Barometer Bagi Para Pencela Tokoh Sunnah (Sebuah catatan kecil untuk Firanda dan semisalnya)

bismillahirrohmanirrohim

BAROMETER BAGI  PARA PENCELA TOKOH  SUNNAH

(Sebuah catatan kecil untuk Firanda dan semisalnya)

Penjelasan disela pembahasan Shahih Bukhari:

Al Ustadz  Abu Muawiyah Askary hafizhahullah

————–

Diriwayatkan dari Nu’aim bin hammad rahimahullahu ta’ala, beliau mengatakan;

إذا رأيت العراقي يتكلم في أحمد بن حنبل فاتهمه في دينه  وإذا رأيت الخراساني يتكلم في إسحاق بن راهويه فاتهمه في دينه وإذا رأيت البصري يتكلم في وهب بن جرير فاتهمه في دينه ( تاريخ بغداد ( 6 / 348 )  وتاريخ دمشق ( 8 / 132 )

Apabila engkau melihat orang Iraq itu menjelekkan, membicarakan, mengkritik Ahmad bin Hambal, maka tuduh agamanya dia. Kenapa? Karena al imam Ahmad adalah imam as sunnah, pembela sunnah pada masanya. Siapa yang membenci imam Ahmad, ini orang dipertanyakan, tuduh agamanya. Ada kemungkinan dia ini dari kalangan ahlul bid’ah.

Apabila engkau melihat seorang dari Khurasan menjelek-jelekan Ishaq bin Rahuyah, maka tuduh agamanya, ragukan agamanya. Apabila engkau melihat seorang datang dari Bashrah, lalu dia menjelek-jeleakkan Wahb bin Jarir, maka tuduh agamanya. Dan ucapan para ulama as salaf yang semakna dengan ini banyak sekali. Ini menunjukkan bahwa mereka menjadikan orang-orang tertentu dari kalangan tokoh-tokoh sunnah yang membenci kepadanya, itu menjadi pertanyaan besar tentang orang ini. Kenapa dia membencinya?

Kalau orang ini yang nampak darinya adalah pembelaan gigih terhadap sunnah, keras terhadap bid’ah dan ahlul bid’ah, kenapa kamu membencinya? Kenapa kamu membencinya? Itu berarti tanda keburukan. Oleh karena itu para ulama dari tokoh-tokoh sunnah yang gigih berpegang teguh kepada sunnah pada zaman-zaman fitnah di masa ini, itupun dijadikan sebagai tanda untuk menguji seseorang. Apakah dia berjalan di atas sunnah atau tidak.

Seperti al ‘allamah Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafizhahullahu ta’ala, yang al imam Al Albani rahimahullaahu ta’ala memberi pujian kepada beliau yang beliau tidak pernah memberikan pujian itu kepada yang lain, حامل لواء الجرح والتعديل
“Hamilu liwa’il jarh wat ta’dil”  Pembawa panji jarh wa ta’dil pada masa ini, Rabi’ bin Hadi Al Madkhali. Berpuluh-puluh tahun, ketika para pencela-pencela beliau ini, yang ada sekarang ini, yang mengaku-ngaku ahlussunnah sekarang ini, mereka itu belum lahir, syaikh Rabi’ sudah menegakkan dakwah tauhid, menyebarkan dakwah sunnah. Bukan hanya di Arab Saudi, beliau berkeliling. Beliau menghabiskan umurnya fi nashri dakwah, fi nashri sunnah, dalam menyebarkan sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Orang-orang yang disebut sbg masyaikh ABG, baru gede begitu, baru muncul berbicara tentang syaikh Rabi’,  aneh, aneh! Beliau sudah berdakwah orang ini baru muncul, baru lahir. Seperti Ali Hasan Al Halabi belum ada wujudnya, syaikh Rabi’ sudah berdakwah. Ali Hasan Al Halabi salah satu syaikh rodja, radio rodja, tv rodja dan yang semisalnya mereka itu belum lahir, belum ada wujudnya di dunia sementara Syaikh Rabi’ sudah menyebarkan dakwah sunnah. Dan nama beliau telah populer dikenal oleh para ulama, dan tidak ada yang bisa memberi rekomendasi, memberi pujian untuk menunjukkan keilmuan seseorang kecuali para ulama.

Yang memuji syaikh Rabi’ bukan orang-orang yang sepantaran beliau, tetapi yang diatas beliau, guru-guru beliau. Asy syaikh bin Baz, asy syaikh Al Albani, ini guru-guru syaikh Rabi’ ketika masih di al jami’ah al islamiyyah, mereka yang memuji. Lalu kemudian datang orang-orang terbelakang ini, entah siapa yang memberi rekomendasi, siapa yang memberi pujian, berani-beraninya berbicara tentang syaikh Rabi’ yang para ulama memuliakan dan mengagungkan beliau.

Ini akhirnya dijadikan sebagai tanda untuk menguji seseorang. Apabila engkau melihat ada seorang yang hidup di zaman millenium ini, menjelek-jelekkan syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah, tuduh agamanya walaupun mereka mengaku ahlussunnah.

Seorang tokoh bid’ah yang bernama Firanda ini, subhanallah ini orang tidak punya rasa malu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan:

إذا لم تستحي فاصنع ما شئت

idzaa lam tastahyi fasna’  maa syi’ta
“Apabila engkau tidak punya rasa malu, lakukan apa yang kamu inginkan”
Ini orang tidak punya rasa malu. Ahlul bid’ah dibela, para ulama memberi peringatan dari berbagai penyimpangan ihya’ut turots, anak muda ini muncul, membela ihyaut turots. Dengan berbagai macam dalih, bukan dalil!
“Ulama yang memuji ihya’ut turots lebih banyak, daripada yang mencerca”
Apakah itu dalil? Buka dalil, itu dalih. Walaupun satu orang yang mencerca, kalau dia mendatangkan bukti, dalil, hujjah, maka ucapannya harus diterima. Ini merupakan hal yang ma’ruf dalam ilmu al jarh wat ta’dil. Walaupun seribu alim, lalu kemudian datang seorang alim, imam jarh wa ta’dil mencerca seorang perawi dengan hujjah, maka orang ini tercela. Didahulukan perkataan yang mencerca daripada yang memuji. Karena yang memuji tidak memiliki ilmu yang dimiliki oleh yang mencerca ini, dan itu hal yang ma’ruf.

Padahal dia mengetahui, penyimpangan-penyimpangan ihya’ut turots. Dia tahu itu, na’am. Dia mengetahui siapa itu mufti ihya’ut turots, Abdurrahman Abdul Khaliq. Dia tahu  penyimpangan-penyimpangannya. Namun seperti perkataan seorang حبك شيئا يعمي ويصم
‘hubbuka syai’a yu’mi wa yushim
“Kecintaanmu kepada sesuatu menyebabkan kamu menjadi bisu dan tuli.”

Ini, dia tahu siapa Abdurrahman Abdul Khaliq na’am. Sampai sempat terlepas pada tulisannya itu ketika dia menyebutkan tentang masalah fiqhul waqi’ bahwa mereka yang menyebarkan tentang fiqhul waqi’ ini adalah dari kalangan hizbiyyun. Menuduh ulama tidak mengerti fiqh realita yang ada pada masa ini. Sadar tidak sadar ketika dia mengucapkan ini, kemudian saya terangkan setelah itu:

“Lha itu kan perkataan Abdurrahman Abdul Khaliq. Abdurrahman Abdul Khaliq yang menuduh pada ulama tidak memahami fiqhul waqi’. Dari ucapan kamu ini, harusnya mengilzamkan antum untuk mengatakan bahwa Abdurrahman Abdul Khaliq hizbi, menuduh para ulama tidak mengerti fiqh realita, fiqhul waqi’”, mestinya kan begitu. Tapi lain dia, menghindar. Ini orang seperti belut, mau ditangkap lepas lagi, licin lisannya, wallahul musta’an, wallahul musta’an sangat disayangkan. Orang-orang yang dikenal mereka memiliki bid’ah, mereka memiliki penyimpangan, para ulama tidak merekomendasi. Ini orang membela, ini orang membelanya, memujinya.

Giliran asy syaikh Rabi’, para ulama ketika memuji beliau, dan beliau tidak mengharapkan pujian itu, tapi para ulama memberikan pujian kepada beliau. Baru ada beberapa kalimat dari ucapan beliau, itu dia simpulkan sendiri bahwa dari ucapan syaikh Rabi’ ini menunjukkan bahwa syaikh Rabi’ berpemikiran khawarij. Coba bayangkan! Berpemikiran khawarij. Ini ucapannya Firanda ini, menuduh syaikh Rabi’ berpemikiran khawarij, membawa pemikiran khawarij, membawa paham khawarij.

Persis sama seperti Abruddahman Abdul Khaliq. Abruddahman Abdul Khaliq mengatakan “ISIS (dalam bahasa Arab disebut DAIS) dan al madaakhilah, maksudnya orang-orang yang condong kepada syaikh Rabi’ itu bagaikan wajhan li umlatin wahidah (bagaimana membahasa Indonesiakan itu? Seperti koin dengan dua sisinya ini). Wajhan li umlatin wahidah, artinya sama. Al madaakhilah, ISIS sama” itu ucapan Abdurahman Abdul Khaliq.

Firanda mengatakan “Syaikh Rabi’ berpaham khawarij” ini sama ini! Ini Firanda, Abdurrahman Abdul Khaliqnya Indonesia ini, na’am. Lalu mereka-mereka yang jelas-jelas terjatuh dalam penyimpangan berusaha diberi udzur. Baru-baru ini memuji Zakir Naik, diberi udzur, kesalahan-kesalahannya diberi udzur. Syaikh Rabi’ dicari-cari kesalahannya. Ada yang masih kira-kira memungkinkan, para ulama belum menghukumi, dia sudah memposisikan dirinya seakan-akan sebagai seroang alim menghukumi syaikh Rabi’ berpaham khawarij. Laa haula walaa quwwata illa billah. سبحانك هذا بهتان عظيم
Subhanaka hadza buhtanun adzim. Maka orang ini berbahaya, oleh karena itu para ulama menjadikan tokoh-tokoh sunnah itu sebagai seseorang yang selalu dijadikan sebagai tanda orang yang cinta kepadanya menunjukkan dia ahlussunnah. Orang yang benci kepadanya, menjelek-jelekannya, menuduhnya dengan berbagai macam tuduhan yang bathil, ini merupakan tanda bahwa dia bukan dari ahlussunnah, Allahul Musta’aan.
Disebutkan oleh para ulama:’ min ‘alaamaat ahlil bid’ah al waqii’at fi ahlil atsar
“Diantara tanda ahlul bid’ah adalah mencerca ahlul atsar, ulama as sunnah”

Ini Baarakallahu Fiik.

———

Tulisan ini adalah transkrip Ceramah Al Ustadz Askary hafizhahullah, disela-sela pembahasan kajian shahih bukhari pada malam selasa 28 Syawal Syawal 1437 H || 02 Agustus 2016 || Masjid Ponpes Ibnul Qoyyim Balikpapan.

———

Download dan dengar audio disini:

http://www.salafybpp.com/rekaman-kajian/barometer-bagi-para-pencela-tokoh-sunnah

https://telegram.me/AudioThalabIlmuSyar_i

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *