur yang diberikan oleh Ahlus Sunnah kepada Al-Allamah Al-Abbad: “Ini merupakan celaan.”
Kami katakan: “Jika demikian maka syaikh kalian adalah orang yang pertama kali mencela”.
هَذَا وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً.
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=117374
http://www.forexu.info/forum/showthread.php?t=329588
Baca artikel terkait: