PERINGATAN PARA PEMILIK AKAL YANG BERSIH DARI APA YANG ADA DALAM WATSIQAH MUHAMMAD AL-IMAM BERUPA PENYIMPANGAN DAN SERAMPANGAN
Ditulis oleh : Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiry hafizhahullah
Pengantar oleh : Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah.
Pengantar dari Asy-Syaikh Al-Allaamah Shahilh bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah ta’ala.
Segala pujian kesempurnaan milik Allah. Semoga shalawat dan salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad keluarga beliau dan shahabat beliau. Wa ba’du.
Saya telah meneliti risalah ini yang berjudul : ”Peringatan bagi orang yang memiliki akal yang bersih” karya Asy-Syaikh Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri semoga Allah memberinya taufiq. Dan saya melihat telah mencukupi pada topik pembahasannya. Maka semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan dan memberi manfaat dengan ilmu beliau.
Ditulis oleh : Shalih bin Fauzan Al-Fauzan. Anggota Haiah Kibarul Ulama Pada 1/11/1436
MUKADIMAH
Sesungguhnya segala pujian itu adalah milik Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampun kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejelekkan-kejelekkan jiwa-jiwa kita dan kejelekkan amalan-amalan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkanNya maka tidak ada yang bisa menunjukinya.
Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.
”Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalian kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran 102)
”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian. (QS. An-Nisa 1)
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagi kalian amalan-amalan kalian dan mengampuni bagimu dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS. Al-Ahzab 70-71)
Amma ba’du. Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kalamullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bidah dan setiap yang bidah itu adalah sesat dan setiap kesesatan itu di neraka.
Wa ba’du..
Maka sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mendidik kita dalam kitab-Nya agar kita kembali kepada ulama ketika terjadi fitnah, karena mereka adalah ahli kebenaran dan petunjuk, mereka adalah pemilik pandangan dan hujjah. Mereka menghidupkan dengan Kitabullah orang-orang yang sudah mati hatinya, menjadikan orang-orang yang sudah buta bisa melihat dengan cahaya Allah. Merekalah yang menepis dari Kitabullah penyimpangan orang-orang yang ekstrim, dan penyelewengannya orang-orang batil, penafsirannya orang-orang bodoh. Merekalah orang yang mengikat panji-panji bidah dan melepaskan tali-tali ikatan fitnah. Karena sebab ini, Rabb kita mewajibkan atas kita untuk merujuk kepada mereka.
Maka Allah berfirman yang artinya:
”Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).”(QS. An-Nisa 83)
Maka dari itu, tidaklah muncul suatu fitnah pada suatu kaum dan mereka menyalakan kobarannya, kecuali karena kehilangan ulama, atau tidak mau merujuk kepada mereka. Al-Imam Al-Bukhary rahimahullah berkata ;
”Bab bagaimana dicabutnya ilmu?” Dan Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakr bin Hazm : ”Lihatlah apa-apa yang berasal dari hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka tulislah. Karena sesungguhnya saya takut akan hilangnya ilmu dan perginya tttpara ulama. Dan janganlah engkau menerima kecuali hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan agar kalian menyebarkan ilmu dan kalian duduk hingga orang yang tidak mengetahui menjadi tahu. Maka sesungguhnya ilmu itu tidak hilang sampai ia dalam keadaan tersembunyi.”
Kemudian Al-Imam Al-Bukhary berkata : Telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abi Uwais, berkata : Telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam dari Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin Amr bin Ash berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu alahi wasallam bersabda :
”Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekali cabut dari para hamba, akan tetapi mencabut ilmu dengan mencabut para ulama. Sampai jika Dia tidak menyisakan seorang alimpun, maka manusia mengambil pemimpin dari orang-orang bodoh. Lalu mereka ditanya maka mereka berfatwa dengan tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan. (Fathul baari 1/93)
Maka saya (Syaikh Abdullah bin Shalfiq) katakan : ”Dan ini yang terjadi pada Muhammad bin Abddullah ar-Raimiy yang lebih dikenal dengan Muhammad al-Imam, penghuni markas An-Nuur di Ma’bar Yaman. Ketika ia menetapkan perjanjian kesepakatan bersama rafidhah dalam keadaan ia tidak merujuk kepada para ulama rabbaniyiin dan tidak meminta petunjuk kepada mereka.
Dan ia memposisikan dirinya di dalam perjanjian itu sebagai wakil dari salafiyiin. Seolah-olah salafiyah itu adalah sebuah kelompok seperti kelompok-kelompok yang menetapkan akad-akad dan perjanjian-perjanjian tanpa merujuk kepada pemerintah atau ulama rabbaniyiin, yang kita secara syariat diperintahkan untuk merujuk kepada mereka.
Oleh karena itu para ulama dan penuntut ilmu dari para masyayikh kita dan saudara-saudara kita ahlussunnah di Saudi dan Yaman telah mengingkari perjanjian yang berbahaya ini yang memuat di dalam kandungannya kemungkaran-kemungkaran yang besar. Dan sungguh mereka (yang membantah) telah mencukupi dan memuaskan bagi orang yang menginginkan al-haq dan mencurahkan pendengaran dalam keadaan ia menyaksikan. Diantara mereka adalah :
✔1.Yang mulia Syaikh kami Robi’ bin hadi Al-Madkhali hafizhahullah
✔2. Yang mulia Syaikh kami Ubaid bin Abdillah Al-Jaabiry hafizhahullah
✔3. Yang mulia Asy-Syaikh Doktor Abdullah bin Abdirrahim Al-Bukhary hafizhahullah
✔4. Yang mulia Asy-Syaikh Doktor Arafat bin Hassan Al-Muhammady hafizhahullah
✔5. Yang mulia Asy-Syaikh Al-Mujahid Hani bin Ali Al-Buraik hafizhahullah.
Hanya saja saya akan menulis beberapa catatan atasnya dan menambahkan padanya apa yang belum mereka paparkan. Yang demikian itu karena dua perkara :
Yang pertama : Terus menerusnya Muhammad al-Imam membela watsiqah tersebut dan menerapkan poin-poin yang ditetapkan hingga sekarang. Padahal Pemerintah negeri Yaman dan Saudi serta negara-negara Teluk telah melakukan operasi peperangan melawan Hutsi yang telah melanggar kesepakatan-kesepakatan, mereka membunuh para ahlussunnah dan sering sekali berlaku curang terhadap mereka. Dan mereka berwala dengan negeri Iran, dalam keadaan Iran menyokong mereka dengan suplai senjata dan peralatan tempur.
Yang kedua : Penyesatan yang dilakukan pengikut Muhammad al-Imam kepada manusia, dengan mengada-adakan perkataan dusta atas nama yang mulia Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah, bahwasanya beliau mendukung perjanjian ini.
Dan berikut ini adalah gambar watsiqah tersebut kemudian bantahan atasnya. (Gambar Watsiqah dan bantahan ada pada Risalah Syaikh Abdullah bin Shalfiq download pada link berikut : https://app.box.com/s/
BANTAHAN TERHADAP WATSIQAH
Aku katakan, dengan meminta taufiq kepada Allah dan meminta pertolongan pada-Nya dan menyerahkan urusan pada-Nya :
YANG PERTAMA :
Judul perjanjian :[Perjanjian hidup bersama dan bersaudara]. Maka disini ada beberapa kritikan :
✔1. Sesungguhnya penetapan perjanjian dari pihak Muhammad al-Imam bersama sekelompok rafidhah pemberontak terhadap negara dan aturannya, yang memerangi negara, dan mengambil arahan-arahannya dari negeri lain penentang dan menyokong (mereka) dengan senjata, yakni negeri Iran.
Poin ini sendiri merupakan tindakan pembangkangan terhadap negara dan pemerintahnya, dan juga terhadap para ulama yang kita diperintahkan merujuk kepada mereka sebagaimana telah lalu.
Dan lebih-lebih ini merupakan penyimpangan dari agama dan bimbingan-bimbingan Rabbani. Maka ini adalah suatu kebodohan, sedikitnya akal dan kurangnya hikmah, kesombongan dan tertipu.
Maka Muhammad al-Imam telah tertipu dengan markasnya dan para murid-murid yang ada di sekelilingnya. Maka dirinya menyangka kalau dia adalah tokoh bagi mereka, kalau dia berhak berbicara atas nama markaznya dan markaz-markaz lainnya itu mengikutinya tanpa perlu merujuk kepada pemerintah atau minta petunjuk kepada ulama.
✔2. Kata ”Persaudaraan” adalah perkara yang menyelisihi akidah dan menyelisihi prinsip al-wala wal-bara terhadap kaum muslimin dan musyrikin. Maka sesungguhnya, seandainya boleh melakukan perjanjian dan hidup bersama (dengan rafidhah), maka sesungguhnya tetap tidak boleh dalam urusan persaudaraan.
Maka hubungan persaudaraan keimanan itu tidak boleh terjadi kecuali dengan sesama muslimin. Adapun bersama musyrikin yang kuffar maka tidak boleh saling bersaudara dengan mereka. Allah berfirman :
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌۭ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴿١٠﴾
Artinya : ”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudara kalian itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kalian mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat 10)
Allah berfirman :
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْفِي الدِّينِ
Artinya : ”Jika mereka bertobat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (berarti mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah: 11)
Allah berfirman :
لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ
Artinya : “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya.”(QS. AL-Mujadilah 22)
Maka kelompok hutsi adalah rafidhah dan termasuk sekte Imam-imam dua belas, yang mana mereka adalah sejelek-jelek kelompok rafidhah dari segi kesyirikan dan kekufuran. Maka bagaimana bisa dia menetapkan perjanjian persaudaran dengan mereka!!! Sungguh ini adalah perkara besar dan kemungkaran yang besar.
YANG KEDUA:
Ucapan mereka : [”Dan atas keluarga beliau yang suci dan semoga Allah meridhai sahabat beliau yang terpilih dari kalangan Muhajirin dan Anshar”]
Sesungguhnya yang membaca perkataan ini, pada awalnya menyangka kalau di dalamnya itu tidak ada apa-apanya. Akan tetapi tatkala teringat akan kebusukan rafidhah dan akidah mereka dalam mencaci Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha, dan pengkafiran mereka terhadap Ummahaatul mukminin dan para sahabat yang mulia, akan tahulah ketika itu, bahwasanya perkataan ini dibawa kepada maksud jelek mereka. Bahwasanya wajib ketika berinteraksi dengan ahli bidah dan rafidhah, hendaknya seorang muslim Sunni untuk mencermati pemakaian mereka yang bersifat umum dan lafadz-lafadz yang samar serta pemakaian istilah-istilah mereka.
Oleh karena itu maka sesungguhnya ungkapan-ungkapan tersebut dibawa kepada maksud jelek mereka, untuk mengeluarkan Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dari jajaran ahlu bait Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Karena rafidhah meyakini tidak sucinya beliau. Dan terkandung juga tidak ridhanya mereka terhadap mayoritas sahabat, karena mereka tidaklah orang-orang pilihan disisi mereka. Karena ucapan mereka kata من maknanya adalah sebagian. Dan dalam keyakinan rafidhah mayoritas sahabat itu kafir.
Dan yang mereka maksudkan dalam doa keridhaan ini adalah : Ali, Ammar dan segelintir sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang tidak lebih dari hitungan jari. Maka dalam celaan dan kebusukkan ini dari rafidhah terhadap Ummahatul mukminin dan sahabat yang semoga keridhaan Allah atas mereka, adalah wajib bagi Muhammad al-Imam untuk mencermatinya. Dia tidak boleh ridha dengan ungkapan-ungkapan umum yang dibawa kepada maksud jelek dan kelicikkan mereka. Jangan pula tertipu dengan istilah-istilah mereka dalam pembukaan khutbah mereka, karena maksudnya itu telah jelas.
Akan tetapi tidaklah heran kalau Muhammad al-Imam itu diam dari keumuman-keumuman yang buruk ini, ketika dia juga telah diam dari kekufuran-kekufuran yang rinci dan jelas dalam perjanjian ini.
YANG KETIGA:
Apa yang ada di Perjanjian :[Kita semua adalah kaum muslimin, Rabb kita satu, kitab suci kita satu, musuh kita satu, walaupun kita berbeda dalam perkara-perkara rinci yang bercabang-cabang.]
Maka disini ada beberapa kritikan:
✔1. Ucapan mereka [”Kita semua adalah kaum muslimin”]. Maka apakah boleh memutlakkan seperti ini terhadap rafidhah yang memiliki kesyirikan besar dan pembatal-pembatal islam yang banyak?
Bukankan hal ini merupakan pengkaburan kepada semua manusia kalau akidah mereka (rafidhah) itu selamat?
Apakah tersamar atas Muhammad al-Imam ucapan ulama terdahulu dan sekarang tentang rafidhah, kafirnya akidah rafidhah dan kafirnya ulama mereka yang telah tegak hujjah atas mereka?
✔2. Ucapan mereka [”Kitab kita satu”]. Bagaimana bisa terjadi [”kitab kita satu”] dalam keadaan mereka meyakini dan menetapkan dalam kita-kitab yg menjadi sandaran mereka, kalau Al-Quran al-Kariim yang kita miliki telah dirubah?
✔3. Ucapan mereka [”Musuh kita satu”]. Dan ini padanya ada kedustaan, dan menghapus hakikat sejarah yang menetapkan dalam sepanjang sejarah Islam kalau mereka itu bersama Yahudi melawan Ahlussunnah, bersama kaum salibis dalam peperangan mereka melawan kaum muslimin. Kemudian Hutsi sekarang, bersama musuh Ahlussunnah, yakni Iran. Maka kenapa kedustaan dan tipuan ini ditujukan pada kaum muslimin?
✔4. Ucapan mereka : [”Dan sekalipun kita berbeda dalam perkara-perkara rinci yang bercabang-cabang”]. Dan ini adalah perkara yang paling berbahaya dalam watsiqah, tatkala di dalamnya ada pernyataan Muhammad al-Imam, kalau perselisihan kita dengan rafidhah hanyalah dalam masalah furu’ (cabang), seperti perselisihan diantara madzhab yang empat. Adapun dalam hal akidah, maka tidak ada diantara kita dan mereka ada perselisihan. Maka tidak perlu minta bukti atas kebatilan ucapan ini. Karena orang awam saja-apalagi penuntut ilmu-mengetahui apa yang ada pada rafidhah berupa akidah dan prinsip-prinsip kufur yang mengeluarkan dari Islam.
Akan tetapi saya katakan kepada Muhammad al-Imam: ”Dimana perginya tulisan-tulisan kamu dalam bab ini, semisal Kitab:
Thu’un Rafidhah al-Yaman fi shahabati ar-Rasul al-Mu’taman,
Rafidhatul Yaman ala marri az-zaman.
Dan kenapa perubahan ini bisa terjadi pada dirimu? Apa yang mendorongnya? Dan apa sebabnya?
✔5. Ucapan mereka : [”Telah terjadi kesepakatan antara kelompok Ansharullah (penolong agama Allah) yang diwakili oleh As-Sayyid Abdul Malik al-Hutsi”].
Saya katakan : ”Apakah rafidhah al-Hutsiyuun itu mereka adalah penolong agama Allah? Apakah boleh bagi seorang muslim untuk menyetujui mereka dengan pensifatan ini, ataukah hakikatnya mereka itu adalah para penolong syaithan dan kesyirikan, penyembahan kepada kuburan dan penolongnya Iran?!
Maka sungguh aneh engkau wahai Muhammad al-Imam dengan pernyataan-pernyataan ini. Dan kita berlindung kepada Allah dari kemunduran dan sifat penakut.
YANG KEEMPAT
Ucapan mereka : [”Saling hidup berdampingan dengan damai antara kedua pihak, tidak saling memancing konflik, tidak saling benturan, tidak saling menyerang, tidak saling memfitnah bagaimanapun situasinya dan alasan-alasannya, kebebasan berfikir dan berwawasan itu terjamin untuk semua pihak.”]
Dan ini juga termasuk bencana, dan atasnya ada beberapa kritikan:
1. Ucapan mereka dengan mutlak : [”Dan tidak saling memancing konflik, tidak saling berbenturan, tidak saling menyerang, tidak saling memfitnah, bagaimanapun keadaan dan alasannya.”] secara mutlak. Hal ini menunjukkan kebodohan, kelemahan dan sifat penakut.
Karena itu mengharuskan tidak bolehnya memerangi hutsi sekalipun apa saja yang mereka perbuat, sampai sekalipun mereka memerangi dan membunuh Ahlussunnah di seluruh negeri Yaman. Atau biarpun kaum muslimin Ahlussunnah telah membuat seruan umum untuk berperang melawan hutsi, maka sesungguhnya Muhammad al-Imam akan tetap komitmen dengan watsiqahnya, tidak berperang bersama saudaranya kaum muslimim Ahlussunnah, sekalipun jihadnya itu fardhu ‘ain.
Demikian juga mengharuskan Muhammad al-Imam dan orang yang di bawahnya untuk komitmen dengan watsiqah ini dan kesepakatan mutlak ini, walaupun Huthi telah melakukan pengkhianatan dan pelanggaran. Dan berikutnya, mereka adalah para pemberontak terhadap daerah kesepakatan kaum muslimin dan daerah ketaatan kepada penguasa yang kaum muslimin telah bersatu dibawah kepemimpinannya di Yaman.
Dan ini apa yang harus dipegangi oleh Muhammad al-Imam bersama hutsi berdasarkan atas kesepakatan yang telah ditetapkan. Bahkan sampai sekarang!! Maka sesungguhnya ia setelah jumat pertama setelah operasi Militer Ashifatul hazm, ia berdiri mengingkari serangan ini-yang dilaksanakan karena huthi telah berkhianat dan melanggar perjanjian dan kesepakatan internasional- ia menamakannya sebagai perang fitnah, dan ia terus demikian. Dia tandaskan lagi pada khutbah yang ia sampaikan pada jumat 15 Syawal 1436. Ia menggambarkan pada khutbah tersebut, bahwasanya perang yang terjadi sekarang melawan Hutsi itu adalah perang fitnah.
Dan barang siapa yang tidak ikut perang berarti dia adalah orang berakal dan berilmu-yang dia maksud adalah dirinya dan orang yang bersamanya- dan ia menyebutkan beberapa dalil dan atsar yang berkaitan dengan itu, yang menunjukkan kalau dia hanya hafal dalil semata dan menukilkannya tanpa memahami isinya. Dia tidak membedakan antara perang jihad melawan para perusak dengan perang fitnah.
Maka diantara apa yang ia katakan dalam khutbahnya- yang saya dengar dan saya baca transkripnya:
a. Setelah menyebutkan hadits-hadits tentang pembunuhan, ia mengatakan : [”Ini adalah penjelasan Nabi yang agung tentang keadaan orang yang menghalalkan, berlezat-lezat, menerima dan tetap tenang dalam fitnah, dan mereka masuk ke dalamnya sehingga mereka terseret dalam fitnah yang besar ini.”] hingga ucapannya : [”Seperti kalian lihat, Yang mendorong kepada fitnah pembunuhan dan peperangan, tatkala kemarin (mulanya) itu adalah fitnah antara sebagian kelompok pada sebagian tempat, tiba-tiba pada hari ini menjadi pembunuhan dan peperangan antar negara dan bangsa”]
b. Ia berkata : [”Maka sesungguhnya aku di tempatku ini mengajak kepada kaum muslimin secara umum dan Ahlussunnah secara khusus agar mereka mengembalikan diri mereka ke posisi ini, agar mereka tahu apa yang Allah bukakan kepada siapa saja yang Allah kehendaki dari hamba-hambaNya dalam mengenali fitnah, pencegahannya, akibat-akibatnya, bahaya-bahayanya baik duniawi maupun ukhrawi.”]
Lalu ia menyebutkan atsar-atsar untuk menggambarkan kalau peperangan ini adalah perang fitnah. Dan ia menyebutkan atsar-atsar yang ia berdalil dengannya, bahwasanya orang yang faqih adalah orang yang menjauhinya, dan ia mengisyaratkan kepada sikapnya seperti disebutkan diatas.
c. Dia berkata sambil menyinggung operasi Ashifatul Hazm: [”Sesungguhnya orang yang beriman itu tidak akan memerangi siapapun kecuali orang yang Allah perintahkan kita untuk memeranginya. Tidak memerangi seorangpun berdasarkan ijtihad dalam beberapa masalah. Masalah-masalah ini tidak bisa diijtihadi padanya, tidak cukup dengan ijtihad, akan tetapi perkara ini harus didasarkan pada kemantapan, kalau tidak boleh membunuh seorang muslim dan tidak boleh memerangi seorang muslim. Hanya saja hal ini bisa dilakukan tatkala ia memiliki dalil yang seperti matahari di siang hari.”]
Aku katakan : Subhaanallah! dimana dia dari sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
”Jika seorang hakim berijtihad lalu ia benar, maka dia mendapatkan dua pahala, dan jika salah maka dia mendapatkan satu pahala. (HR. Muslim dalam shahihnya )
Dan sabda Nabi shallallahualaihi wasallam:
”Dan jika engkau mengepung penghuni benteng, lalu mereka memintamu agar engkau menempatkankan mereka pada hukum Allah, maka janganlah engkau tempatkan mereka, akan tetapi tempatkanlah mereka dengan hukummu. Karena sesungguhnya engkau tidak tahu apakah engkau telah menerapkan pada mereka hukum Allah atau tidak.” (HR. Muslim dari Buraidah radhiyallahu anhu)
d. Ucapannya : [”Apakah mau diremehkan perkara ini, dan pembunuhan seorang muslim dianggap sebagai kejayaan dan kemuliaan? Dan pembunuhan seorang muslim dianggap sebagai pertolongan dan kemenangan? Siapa yang membunuh seorang muslim lalu menampakkan kemenangan, menampakkan rasa bangga, bahwasanya itu adalah awal kemenangan, kemenangan apa?
KEMENANGAN MENUJU JAHANAM? Hati-hati wahai miskin jangan engkau tertipu fitnah, bersabda Nabi alaihish shalaatu wassalam : Barang siapa yang membunuh seorang mukmin, lalu ia menumpahkan darah dengan membunuhnya, maka Allah tidak akan menerima amalan wajibnya tidak pula amalan sunnahnya.”] Dan seterusnya…
e. Hingga ucapan dia, sembari memperingatkan agar tidak masuk ke dalam peperangan yang terjadi di Yaman sekarang : [”Maka hati-hatilah wahai warga Yaman khususnya, kaum muslimin secara umum dan lebih khusus Ahlussunnah waljamaah, aku peringatkan mereka dari berdiam diri (dalam fitnah), mendekati dan menerima fitnah, untuk masuk ke dalam fitnah ini. Janganlah kalian bangga diri.. Dan ulama itu bertingkat-tingkat dalam mengenali fitnah, dalam mengenali akibat-akibat dan bahaya fitnah.”]
Kemudian ia menyebutkan atsar-atsar, ia mendudukannya untuk mendukung yang ia ucapkan. Kemudian ia berkata: Perhatikanlah ini adalah fitnah yang besar, fitnah yang besar, fitnah yang besar, seorang yang santun tidak akan mengenteng-entengkannya, tidak tergesa-gesa menerimanya. Oleh karena itu kami nasihatkan masyarakat kami untuk meninjau kembali urusannya…dst”].
2. Ucapan mereka : [”Dan kebebasan berfikir dan berwawasan itu dijamin bagi semuanya.”]
Sangat aneh! Apakah Islam menyetujui kebatilan, menyetujui kesyirikan, menyetujui cacimakian terhadap sahabat Rasul, jika melihat orang menyimpang (dibiarkan saja), karena ini adalah pikiran dan pendapatnya? Apakah Islam menjamin kelangsungan seorang insan dalam kebidahan dan akidah sesatnya. Tidak boleh seorangpun untuk mengingkarinya atau menyesatkannya dan mentahdzirnya?
Dimana syi’ar Amar makruf nahi mungkar yang sebagian ulama menjadikannya sebagai bagian rukun Islam, yang Allah berfirman:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali-Imran 104).
Dan firman Allah:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Artinya : ”Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran 110)
Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Dan sabda beliau:
”Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap yang diada-adakan itu bidah, dan setiap bidah itu di neraka.” (HR. Abu Dawud dalam sunannya dan At-Tirmidzi dalam Jaami’ nya.)
Bagaimana bisa Muhammad Al-Imam membatalkan semua dalil-dalil diatas, dan menerima apa yang didiktekan rafidhah hutsiyun kepadanya, yang isinya adalah memuluskan dan menyebarkan akidah mereka yang rusak?
Padahal disana tidak ada alasan pembenaran baik berupa rasa takut atau paksaan yang membolehkan penulisan perjanjian ini. Kalau kita katakan-dengan mengalah- sesungguhnya di sana unsur keterpaksaan atas Al-Imam. Maka mengapa dia terus menerus menyetujuinya dan tidak pernah berlepas diri dari perjanjian itu? Bahkan dia melaksanakan isi perjanjian-perjanjiannya hingga sekarang?
Dan anehnya, dia pernah menyuruh raja Abdullah untuk bertaubat ketika beliau pernah menyeru kepada dialog lintas agama, ketika ia berkata dalam kitabnya : Ghawaail da’wah hiwar al-adyaan h76:
”Sungguh telah kami jelaskan dalam risalah kami ini, bahwasanya seruan raja Abdullah dan yang bersamanya kepada dialog lintas agama itu mengandung bencana dan kengerian yang menuntut mereka untuk bertaubat kepada Allah dalam seruan ini.”
Dalam keadaan Raja Abdullah tidak mengajak kepada kebebasan beragama, dan dalam Metode Pendidikan negara Saudi tidak ditetapkan materi kurikulum Kebebasan berfikir, akidah yang rusak dan agama-agama yang menyimpang. Bahkan yang dipelajari di seluruh jenjang pendidikan adalah akidah Ahlussunnah waljamaah akidah salaf. Pelajaran tauhid diajarkan di seluruh daerah kerajaan saudi, sampai di beberapa propinsi yang disana ada rafidhah dan sekte isma’iliyah dan selainnya, beliau mentahdzir metode mereka, termasuk dari kelompok-kelompok sesat dan agama yang menyimpang. Maka sungguh aneh orang ini (al-Imam)!
KELIMA:
Ucapan mereka : [“Menghentikan pembicaraan yang bersifat provokasi dan permusuhan dari kedua pihak sebagian mereka atas yang lainnya dengan berbagai sarana dalam segala kesempatan. Dan menerapkannya diatas penanaman ruh persaudaraan dan kerjasama pada semua pihak.”]
Ini padanya ada beberapa kritikan:
✔1. Di dalamnya terkandung pemberangusan terhadap prinsip cinta karena Allah dan benci karena Allah, pembasmian terhadap prinsip akidah perwujudan alwala walbara.
✔2. Tidak menyemangati untuk memerangi Hutsiyun walaupun pemerintah Yaman telah mengumumkan seruan untuk berperang.
✔3. Melaksanakan penanaman rasa persaudaraan dengan rafidhah musyrikin.
✔4. Di dalamnya ada penerapan kaedah ikhwaniyah : Kita berkumpul dalam perkara yg kita sepakati dan saling toleransi dalam perkara yang kita berbeda.
✔5. Di dalamnya ada saling menolong dengan orang-orang musyrik rafidhah tukang melanggar dan pengkhianat. Allah Azza wajalla berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
Artinya : ”Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” (QS. At-Taubah: 71)
Dan Allah Azza wajalla berfirman:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ
Artinya : ”Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah sama.” (QS. At-Taubah 67)
YANG KE ENAM:
Ucapan mereka: [”Melanjutkan operasi hubungan langsung antara kedua pihak untuk menghadapi potensi apapun, kejadian, problem atau perbuatan individu atau upaya apapun dari pihak lain yang ingin menyusup untuk tujuan meledakkan gencatan senjata antara kedua pihak dan menentukan sikap padanya.”].
Dan ini yang dilakukan Muhammad Al-Imam dengan penerapannya, sehari setelah pelaksanaan Ashifatil hazm hingga saat ini. Yang mana ia mengingkari serangan yg dilakukan oleh Negeri Saudi bersama sekutunya dari negara-negara koalisi melawan Hutsi.
Dan ia mengatakan ini dalam khutbahnya yang menyusul Ashifatul hazm:
”Yaman menjadi medan pembunuhan dan peperangan, kita menginginkan menyelamatkan Yaman dari musibah-musibah ini. Dan ini bisa tercapai biidznillah melalui tangan-tangan orang yang berakal, penasihat, yang amanah yang lebih mendahulukan kemaslahatan umum atas kepentingan pribadi.”
”Kerusakannya itu sangat besar dan kesalahannya itu nyata dan kehancuran.”
”Adapun menambah fitnah, menambah pembunuhan dan peperangan, maka inilah yang mengantarkan manusia kepada kondisi ini, dan hal itulah yang mengakibatkan berbagai kejelekkan dan fitnah pada manusia.”
Dan diantara yang menunjukkan atas terus menerusnya hal itu : Apa yang aku nukilkan baru saja dari ucapannya dalam khutbahnya yang dia sampaikan dua pekan lalu pada 15 syawal 1436 H.
YANG KETUJUH
Diantara isinya, ada bahaya yang sangat besar, yaitu apa yang dilakukan oleh pengikut Muhammad al-Imam berupa penyesatan manusia dengan mengada-adakan perkataan dusta atas nama Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, kalau beliau mendukung watsiqah ini. Dan termasuk hal ini adalah apa yang dimuat dalam situs As-Salafiyah, yang dinukilkan oleh Utsman As-Salimi dan Jamil Al-Hamili, dan sesungguhnya mereka menunjukkan kepada (Asy-Syaikh) Al-Fauzan sebagian poin-poin watsiqah. Bahwasanya karena sebab ini beliau mendukung Muhammad al-Imam, bahwasanya beliau mengatakan[¹]:
[”Karena sebab (perjanjian ini) sudah ditanda tangani, maka selesai urusan.”]
bahwasanya beliau berkata : [”Sesungguhnya Asy-Syaikh Muhammad al-Imam itu lebih tahu keadaannya yakni keadaan negeri (Yaman).”]
bahwasanya beliau berkata : [”Karena Asy-Syaikh Muhammad al-Imam sudah menanda-tangani watsiqah ini maka ini adalah perkara yang dicari, dalam rangka menjaga dakwah, darah dan kehormatan.”]
Maka aku katakan : Jika memang mereka jujur dalam menukilkan. Maka mereka tidaklah menjelaskan kepada Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan isi watsiqah secara lengkap.
Kalau seandainya mereka menunjukkan kepada Asy-Syaikh Al-Fauzan secara lengkap dengan apa yang nampak jelas belakangan hari dari sikap-sikap Muhammad Al-Imam terhadap Ashifatul Hazm, niscaya sikap Asy-Syaikh akan menolak watsiqah ini.
Bagaimana mungkin Asy-Syaikh Al-Fauzan akan menyetujui poin-poinnya dalam keadaan isinya seperti itu penuh dengan bencana dan penyimpangan akidah ?!
Dan cara-cara ini merupakan tadlis/penipuan yang ditempuh oleh pengikut hawa nafsu. Mengada-adakan perkataan dusta atas nama ulama yang mereka berlepas diri darinya. Semisal mereka adalah orang yang menjadikan persetujuan Al-Fauzan terhadap rujuknya mereka (dari kesalahan) sebagai suatu tazkiyah dan pujian buat mereka. Atau menjadikan ucapan Al-Fauzan yang mengambil kebenaran dari orang yang mengatakannya, dianggap sebagai tazkiyah secara mutlak bagi orang yang mengeluarkan ucapan kebenaran tadi.
Dan Rasul shallallahu alaihi wasallam mengatakan kepada Abu Hurairah ketika syaithan mengkabarkan kepadanya tentang keutamaan ayat kursi : ”Dia telah berkata benar kepadamu padahal dia pendusta.” (HR. Al-Bukhary dalam shahihnya).
Maka mengambil kebenaran dari siapa saja yang mengucapkannya bukanlah tazkiyah baginya, dan tidak perlu lagi untuk pergi kepadanya dan mengambil ilmu darinya.
Dan ini adalah akhir bantahan terhadap perjanjian ini.
Kita memohon kepada Allah semoga Allah menunjuki orang yang tersesat dari kaum muslimin, menjauhkan kita dari fitnah yang menyesatkan.
Wallahu a’lam. Dan semoga shalawat,salam dan barakah terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan sahabatnya semua.
Ditulis oleh Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri. Fajar hari selasa 26 syawal 1436
Sumber :https://app.box.com/s/
Alih bahasa : Ustadz Abu Hafs Umar al Atsary
——————-
Catatan Kaki:
1. Berkata al Allamah al Fauzan hafizhahullah: Saya tidak pernah menelaah perjanjian tersebut dan bahkan tidak pernah saya melihatnya Dan wajib bagi (yang mengaku, bahwa saya menguatkan perjanjian tersebut) untuk mendatangkan bukti rekaman suaraku, tulisan tanganku atau tanda tanganku.
Sumber: WhatsApp Salafy Indonesia http://forumsalafy.net
Catatan redaksi:
Telah kami posting pada link artikel http://tukpencarialhaq.com/
“Asy-Syaikh al-Fauzan hafizhahullah menulis dengan tulisan tangan beliau sendiri mengomentari risalah bantahan terhadap watsiqah Muhammad al-Imam dengan mendustakan siapa saja yang mengklaim bahwa beliau mendukungnya:
Gambar 1. Tulisan tangan Asy Syaikh Shalih al Fauzan hafizhahullah yang menelanjangi talbis dan tipudaya Utsman As Salimi dan Jamil al Hamily
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan mengomentari klaim Utsman as-Salimy dan Jamil al-Hamily yang menyatakan bahwa al-Fauzan mendukung watsiqah tersebut, dan yang saya ingkari dan saya nafikan dari beliau dalam bantahan saya yang berjudul Tanbih Ahlil Uqul az-Zakiyat di halaman 10.
Gambar 2. status Syaikh Abdullah Shalfiq hafizhahullah
Beliau hafizhahullah berkata:
1. Saya tidak pernah menelaah watsiqah tersebut dan tidak pula melihatnya.
2. Hendaknya mereka menunjukkan klaim dukungan saya dengan (bukti, -ed) suaraku atau tulisan tanganku dan tanda tanganku.
Ditulis oleh: Shalih bin Fauzan”
-selesai demikian”
Download versi pdf: