Bahaya Fitnah Hajuriyyah

bismillahirrohmanirrohim

الاختصار لبيان ما في طريق الحجوري من أضرار

Penjelasan Ringkas

Tentang Bahaya Fitnah Hajuriyah

Ditulis oleh:

Muhammad bin ‘Abdullah al-Imam

Darul Hadits, Ma’bar

26 Jumadal Ula 1434H

Segala puji hanya bagi Allah. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Amma ba’du,

Pada masa ini, Allah telah mendatangkan Syaikhuna al-Muhaddits al-‘Allamah Abu ‘Abdirrahman Muqbil bin Hadi al-Wadi’i – semoga Allah merahmati beliau – Beliau telah menegakkan dakwah kepada Allah dan pengajaran di atas ilmu dan bashirah. Maka banyak para penuntut ilmu yang datang dari setiap bukit dan dari segala arah, dari dalam (negeri Yaman) dan luar (Yaman). Bahkan, belum pernah ada seorang alim pun di negeri Yaman sepeninggal al-Imam ‘Abdurrazzaq bin Hammam ash-Shan’ani – rahimahullah – yang didatangi oleh para penuntut ilmu sebanyak syaikh kami (Syaikh Muqbil bin Hadi) al-Wadi’i.

Kemudian syaikh kami (Syaikh Muqbil) tinggal di Yaman dengan mengemban ilmu, pengajaran, dan dakwah kepada Allah selama lebih dari seperempat abad lamanya, sampai ajal yang telah ditentukan mendatangi beliau. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas, semoga Allah menempatkan beliau di jannah-Nya yang lapang. Sebelum meninggalnya, beliau pernah mewasiatkan dengan sebuah wasiat besar yang tersebar ke seluruh penjuru dunia. Orang yang tahu pun sungguh telah mengetahuinya. Di antara wasiat beliau tersebut adalah:

“Aku mewasiatkan kepada saudara-saudaraku fillah Ahlus Sunnah untuk konsentrasi terhadap ilmu yang bermanfaat, jujur kepada Allah, dan ikhlash. Kemudian jika terjadi suatu problem, hendaknya para ulul halli wal ‘aqdi berkumpul untuk membicarakannya. Seperti asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab, asy-Syaikh Abul Hasan al-Ma`ribiy, asy-Syaikh Muhammad al-Imam, asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz al-Bura’iy, asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Utsman, asy-Syaikh Yahya al-Hajuri, dan asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adniy. Aku menasehatkan juga mereka untuk bermusyawarah dalam urusan-urusan mereka dengan asy-Syaikh al-Fadhil al-Wa’izh al-Hakim asy-Syaikh Muhammad ash-Shaumaliy. Karena sungguh aku dahulu telah bermusyawarah dengan beliau, dan beliau pun menunjukkan kepadaku dengan pendapat yang tepat.” Selesai.

Abul Hasan al-Ma`ribiy telah memisahkan diri dari saudara-saudaranya para masyaikh, selang beberapa saat setelah meninggalnya syaikh kami (asy-Syaikh Muqbil) – rahimahullah – dan telah terjadi fitnah sebagaimana telah kalian ketahui.

Para syaikh yang telah kami sebutkan di atas, telah menjadikan wasiat ini di hadapan mereka. Maka setiap kali terjadi fitnah di antara Ahlus Sunnah di Yaman, mereka (para masyayikh) berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meredakannya.

Semenjak sekitar 7 (tujuh) tahun ini telah terjadi perselisihan antara asy-Syaikh Yahya al-Hajuri dengan asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adniy. Maka dengan segera, para masyayikh yaitu:

–          asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab,

–          asy-Syaikh al-Bura’iy,

–          asy-Syaikh ash-Shaumaliy,

–          asy-Syaikh adz-Dzamariy,

–          dan asy-Syaikh al-Imam,

mereka segera melakukan usaha perbaikan. Selanjutnya terjadilah ijtima’ di Darul Hadits Dammaj – semoga Allah menjaganya – . Kami telah mempertemukan antara dua syaikh, asy-Syaikh al-Hajuriy dan asy-Syaikh al-‘Adniy, kami pun telah mendengar dari keduanya. Terjadilah kesepakatan ketika itu dengan cara asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adniy menghentikan proses pendataan[1] di Fuyusy karena beberapa alasan menurut para masyayikh. Di sis lain, para masyayikh meminta asy-Syaikh Yahya al-Hajuriy untuk menarik ucapan beliau tentang asy-Syaikh ‘Abdurrahman, juga menarik celaan, dan tuduhan hizbiyah terhadap beliau (asy-Syaikh ‘Abdurrahman).

Selanjutnya, terjadilah asy-Syaikh ‘Abdurrahman menghentikan pendataan tersebut.  Namun asy-Syaikh Yahya belum menarik ucapan [2] atas beliau (asy-Syaikh ‘Abdurrahman). Sebagaimana para masyayikh meminta asy-Syaikh ‘Abdurrahman untuk meminta maaf kepada asy-Syaikh Yahya, namun permintaan maaf ini belum bisa terjadi waktu itu.

Selang beberapa lama, asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adniy keluar dari Darul Hadits Dammaj, dan pergi ke ‘Adn. Maka asy-Syaikh Yahya berkata, “Abdurrahman tidak boleh kembali ke Dammaj.” Lalu kami menghubungi asy-Syaikh Yahya dan kami katakan kepadanya, “Ucapan anda terhadap asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adniy sudah cukup sampai di sini.” Akan tetapi asy-Syaikh Yahya terus berbicara tentang asy-Syaikh ‘Abdurrahman, menghukumi beliau (asy-Syaikh ‘Abdurrahman) sebagai hizbiy, pembuat fitnah, dst.

Setelah beberapa waktu para masyayikh mengikuti dengan seksama perkembangan perselisihan tersebut, bersamaan dengan sikap asy-Syaikh Yahya yang terus menuduh asy-Syaikh ‘Abdurrahman dengan tuduhan hizbiy, maka para masyayikh berpandangan untuk memanggil asy-Syaikh ‘Abdurrahman dalam rangka duduk bersama dan mencermati tuduhan hizbiy yang diarahkan kepada beliau. Pertemuan waktu itu berlangsung di Darul Hadits Ma’bar atas persetujuan asy-Syaikh Yahya. Sehingga terjadilah pertemuan dengan asy-Syaikh ‘Abdurrahman dan diskusi bersama beliau. Setelah pertemuan itu, para masyayikh merasa perlu mengeluarkan (bayan) penjelasan (secara tertulis, pent) untuk menghentikan perselisihan. Para masyayikh kemudian menulis bayan (penjelasan), dan membacakannya kepada asy-Syaikh Yahya melalui telepon, dan beliau pun sepakat untuk mengeluarkan penjelasan tersebut.

Setelah (bayan) penjelasan tersebut dikeluarkan, asy-Syaikh Yahya menelepon dan berkata, “bahwa ia tidak menyepakati isi penjelasan tersebut sampai asy-Syaikh ‘Abdurrahman datang kepadanya meminta maaf di Dammaj! Para masyayikh menanggapi, “Penjelasan sudah dikeluarkan, dan kedatangan asy-Syaikh ‘Abdurrahman (ke Dammaj) akan terjadi di masa mendatang dengan izin Allah.”

Akan tetapi asy-Syaikh Yahya enggan menyetujuinya, dan tidak menginginkan kecuali membatalkan kesepakatan itu dan membantah penjelasan tersebut. Inilah yang menjadikan perselisihan ini semakin parah. Para masyayikh pun bersabar atas apa yang dilakukan oleh asy-Syaikh Yahya.

Beberapa lama kemudian, kami pergi berhaji. Kami ketika itu ada asy-Syaikh Yahya, asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab, asy-Syaikh adz-Dzamariy, asy-Syaikh al-Bura’iy, asy-Syaikh ash-Shaumaliy, dan al-Imam. Sementara asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adniy tidak bisa berhaji pada tahun itu. Kami saling berjanji untuk bertemu bersama di hadapan Waliduna (orang tua kami) asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi – hafizhahullah –

Maka kami pun bisa berjumpa di hadapan beliau. asy-Syaikh Rabi’ berkata kepada asy-Syaikh Yahya, “Wahai syaikh Yahya, pada diri asy-Syaikh ‘Abdurrahman tidak ada hizbiyyah sedikit pun. Kami mengenal beliau, dan gurunya (asy-Syaikh Muqbil) al-Wadi’iy telah memberinya rekomendasi (tazkiyah), dan memilih beliau untuk menjadi salah satu masyayikh yang dijadikan rujukan ketika fitnah-fitnah terjadi.” Atau ucapan yang semakna dengan ini.

Selanjutnya, asy-Syaikh Rabi’ mengarahkan pembicaraan kepada para masyayikh yang hadir. Beliau mengatakan (kepada kami), “Apakah kalian berpendapat bahwa ‘Abdurrahman adalah hizbiy?” Para masyayikh menjawab, “Kami tidak melihat hizbiyyah pada diri beliau sedikit pun.” Lalu asy-Syaikh Rabi’ berdiri, disertai persetujuan para masyayikh yang hadir, beliau meminta asy-Syaikh Yahya untuk rujuk dari ucapannya tentang hukum atas asy-Syaikh ‘Abdurrahman dengan hizbiyyah. Beliau pun meminta kami jika kami telah kembali ke Yaman untuk memanggil (asy-Syaikh) ‘Abdurrahman dan meminta dari beliau untuk mengeluarkan penjelasan bahwa beliau berlepas diri kepada Allah dari siapapun yang mencela Dammaj, dan bahwa beliau tidak ridha atas celaan yang ditujukan kepada asy-Syaikh Yahya. Dengan ini, diharapkan perselisihan berhenti. Dakwah pun akan berjalan sebagaimana mestinya, berjalan dengan tenang diiringi sikap ta’awun (saling membantu) dan menutup pintu-pintu fitnah. Asy-Syaikh Yahya pun menerima perkataan ini pada waktu itu. Para masyayikh pun kembali ke Yaman.

Para masyayikh bersemangat untuk mewujudkan hasil yang telah disepakati di hadapan asy-Syaikh Rabi’ tersebut. Para masyayikh pun memanggil asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adniy. ijtima’ dengan kehadiran beliau juga waktu itu berlangsung di al-Hudaidah, di sisi al-Walid asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab. Kami (para masyaikh) pun berunding dengan beliau (asy-Syaikh ‘Abdurrahman) . Kami menyebutkan kepada beliau tentang peristiwa yang berlangsung di sisi asy-Syaikh Rabi’, dan kami meridhainya. asy-Syaikh ‘Abdurrahman pun menyetujui untuk mengeluarkan penjelasan sebagaimana diminta oleh asy-Syaikh Rabi’ dan para masyayikh yang lainnya. Beliau pun mengeluarkan penjelasan. Akan tetapi tidaklah ada sesuatu pun dari asy-SyaikhYahya melainkan ia membatalkannya dengan 2 kaset yang di dalamnya ia mencela para masyayikh yang berusaha melakukan apa yang diminta oleh asy-Syaikh Rabi’, dan mencerca mereka.

Para masyayikh pun tetap bersabar dan tidak membantah asy-Syaikh Yahya. Maka setelah itu, perselisihan telah terjadi antara asy-Syaih Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dengan asy-Syaikh Yahya, dan antara asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri dengan asy-Syaikh Yahya. Para masyayikh yang lainnya di Yaman berusaha mendamaikan antara asy-Syaikh Yahya antara mereka juga, namun mereka belum bisa menghilangkan perselisihan, dikarenakan asal perselisihan ini adalah ucapan asy-Syaikh Yahya terhadap asy-Syaikh ‘Abdurrahman al-‘Adniy.

Kemudian asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri mengeluarkan fatwa bahwa tidak boleh mencari ilmu di Dammaj di hadapan asy-Syaikh Yahya al-Hajuriy. Para masyayikh: asy-Syaikh ash-Shaumaliy, asy-Syaikh adz-Dzamariy, asy-Syaikh al-Bura’iy, asy-Syaikh al-Imam, merasa perlu untuk mengeluarkan penjelasan tentang hakikat perselisihan ini, di mana asy-Syaikh Yahya tidak berhenti melakukan perbuatannya ini. Mereka pun mengeluarkan penjelasan yang menyebutkan bahwa sesungguhnya perselisihan ini “As-Sunnah tidak akan tertolong dengannya, dan bid’ah tidak menjadi terhapus dengannya, hanya saja untuk mencari kemenangan.” Penjelasan tersebut juga menyebutkan bahwa perselisihan yang terjadi tidak sampai kepada sikap memperingatkan dari menuntut ilmu di Dammaj.

Setelah keluarnya penjelasan ini, asy-Syaikh Yahya dan yang bersamanya mengajak untuk melakukan al-mufashalah (pemisahan diri). Tindakan pemisahan diri ini pun dimulai dari kabupaten-kabupaten bagian selatan. Para masyayikh mewasiatkan dengan kesabaran, menjaga dakwah dan persaudaraan, dan tidak menganggap adanya mufashalah sedikit pun selamanya. Dan mufashalah ini pun disertai dengan tahdzir asy-Syaikh Yahya dari menghadiri muhadharah para masyayikh tersebut, dan tahdzir dari mengundang mereka. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1429 H.

Pada tahun 1430H, asy-Syaikh al-Bura’iy, asy-Syaikh adz-Dzamariy, dan asy-Syaikh al-Imam melaksanakan haji. Mereka duduk bersama asy-Syaikh Rabi’ dan memohon kepada beliau untuk meminta para penulis di situs al-Wahyain (www.wahyain.com)  agar menghapus tulisan yang mencela asy-Syaikh Yahya dan menahan diri darinya. Asy-Syaikh pun menghimbau para penulis tersebut. Mereka menutupnya selama beberapa waktu lamanya karena segan. Mereka mengatakan, “Anda memerintahkan pada satu pihak untuk menutup,  tetapi tidak memerintahkannya pada pihak yang lain.” Adapun maksud para masyayikh dengan hal ini adalah untuk memperkecil perselisihan, tetapi ternyata tidak berguna. Mereka (para penulis tersebut) pun akhirnya kembali menulis bantahan-bantahan ilmiah selang beberapa bulan kemudian, dengan alasan bahwa kelompok yang lain – asy-Syaikh Yahya dan yang bersamanya – tidak juga menghentikan (celaan dan tulisan-tulisannya).

Setelah ini, muncullah ucapan dari asy-Syaikh Rabi’ atas al-Hajuriy. Beliau berkata tentangnya (asy-Syaikh Yahya) dan orang yang fanatik terhadapnya, “Mereka berjalan di atas jalan al-Haddadiyah.” Pada waktu yang lain beliau berkata, “Mereka ini orang-orang Haddadiy.” Asy-Syaikh Yahya pun membantahnya dengan bantahan yang membuat  fitnah semakin berkobar, karena dia (asy-Syaikh Yahya) banyak melampaui batas di dalamnya. Para masyayikh di Yaman berangan-angan kalau sekiranya asy-Syaikh Yahya memperbaiki sikapnya. Namun hal ini tidak terjadi sedikit pun. Selanjutnya para masyayikh mengeluarkan penjelasan yang di dalamnya ada permintaan kepada situs al-Wahyain (www.wahyain.com) yang menulisa bantahan-bantahan ilmiah terhadap asy-Syaikh Yahya untuk menahan diri  dari membela diri ketika asy-Syaikh Yahya mencelanya. Agar jangan sampai sikap pembelaan tersebut menjadi penyebab semakin meluasnya sampai kepada celaan terhadap Dammaj.

Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhaliy pun berbicara tentang asy-Syaikh Yahya disebabkan celaannya (asy-Syaikh Yahya) terhadap asy-Syaikh Rabi’ dan selain beliau. Asy-Syaikh Yahya pun balik mencela beliau (asy-Syaikh Muhammad al-Madkhaliy), yang menjadikan fitnah ini semakin besar.

Para masyayikh masih meneruskan sikap untuk bersabar dan menjaga dakwah serta ukhuwwah. Orang-orang yang fanatik kepada  asy-Syaikh Yahya mencaci dan mencela para masyayikh tersebut di hadapan masyayikh as-Sunnah di negeri al-Haramain dan selain mereka. Para masyayikh pun masih berhadap sekiranya ada dari asy-Syaikh Yahya dan orang-orang yang fanatik kepadanya, semangat untuk menghentikan perselisihan dan memperbaiki hubungan dengan para masyayikh. Tetapi hal ini tidak terjadi sedikit pun, bahkan terjadi sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Aku tambahkan, sesungguhnya asy-Syaikh Rabi’ dalam majelis malam Rabu tanggal 1 Jumadal Ula 1434H (12 Maret 2013 M), beliau berfatwa tentang asy-Syaikh Yahya al-Hajuriy dengan ucapan yang telah menyebar dan diketahui oleh orang yang jauh maupun dekat.

Di antara ucapan beliau tentang asy-Syaikh al-Hajuriy, “Wajib untuk memaksa dia merubah tata caranya, jika dia terus di atas caranya ini, maka akan menjadikan fitnah ini tidak ada bandingannya.” Dan beliau berkata, “Aku terus menasehati dia berkali-kali, terkadang aku menasehatinya sampai 2,5 jam, tapi dia tidak mau mendengar, berjanji tapi tidak menepati janji-janjinya.” Beliau berkata, “Kami telah duduk bersamanya, kami pun telah berbicara kepadanya, tetapi dia tidak mendengar.” Beliau berkata, “Murid-muridnya adalah orang-orang yang melampaui batas, sikap berlebihan yang tidak ada tandingannya.” Selesai. Inilah ucapan asy-Syaikh Rabi’.

Sebagai ganti dari sikap penerimaan asy-Syaikh Yahya al-Hajuriy terhadap saran untuk merubah caranya yang dia berjalan di atasnya, ia malah mengeluarkan kaset yang berjudul An-Nushhu ar-Rafi Li asy-Syaikh Rabi’ dan membantah ucapan asy-Syaikh Rabi’ paragraf demi paragraf. Di antara yang dia ucapkan di tengah bantahannya atas ucapan asy-Syaikh Rabi’, “Wajib untuk memaksa dia merubah tata caranya” maka asy-Syaikh al-Hajuriy berkata, “Aku adalah pelaku dakwah, bagaimana engkau memaksaku sementara di belakangku ada ribuan orang!! Wa lillaahil hamd, seluruh mereka di atas sunnah, jika aku mengucapkan suatu perkataan maka mereka akan mengucapkan yang lebih banyak darinya – demi Allah – aku berada di tengah dada-dada mereka – sekarang – dari bantahan, bagaimana engkau akan memaksaku?!”

Dan di antara ucapan asy-Syaikh al-Hajuriy dalam bantahannya terhadap ucapan asy-Syaikh Rabi’, “Ucapan yang keluar karena kemarahan dan ketergesaan, sampai-sampai sebagian orang yang hadir memberitahuku bahwa dia (yakni asy-Syaikh Rabi’) berbicara dalam keadaan gemetar!!”

Maka perhatikanlah, wahai orang yang inshaf (adil), sikap asy-Syaikh al-Hajuriy ini terhadap para ulama yang memberi nasehat kepadanya dan sangat mengingingkan kebaikan untuknya.

Perselisihan yang dipimpin oleh al-Hajuriy ini menimbulkan berbagai efek (negatif), di antaranya:

  • Dia membuka peluang bagi para muridnya untuk mencela para masyayikh tersebut tadi dan yang selain mereka melalui syair dan tulisan. Menerbitkan artikel-artikel dan tulisan-tulisan, buku-buku tentang mereka (para masyayikh). Di dalamnya terdapat banyak sikap melampaui batas, yang hal ini menunjukkan bahwa para murid tersebut turut serta dalam menjatuhkan ahli ilmu.
  • Di masa terjadinya perselisihan, asy-Syaikh Yahya tidak menerima nasehat dari para masyayikh dalam setiap usaha pendamaian.
  • Al-Hajuriy mencela sejumlah besar penuntut ilmu yang mustafid karena mereka tidak menyetujuinya atas perbuatannya tersebut.
  • Orang-orang yang fanatik terhadap al-Hajuriy menanamkan perselisihan tersebut di antara ahlus Sunnah di seluruh alam. Ini di antara yang menyebabkan mudharat terhadap Ahlus Sunnah dan timbulnya perpecahan di antara mereka. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah.

Ini adalah secara garis besar tentang apa yang telah terjadi. Para ulama telah mempelajari tindakan asy-Syaikh Yahya dalam perselisihan ini selama jangka waktu lebih dari tujuh tahun, manhaj yang dia berjalan di atasnya, itu bukan sekedar ketergelincirannya.

Sudah diketahui bahwa suatu kesalahan jika menggelincirkan seorang ‘ulama maka ia akan diperingatkan dari kesalahan tersebut. Maka bagaimana dengan seorang yang menempuh manhaj yang menyelisihi manhaj ahlul ilmi di masa silam maupun di masa ini. Berloyalitas dan memusuhi karenanya!! Bukankah peringatan darinya dan dari manhaj-nya itu lebih utama dan lebih pantas?!

Sebagai penutup, aku menasehati saudara-saudaraku ahlus sunnah secara umum dan para penuntut ilmu secara khusus untuk menghadapkan diri secara penuh untuk mencari ilmu yang bermanfaat, beramal dengannya, berdakwah kepada Allah, dan tunduk dengan sempurna kepada nash-nash syariat yang suci. Juga untuk rujuk kepada pihak yang Allah perintahkan untuk rujuk kepadanya, yaitu para ‘ulama, khususnya ketika terjadi fitnah. Aku wasiatkan juga untuk mengambil nasehat dan arahan mereka, menjauh dari sikap ta’ashshub dan taqlid buta. JIka tidak, maka ditakutkan akan terjadi pada orang yang fanatik dan terjun ke dalam fitnah itu pada hal-hal yang tidak terpuji akibatnya.

Allah sajalah yan aku minta untuk menyatukan kembali kekuatan Ahlus Sunnah, memberi taufik mereka semua kepada perkara yang Dia cintai dan Dia ridhai. Sesungguhnya Dia adalah pemiliknya dan yang mampu atasnya.

Ditulis oleh:

Abu Nashr Muhammad bin ‘Abdillah al-Imam

Darul Hadits Ma’bar

26 Jumadal Ula 1434 H (8 April 2013)

PDF terjemahan klik di sini

PDF teks asli klik di sini


[1] Yakni sebagaimana diketahui bahwa ikhwah ahlus sunnah di ‘Adn telah menyiapkan tanah untuk ma’had dan kavlingan untuk perumahan di Fuyus – ‘Aden. Asy-Syaikh ‘Abdurrahman diminta sebagai pengampu ma’had baru tersebut. Tentu saja minat ahlus sunnah untuk mendaftar sangat besar. Mengingat keterbatasan tempat, maka perlu ada upaya pendataan dan pengaturan yang baik. Maka dilakukanlah proses pendataan tersebut.

[2] Yaitu ucapan negatif  dan vonis hizbi terhadap Asy-Syaikh ‘Abdurrahman.

Sumber: http://dammajhabibah.net/2013/04/13/bahaya-fitnah-hajuriyah/

dammaj.net

 

Baca artikel terkait:

2 thoughts on “Bahaya Fitnah Hajuriyyah

  1. Bismillahirrohmanirrohim

    Seperti yang sudah kita duga para Hajurindo fanatikus Yahya al Hajury mengamuk dengan bahasa kotor seperti yang diajarkan gurunya, tak beradab dan tak berakhlak, orang-orang yang kasar, pongah lagi safih.. sebuah kefanatikan yang luar biasa!

    Kalau sebelumnya mereka cela habis-habisan Syaikh Ubaid al Jabiri, kemudian juga tak luput cacian dan celaan kepada Asy Syaikh Muhammad bin Hadi al Madkhali, kini giliran Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi al Madkhali dijadikan bulan-bulanan dalam celaan dan caci maki mereka. Bahkan seluruh para ulama’ yang tidak pro dengan Yahya al Hajury langsung dapat cap Hizby.

    Maka celaan mereka kepada para asatidzah kita dengan celaan siluman badut itu tidaklah seberapa dibandingkan celaan dan tuduhan guru mereka Yahya al Hajuri kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada para shahabat terkait terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, celaan Yahya al Hajuri terhadap para ulama’ ahlus sunnah dan penghizbiy-an hajuriyyun terhadap salafiyyin.

    Benar kata Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi al Madkhali hafizhahullah:
    1.Beliau berkata tentang pandangan beliau terhadap Al-Hajury: “Semua Salafiyyun sekarang ini menurutnya mubtadi’, mereka semua mubtadi’, para dai dan para ulama semuanya di bawah kedua kakinya.”
    2.Beliau berkata tentang pengikut Al-Hajury: “Datang kepada kami keluhan-keluhan dari segala penjuru dunia. Seseorang yang baru belajar dua atau tiga hari, sebulan atau dua bulan, dia pergi ke tempat yang jauh, ke Rusia (seraya mengatakan), “Ubaid, Ubaid dan Yahya, Yahya di langit dan Ubaid mubtadi.” Inilah dakwah mereka (di) Inggris, Sudan, Mesir, Turki, Kenya, Libya. Semua negara benar-benar penuh permusuhan terhadap salafiyyun dan dakwah salafiyyah.”
    3.Ketika ada seorang penuntut ilmu berkata kepada beliau (Asy-Syaikh Rabi’): “Wahai Syaikh, nasehatlah dia dan tulislah risalah kepadanya.” Beliau menjawab: “Saya telah menasehatinya, saya telah menasehatinya, saya telah menasehatinya secara langsung. Terkadang nasehat itu berlangsung sampai 2,5 jam, namun dia tidak mau mendengar. Dia berjanji (tidak mengulangi kesalahannya lagi) dan tidak menepati janji, baarakallahu fiikum. Sedangkan murid-muridnya adalah orang-orang yang ghuluw (keterlaluan dan melampaui batas), ghuluw yang tiada bandingannya. Yakni (dengan menggelarinya -pent) imamuts tsaqalain (imam jin dan manusia -pent) dan an-nashihul amin (penasehat yang terpercaya -pent), ghuluw, ghuluw dan ghuluw.”
    4.Beliau juga berkata: “Tidak ada yang lebih sesat dari Yahya…”
    5.Beliau juga berkata: “Para pengikutnya terus mencabik-cabik dakwah di dunia ini.”
    6.Beliau juga berkata: “Kabarkan perkataan ini kepada Al-Hajury dan dia tahu bahwa saya berseberangan dengan tindak tanduknya.”

    Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un..
    Allahul musta’an..

  2. يقول الشيخ ربيع بن هادي المدخلي – حفظه الله –
    (( نعوذ بالله أن نأخذ أحداً بالظن بل لم أنتقد إلا مـن ظـهر باطلـه و شاعـت فتنتــه )).
    مجموع 235/10

    Asy Syaikh Robi’ bin Hadi Al Madkholi hafidzahulloh berkata di dlm majmu’ fatawa wa rosail beliau 235/10 “kami berlindung kepada Allah ta’ala dari mengkritik seorangpun di atas prasangka bahkan tidaklah aku layangkan kritikan, melainkan kepada seseorang yang telah tampak jelas kebatilannya dan telah merata fitnah yang ditimbulkannya”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *