PEMBUSUKAN MANHAJ TERHADAP SALAFIYUN AHLUSSUNNAH: HALABIYUN “MEMAKSA” ORANG² MENYIMPANG UNTUK MENGENAKAN BAJU KEBESARAN (baca: KEDODORAN) SEBAGAI AHLUSSUNNAH (Komentar Ringan Terkait Pembelaan Abul Jauza Doni Arif Wibowo & Firanda Terhadap Dokter Zakir Naik)

Bismillahirrohmanirrohim. o

KOMENTAR RINGAN TERKAIT PEMBELAAN ABUL JAUZA DONI ARIF WIBOWO dan FIRANDA TERHADAP DOKTER ZAKIR NAIK

⚠️PEMBUSUKAN MANHAJ TERHADAP SALAFIYUN AHLUSSUNNAH:: HALABIYUN “MEMAKSA” ORANG² MENYIMPANG UNTUK MENGENAKAN BAJU KEBESARAN (baca: KEDODORAN) SEBAGAI AHLUSSUNNAH⚠️
(️KOMENTAR RINGAN TERKAIT PEMBELAAN ABUL JAUZA DONI ARIF WIBOWO & FIRANDA TERHADAP DOKTER ZAKIR NAIK)

 

((((((((?Inilah Beda Salafy Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah dengan Sala(h)fikir Zakir Naik-Duet Halabiyun

Lihat 2 gambar bukti berikut ini.

ngotot bela dan stempel zakir naik ahlussunnah

al arifi dibela firanda al kadzdzab

Gambar 1. Duo orang menyimpang musuh Salafypun dilabeli Ahlussunnah

Insya Allah cukup bagi yang berakal sehat untuk memahami bagaimana modus dua orang Sala(h)fikir Halabiyun ini dalam menipu dan mengelabui mangsanya dengan membela dan mengAhlussunnahkan orang² sesat yang menyimpang.

((((?Klaim Dust a Zakir Naik, Sururi Quthbi Ikhwani Takfiri adalah Salafy!!
(Dusta Keji Zakir Naik Tatkala Membantah Syaikh Nashiruddin al Albani rahimahullah)

?https://www.youtube.com/watch?v=YBTryvPmVYk

slogan menipu

Gambar 2. Jargon Kun Salafiyannya Doni-Firanda Halabiyun Naikiyun hanyalah modus untuk menipu mangsanya demi membela Zakir yang melemparkan tuduhan dan klaim dusta lagi keji bahwa Sururiyun Quthbiyun Ikhwaniyun Takfiriyun adalah (juga) Salafy!!

Dr. Zakir Naik:
“Syaikh Nashir (al-Albani rahimahullah, ed.) memberitahu kepada kita. “Seharusnya kita memanggil diri kita sebagai Salafy!” Pertanyaanku kepadanya, Salafy yang mana? Ada banyak kelompok dan nama-nama Salafy.
? Apakah Salafy Quthubi???
? Atau Salafy Sururi???
? Salafy Madkhali???
Dan masih banyak lagi nama sebutan dan aliran/sektenya yang bisa saya sampaikan!

??Saya tidak bermaksud menjatuhkan kalangan mereka [Salafy].

?Tapi dalam Salafy sendiri ada berbagai macam kelompok yang berbeda-beda.
??Dan jika engkau pergi ke UK. Masyallah Subhanallah Allahu akbar. Terlalu banyak kelompok di UK. Satu sama lain tidak akur, masing-masing saling mengkafirkan. Na’udzubillah.
?Jadi intinya! Engkau berada dalam Salafy yang mana???

⚠️Label apa saja yang engkau berikan ?pasti akan menuai perpecahan.

?Seperti halnya Sunni dan Syiah. Dan berbagai perbedaan diantara madzhab. Dan termasuk diantaranya adalah Salafy.

Apabila nama itu di labelkan oleh manusia sendiri pasti akan menuai perpecahan.

Allah sendiri sudah mengetahui akan ada perpecahan didalam ummat. Nabi Muhammad sendiri memprediksi akan ada perpecahan namun baginda Nabi tidak memberi tahu bahwa yang benar adalah Salafy….”

Lalu bagaimana Zakir Naik bisa berkilah bahwa dia tidak sedang menjatuhkan Salafy sementara di saat yang sama dirinya melemparkan fitnah keji dan kedustaan besar dengan menggolongkan firqah² Takfiriyun & sempalan Ikhwanul Muslimin lainnya -yang sudah sejak lama ditahdzir kesesatannya oleh para ulama Salafy- sebagai bagian dari Salafy dan mengingkari penamaan Sunni Salafy yang dicapnya sebagai menuai perpecahan?!?! Iya, perpecahan yang memisahkan dan membedakan antara Sunni Salafy Ahlussunnah dengan berbagai firqah menyimpang.

DUA CENTENG HIZBI PEMBELA ZAKIR NAIK YANG ANTI SALAFY & SYUBHAT ZAKIR NAIK MENDAPATKAN PENGHARGAAN KING FAISHAL AWARD DARI KERAJAAN ARAB SAUDI
(AQIDAH RAJA SAUDI ARABIA DIANTARA SERUAN DAKWAH HALABIYUN PENIPU YANG MENJADI CENTENG ANTI SALAFY ZAKIR NAIK)

Sesungguhnya Zakir Naik ☝️telah menjelaskan posisi dirinya SEBAGAI MUSUH BAGI Sunni Salafiyun Ahlussunnah dan dia tidak butuh hilah dan tipu daya Salafikir Halabiyin Naikiyin Rodjaiyin yang memanipulasi dan melipst?k Zakir sebagai Ahlussunnah Salafiyun setelah dia mengingkari Syaikh Al-Albani rahimahullah, menyerang dan menolak keras penamaan ini.?

Abu Jauza Doni Arif Wibowo (tatkala membela dan mengAhlussunnahkan Zakir Naik yang Anti-Sunni Salafy):
“Zakir Naik bukanlah selevel ulama seperti Asy-Syaikh ‘Abdul-Muhsin, Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan, Asy-Syaikh ‘Abdul-‘Aziiz Aalusy-Syaikh, Asy-Syaikh Rabii’, Asy-Syaikh ‘Ubaid, dan yang lainnya hafidhahumullah. Namun demikian, ia juga tidak lebih rendah kedudukannya dibandingkan Anda, wahai para pencela. Jika ia salah, maka sudah seharusnya diberikan udzur dan nasihat yang baik, ???karena ia termasuk muslim Ahlus-Sunnah.”
URL bukti: http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2016/07/zakir-naik-sesat.html#more

Firanda (tatkala membela Muhammad al ‘Arify al Ikhwani dan mengAhlussunnahkannya):
“Syaikh Muhammad Al-‘Arifi apakah seorang mubtadi’ menurut para ulama kibar di Arab Saudi??. Kalau tidak, maka siapakah yang mentabdi’ beliau??. Tentunya beliau memiliki kesalahan –???dan sayapun mengetahui kesalahan beliau-, akan tetapi apakah kesalahan tersebut mengeluarkan beliau dari Ahlus Sunnah dan menjadi mubtadi??”
Url bukti: https://firanda.com/index.php/artikel/manhaj/534-ada-apa-dengan-radio-rodja-rodja-tv-bag-2-surat-al-ustadz-dzulqornain-kepada-syaikh-sholeh-al-fauzaan

Bukti² pernyataan permusuhan Zakir Naik terhadap Sunni Salafy Ahlussunnah sudah cukup jelas menunjukkan jauhnya dia dari pemahaman Salaful Ummah dan jauhnya dia dari bimbingan ulama. Lalu bagaimana jika terhadap orang yang sedemikian parah keadaannya kemudian dibela dan diAhlussunnahkan?!?! Bukankah para centeng penipu ini lebih parah lagi keadaannya?!

Tidak sepantasnya mereka ini berdalih dengan penghargaan raja Saudi terhadap Zakir Naik. Bahkan semestinya mereka malu dengan pengkhianatan yang telah dilakukan oleh para dedengkot Halabiyun setelah dukungan mereka terhadap Partai Ikhwanul Muslimin dan gembong Ikhwani Muhammad al Arify. Tidakkah bisa kita ambil pelajaran betapa parahnya keadaan para pengkhianat dakwah tauhid dan negeri tauhid Saudi Arabia?!

1⃣http://tukpencarialhaq.com/2013/06/27/parodi-rodja-bagian-9-syaikh-rodja-memperbaharui-baiatnya-kepada-mursyidul-amm-ikhwanul-muslimin/

2⃣19 Bukti Kedustaan Firanda : http://tukpencarialhaq.com/2013/11/05/parodi-rodja-bagian-14-firanda-rodja-tu-khang-bo-hong/

3⃣ http://tukpencarialhaq.com/2013/03/13/parodi-rodja-bagian-3-wallahi-kamu-adalah-pendusta-licik-wahai-firanda/

4⃣Jika tengkuk-tengkuk Halabiyun-Rodjaiyun telah ditunggangi hawa nafsu, pernyataanya plintat-plintut, kontradiktif, carut marut, nekad berdusta untuk menutupi kedustaan pun dilakukan tanpa rasa takut kepada Allah walaupun sekian banyak manusia bisa dengan mudah menyaksikan bukti kedustaannya:
http://tukpencarialhaq.com/2015/12/14/firanda-telanjang-bulat-di-panggung-demokrasi-demi-pks-dedengkot-rodja-berlagak-pilon-sembari-mentahbiskan-dirinya-sebagai-pembual-dan-pendusta/

5⃣Membongkar Pengkhianatan Besar Halabiyun Rodjaiyun Firanda Dkk. Terhadap Pemerintah Saudi Arabia): http://tukpencarialhaq.com/2014/04/13/kerajaan-arab-saudi-telah-mengumumkan-im-ikhwanul-muslimin-termasuk-kelompok-teroris/

?5⃣ makalah yang membeber bukti² bagaimana si Pendusta Khabits Firanda berhilah dan menipu umat demi membela Ikhwanul Muslimin (IM) & gembong hizbi Ikhwanul Muslimin international.

Lalu bagaimana mereka bisa berbangga dengan penghargaan King Faishal Award oleh raja Saudi Salman hafizhahullah terhadap Zakir Naik yang menentang keras penisbahan Salafy dan menuduhnya sebagai penamaan yang memecahbelah sementara Raja Faishal rahimahullah lalu ditegaskan ulang oleh Raja Ralman hafizhahullah itulah yang menegaskan manhajnya sebagai Salafiyun!

Nukilan:

?1⃣????
……………………………

?? Raja ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah, pendiri Kerajaan Arab Saudi III, berbangga dengan Dakwah ini dan mengamalkan konsekuensinya.

?? Raja ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah mengatakan dalam pidatonya di Mina pada tahun 1365 H,

إنني رجل سلفي وعقيدتي سلفية التي أمشي بمقتضاها على الكتاب والسنة

“Aku adalah SEORANG SALAFY. Aqidahku adalah Salafiyyah, yang aku berjalan berdasarkan konsekuensinya, di atas al-Qur’an dan as-Sunnah.”

? Raja ‘Abdul ‘Aziz juga mengatakan,

الحقيقة أننا سلفيون محافظون على ديننا نتبع كتاب الله وسنة رسوله

“Sesungguhnya KAMI ADALAH SALAFIYYUN, yang senantiasa menjaga agama kami. Kami mengikuti Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.”

? جريدة أم القرى العدد عام 1365هـ.

? Harian “Ummul Qura”, edisi tahun 1365 H

? http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120119

••••••••••••••••••••
??? Majmu’ah Manhajul Anbiya
? Channel Telegram
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

?2⃣Raja Salman bin Abdul Aziz Alu Su’ud hafizhahullah mengatakan: “Siapa saja yang memiliki sikap adil bisa menelaah surat-surat Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan tulisan-tulisan beliau, agar jelas baginya bahwa tidak ada sesuatu yang baru yang diada-adakan pada dakwah beliau yang dituduh menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah serta menyelisihi manhaj Salaf. Padahal dakwah beliau hanyalah mengajak untuk kembali kepada prinsip-prinsip yang benar bagi aqidah Islam yang bersih yang hal itu merupakan asas dakwah beliau dan titik tonggaknya.”

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺳﻠﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺁﻝ ﺳﻌﻮﺩ -ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ-:
«ﻗﺎﻣﺖ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ﺍﻟﺴﻌﻮﺩﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﺳﺎﺱ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ،
ﻭﻟﻢ ﺗﻘﻢ ﻋﻠﻰ ﺃﺳﺎﺱ ﺇﻗﻠﻴﻤﻲ، ﺃﻭ ﻗﺒﻠﻲ، ﺃﻭﺃﻳﺪﻭﻟﻮﺟﻲ (ﻓﻜﺮ ﺑﺸﺮي)؛
ﻓﻠﻘﺪ ﺗﺄﺳﺴﺖ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻣﻨﺬ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﻣﺎﺋﺘﻴﻦ ﻭﺳﺒﻌﻴﻦ
ﺳﻨﺔ ﻋﻨﺪﻣﺎ ﺗﺒﺎﻳﻊ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻌﻮﺩ، ﻭﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ
ﺍﻟﻮﻫﺎﺏ -ﺭﺣﻤﻬﻤﺎ ﺍﻟﻠﻪ- ﻋﻠﻰ:
– ﻧﺸﺮ ﺍﻹﺳﻼﻡ
– ﻭﺇﻗﺎﻣﺔ ﺷﺮﻉ ﺍﻟﻠﻪ -ﻋﺰ ﻭﺟﻞ-».
[ﺭﺳﺎﻟﺔ ﺇﻟﻰ ﻗﻨﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻠﺔ].

Raja Salman bin Abdul Aziz Alu Su’ud hafizhahullah mengatakan: “Negara Saudi tegak di atas dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan berdasarkan geografis, atau kesukuan, atau ideologi (pemikiran manusia). Jadi dia tegak di atas akidah Islam sejak lebih dari 270 tahun yang lalu, ketika Al-Imam Muhammad bin Su’ud dan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahumallah- saling berbaiat untuk menyebarkan Islam dan menegakkan syari’at Allah.”

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺳﻠﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺁﻝ ﺳﻌﻮﺩ -ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ-:

«ﻓﻲ ﻣﻨﻰ ﻓﻲ ﻋﺎﻡ 1365 ﻫـ / 1946 ﻡ ﻋﻨﺪ ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻝ ﺭﺅﺳﺎﺀ ﻭﻓﻮﺩ
ﺍﻟﺤﺠﺎﺝ، ﺃﻭﺿﺢ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﻫﺬﺍ ﺍﻷﺳﺎﺱ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﻘﻮﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ
ﻗﺎﺋﻼ:
«ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺇﻧﻨﺎ ﻭﻫﺎﺑﻴﻮﻥ!
ﻭﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ = ﺇﻧﻨﺎ ﺳﻠﻔﻴﻮﻥ ﻣﺤﺎﻓﻈﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﺩﻳﻨﻨﺎ،
ﻧﺘﺒﻊ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻟﻪ -صلى الله عليه وسلم-».
ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﺃﺳﺎﺱ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ﺍﻟﺴﻌﻮﺩﻳﺔ ﻣﻨﺬ ﺃﻥ ﺃﻧﺸﺌﺖ».

[ﺭﺳﺎﻟﺔ ﺇﻟﻰ ﻗﻨﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻠﺔ].

Raja Salman bin Abdul Aziz Alu Su’ud hafizhahullah mengatakan: “Di Mina pada tahun 1365 H atau 1946 M ketika menyambut para kepala negara dan utusan yang sedang melaksanakan ibadah haji, Raja Abdul Aziz menjelaskan asas yang menjadi dasar negara ini dengan beliau mengatakan, ‘Mereka menuduh kami Wahhabiyun, padahal HAKEKATNYA KAMI ADALAH SALAFIYYUN yang menjaga agama kami. Kami mengikuti Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya -shallallahu alaihi was sallam’ Jadi inilah dasar negara Saudi sejak didirikannya.”

http://mohammadbazmool.blogspot.sg/2015_01_25_archive.html?m=1
http://tukpencarialhaq.com/2015/09/06/inilah-rahasianya-kenapa-wahabi-dimusuhi-syiah-rafidhah-ahlul-bidah-hakekatnya-kami-adalah-salafiyun-yang-menjaga-agama-kami-kami-mengikuti-kitabullah-sunnah/

Maka bagaimana Zakir Naik mampu dan mau menerima penghargaan dari Raja Salafiyun setelah dia menghujat dan menentang keras penamaan Salafy?!?! Inikah kebanggaan Dzulwajhain yang kalian banggakan untuk menipu umat?! Bahkan ini adalah bukti pengkhianatan dan tikaman Zakir Naik (dan kalian) terhadap Salafiyun.
Ittaqillah, berhentilah kalian menipu wahai Halabiyun! Allahu yahdikum.

?MENOLAK FITNAH KEJI & KEDUSTAAN ANTI-SALAFY ZAKIR NAIK?

MENGAPA KITA MEMAKAI NAMA SALAFY?

Oleh: Asy-Syaikh Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah

 

Soal:Mengapa kita memakai nama Salafy ? apakah penamaan itu bukan termasuk ajakan kepada hizbiyah atau thaifiyah (seruan untuk berfanatik kepada kelompok tertentu) ataukah merupakan kelompok baru dalam Islam?

Jawab:Sesungguhnya istilah Salaf sudah dikenal dalam bahasa Arab maupun dalam syariat Islam. Namun yang kita utamakan disini adalah pembahasan nama tersebut dari segi syariat.

Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ditimpa penyakit yang menyebabkan kematiannya, beliau berkata kepada Fathimah Radhiallahu anha: “Bertakwalah kepada Allah (wahai Fathimah) dan bersabarlah. Dan aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu.”

Dan para ulama pun sangat sering menggunakan istilah salaf sehingga terlalu banyak untuk dihitung. Dan cukuplah salah satu contoh yang biasa mereka gunakan sebagai hujjah untuk memerangi bid’ah: ‘Segala kebaikan adalah dengan mengikuti jejak Salaf. Dan segala kejelekan ada pada bid’ahnya kaum khalaf ‘. Tetapi ada sebagian orang yang mengaku ulama (ahlul ilmi) menolak penisbatan (penyandaran) diri kepada Salafi ini. Mereka menganggap penisbatan ini tidak ada asalnya sama sekali! Menurut mereka, seorang muslim tidak boleh mengucapkan : “Saya pengikut para Salafus Shalih dalam segala apa yang ada pada mereka baik dalam beraqidah, ibadah maupun berakhlak.”

Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini, kalau memang demikian yang mereka maksudkan, menunjukkan adanya tindakan untuk melepaskan diri dari pemahaman Islam yang shahih (benar) sebagaimana yang dipahami dan dijalani oleh salafus shalih dan pemimpin mereka Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam.

Seperti tersebut dalam hadits mutawatir yang terdapat dalam shahihain (Bukhari-Muslim) dan lain-lain bahwa Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para Shahabatku), kemudian yang sesudahnya (Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in)”.

Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh melepaskan diri dari penisbatan kepada Salafus Shalih. Sebab tidak mungkin para ulama akan menisbatkan istilah salaf kepada kekafiran maupun kefasikan. Sementara orang-orang yang menolak penamaan itu sendiri, apakah mereka tidak menisbatkan dirinya kepada salah satu madzhab yang ada? Baik madzhab yang berhubungan dengan aqidah maupun fiqih? Mereka ini kadang-kadang ada yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy’ariyah atau Maturudiyah.

Ada pula yang menisbatkan dirinya kepada para ahlul hadits seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, atau Hambaliyah yang (kelima madzhab yang terakhir ini) masih termasuk dalam lingkup Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Padahal orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada madzhab Asy’ariyah atau madzhab imam yang empat (al-Aimmah al-Arba’ah) tidak diragukan lagi bahwa mereka itu menisbatkan diri kepada person atau orang-orang yang tidak ma’shum (terpelihara dari kesalahan), meskipun diantara mereka terdapat ulama yang benar.

Alangkah lebih baik kalau sekiranya mereka mengingkari penisbatan kepada orang-orang yang tidak ma’shum tersebut. Adapun orang yang menisbatkan diri kepada salafus shalih, sesungguhnya dia telah menisbatkan dirinya kepada yang ma’shum (yakni Ijma’ para shahabat secara umum). Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan ciri-ciri Al-Firqah An-Najiyah (golongan yang selamat), yaitu mereka yang senantiasa berpegang kepada sunnah Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah para Shahabatnya Ridhwanullah ‘alaihim ‘ajma’in.

Barangsiapa berpegang teguh kepada sunnah mereka, maka dia pasti akan mendapat petunjuk dari Rabbnya.

Penisbatan kepada salaf ini akan memuliakan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka dan akan menuntunnya dalam menempuh jalan Al-Firqah An-Najiyah. Sedangkan orang yang menisbatkan dirinya kepada selain mereka, tidaklah demikian keadaannya. Karena dalam hal ini dia hanya mempunyai dua alternatif.

Pertama, boleh jadi dia menisbatkan diri kepada seseorang yang tidak ma’shum.
Kedua, dia menisbatkan dirinya kepada orang-orang yang mengikuti madzab tersebut yang tentu saja tidak ada kema’shuman sama sekali.

Sebaliknya para shahabat Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam secara keseluruhan merupakan orang-orang yang terpelihara dari kesalahan. Dan kita telah diperintahkan untuk berpegang teguh kepada sunnahnya salallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah para shahabatnya. Hendaklah kita senantiasa konsisten terhadap pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj (metode pemahaman) para shahabat. Agar kita tetap berada di dalam “al-’ishmah” (terlindung dari kesesatan) dan tidak menyimpang dari manhaj mereka, dengan memakai pemahaman sendiri yang sama sekali tidak didukung oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kemudian, mengapa tidak cukup bagi kita dengan hanya menisbatkan diri kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah saja, tanpa pemahaman Salafus Shalih? Maka dalam hal ini ada dua sebab :

Pertama, sebab yang berhubungan dengan nash-nash syar’iah.

Kedua, sebab yang berhubungan dengan kenyataan yang ada pada kelompok-kelompok Islam.

Penjelasan.
1. Yang berhubungan dengan sebab pertama:

Kita temukan dalam nash-nash syar’iah, perintah untuk mentaati segala sesuatu yang disandarkan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana firman Allah Ta’ala :“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri (ulama dan umara) di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (As-Sunnah), bila kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa:59)

Seandainya ada seorang Waliyul Amri (pemimpin kaum muslimin) yang telah dibaiat oleh kaum muslimin maka kita wajib taat kepadanya, sebagaimana kita wajib taat kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Meskipun dia dan para pengikutnya kadang-kadang berbuat salah. Kita wajib taat kepadanya untuk mencegah kerusakan yang ditimbulkan karena perselisihan tersebut, tetapi ketaatan itu harus dengan syarat yang sudah dikenal, yaitu:

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada Allah.” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, hadits no.197)

Dan Allah Azza wa Jalla juga berfirman : “Barang siapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti selain jalannya Sabilil Mukminin (para shahabat), maka kami biarkan dia tenggelam dalam kesesatan (berpalingnya dia dari kebenaran) dan kami masukkan ke neraka Jahannam. Dan itu merupakan seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’:115)

Sungguh, Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha Tinggi sehingga tidak mungkin Dia berkata tanpa faedah dan hikmah. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa penyebutan Sabilul Mukminin (jalannya orang-orang mukmin) dalam ayat ini mempunyai hikmah dan faedah yang sangat tinggi.

Penyebutan ini menunjukkan bahwa di sana ada suatu kewajiban yang sangat penting, yaitu : ittiba’ kita terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah harus sesuai dengan manhaj yang dipahami dan dijalankan oleh generasi awal kaum muslimin, para shahabat ridhwanullah alaihim kemudian generasi berikutnya (para tabi’in), kemudian generasi berikutnya (tabi’ut tabi’in). Dan seruan inilah yang senantiasa dikumandangkan oleh Da’wah Salafiyah sekaligus menjadi rujukan utama mereka, baik dalam asas dakwah maupun dalam manhaj tarbiyah.

Sesungguhnya dakwah Salafiyah pada hakekatnya hendak menyatukan umat Islam, sedangkan dakwah-dakwah yang lain justru sebaliknya memecah-belah umat. Allah Ta’ala berfirman : “Dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar.” (At-Taubah:119)

Maka barang siapa yang ingin memisahkan Al-Kitab dan As-Sunnah di satu sisi dan para Salafus Shalih di sisi lain, dengan memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak sesuai dengan pemahaman mereka, maka selamanya dia tidak akan menjadi orang yang shadiq (benar).

  1. Yang berhubungan dengan sebab kedua.

Kelompok-kelompok dan partai yang ada pada zaman ini tidak mau beralih secara total kepada Sabilul Mukminin yang tersebut pada ayat di atas, yang hal ini diperkuat oleh beberapa hadits. Antara lain hadits “Iftiraqul Ummah” (perpecahan umat) menjadi 73 firqah (golongan), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan yang ciri-ciri mereka telah disebutkan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam : “Golongan itu ialah yang mengikuti sunnahku dan sunnah para shahabatku hari ini.” (lihat : Silsilah Al-Hadits Ash-Shohihah, Syaikh Al-Albani no 203 & 1192)

Hadits ini serupa dengan ayat di atas (QS. An-Nisa: 115), dimana keduanya menyebutkan Sabilul Mukminin. Kemudian dalam hadits lain dari Irbadh bin Sariyah, Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku” (lihat: Irwa’ul Ghalil,Al-Albani no 2455)

Berdasarkan keterangan di atas, maka di sana ada sunnah yang harus kita pegang teguh yaitu sunnah Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu, kita wajib kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Sabilul Mukminin (jalannya para shahabat). Tidak boleh kita mengatakan: “Kami memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman sendiri, tanpa memandang sedikitpun pada pemahaman Salafus Sholih.”

Pada zaman sekarang ini, kita harus melakukan bara’ (pemisahan diri) yang betul-betul bisa membedakan diri kita dengan golongan sesat lainnya. Tidak cukup bagi kita hanya dengan mengucapkan: “saya muslim” atau “madzhabku Islam”, sebab golongan-golongan yang sesatpun menyatakan demikian. Seperti kaum Syiah Rafidhah, Ibadhiyyah, Qadiyaniyyiah (Ahmadiyah) maupun golongan-golongan sesat lainnya. Sehingga apa bedanya kita dengan golongan sesat tersebut?

Bila kita mengatakan : “Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah.” Ucapan ini masih belum cukup karena kelompok-kelompok (sesat) seperti Asy’ariyah, Maturudiyah, dan kaum Hizbiyah, mereka juga mengaku mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa penamaan yang jelas dan gamblang serta dapat membedakan antara golongan yang selamat dengan golongan yang sesat ialah dengan mengatakan: “Saya seorang muslim yang mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj Salafus Shalih” atau lebih singkatnya: “Saya Salafi!”

Oleh sebab itu, sesungguhnya kebenaran yang tidak bisa disangsikan lagi ialah : tidak cukup kita hanya bersandar dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa tuntunan dari manhaj Salafus Shalih, baik dalam pemahaman dan pola pikir, dalam ilmu dan amal, maupun dalam dakwah dan jihad.

Kita semua mengetahui bahwa mereka semua (para Salafus Shalih ridhwanullah alaihim ajma’in) tidak fantaik terhadap satu madzhab atau kepada individu tertentu. Sehingga kita tidak pernah menemukan di antara mereka ada yang bersikap fanatik tergadap Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, ataupun Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhum.

Bahkan sebaliknya seorang diantara mereka jika memungkinkan untuk bertanya kepada Abu Bakar atau Umar atau Abu Hurairah, maka mereka akan bertanya kepadanya (tanpa memilih-milih). Semua itu mereka lakukan karena mereka meyakini bahwa tidak boleh seseorang memurnikan ittiba’nya kecuali kepada seorang yaitu Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab beliau salallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berkata menurut hawa nafsunya, melainkan hanyalah berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.

Kalaupun kita bisa menerima bantahan orang-orang yang mengkritik pemahaman salafi, sehingga kita cukup hanya menamakan diri dengan istilah muslim saja, tanpa menisbatkan diri kepada Salafus Shalih meskipun penisbatan tersebut merupakan penisbatan yang mulia dan shahih. Lantas apakah dengan demikian orang-orang yang mengkiritik itu bersedia melepaskan diri dari penamaan terhadap kelompok-kelompok, madzhab-madzhab, thariqat-thariqat mereka meskipun penisbatan itu semua tidak syar’i dan tidak shahih?

“Cukuplah bagimu perbedaan diantara kita ini. Dan setiap bejana akan memancarkan air yang ada di dalamnya.” Allahlah yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Dan Dialah tempat meminta pertolongan.

(Edisi Perdana Salafy/Syaban/1416/1995, Rubrik Mabhats, hal 8-10)

Sumber: http://tukpencarialhaq.com/about/mengapa-kita-memakai-nama-salafy/

?????????
⚔?Anti Terrorist Menyajikan Bukti & Fakta Yang Nyata
? Klik ➡️JOIN⬅️ Channel Telegram:

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *