Silsilah Al-Fawa’id As-Salafiyyah
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [1]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan selalu ada sekelompok orang (tha’ifah) dari umatku yang tampak (tinggi dan menang) di atas al-Haq. Tidak akan merugikan mereka orang-orang yang menentang mereka, sampai datang kepada mereka keputusan Allah dalam kondisi mereka menang.” (hadits mutawatir, diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, dan para ‘ulama ahli hadits lainnya, dari sekian banyak shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Ini adalah berita dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang eksistensi ath-Thaifah al-Manshurah (Kelompok yang senantiasa menang dan jaya). Al-Imam al-Bukhari rahimahullahmengatakan tentang siapa kelompok tersebut, “Mereka adalah para ‘ulama.”
Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan umat ini akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya di neraka, kecuali hanya satu kelompok saja yang selamat. Para shahabat bertanya siapa kelompok yang selamat tersebut, maka Nabi menjelaskan,
“Apa yang aku berada di atasnya hari ini, dan para shahabatku.” (HR. at-Tirmidzi, dan lainnya).
Satu kelompok itu disebut al-Firqah an-Najiyah (Kelompok yang selamat). Yakni selamat dari penyimpangan dan kesesatan di dunia. Selamat dari adzab di akhirat.
Musa bin Harun rahimahullah berkata, “Aku telah mendengar Ahmad bin Hanbal rahimahullahketika ditanya tentang hadits yang berlafazh (artinya) : “umat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan semuanya di neraka kecuali hanya satu golongan…’ beliau mengatakan : “Jika yang dimaksud bukanlah ahlul hadits maka aku tidak tahu siapa mereka.”
Dalam riwayat lain dengan lafazh : “Jika ath-Thaifah al-Manshurah ini bukan Ash-habul Hadits, maka aku tidak tahu lagi siapa mereka.” Dalam riwayat lain : “Mereka adalah ahlul ‘ilmi dan ahlul atsar.” (lihat ash-Shahihah I/543)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata : “Para ‘ulama Islam yang mu’tabar dari kalangan ahli hadits dan selain mereka telah bersepakat bahwa al-Firqatun Najiyah dan ath-Thaifah al-Manshurah adalah sama. Mayoritas mereka mengatakan : Bahwasanya golongan tersebut adalah ahlul hadits…” [ Lihat kitab Ahlul hadits hum Ath-Thaifah Al-Manshurah an-Najiyah (36) ]
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah ditanya : “Apakah anda membedakan antara ath-Thaifah al-Manshurah dengan al-Firqah an-Najiyah?”
Beliau rahimahullah menjawab : “ath-Thaifah al-Manshurah ialah al-Firqah an-Najiyah, keduanya adalah satu, mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan mereka adalah as-Salafiyyun.”
[ Lihat al-Ajwibah al-Mufidah ‘an As-ilah al-Manahij al-Jadidah, oleh Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan (75-footnote) ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [2]
Al-Imam ‘Ubaidullah bin Muhammad bin Baththah Al-’Ukbari rahimahullah (wafat tahun 387 H) dalam karya besarnya yang berjudul Al-Ibanah al-Kubra, mengatakan:
“Bahwa dasar iman kepada Allah yang wajib atas makhluk (manusia dan jin) untuk meyakininya dalam menetapkan keimanan kepada-Nya, ada tiga hal:
Pertama: Seorang hamba harus meyakini Rububiyyah-Nya, yang dengan itu dia menjadi berbeda dengan atheis yang tidak menetapkan (mengingkari) adanya pencipta.
Kedua: Seorang hamba harus meyakini Wahdaniyyah-Nya (Uluhiyyah-Nya), yang dengan itu dia menjadi berbeda dengan jalannya orang-orang musyrik yang mengakui sang Pencipta namun menyekutukan-Nya dengan dia beribadah kepada selain-Nya.
Ketiga: Meyakini bahwa Dia (Allah) bersifat dengan sifat-sifat (kesempurnaan) yang Dia harus bersifat dengannya, berupa sifat Ilmu, Qudrah, Hikmah, dan semua sifat yang Dia menyifati diri-Nya dalam kitab-Nya.”
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [3]
“al-Qur’an Semuanya tentang Tauhid”Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya al-Qur`an berisi tentang :
1. Berita tentang Allah, Nama-Nama, Shifat-Shifat, dan Perbuatan-Perbuatan-Nya, serta Ucapan-Ucapan-Nya. Inilah TAUHID AL-’ILMI AL-KHABARI (Tauhid yang berisi ilmu dan berita tentang Allah. Yang meliputi Tauhid Rububiyyah dan Tauhid al-Asma wa ash-Shifat, pen)
2. Ajakan untuk beribadah kepada Allah satu-satu-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya, dan meninggalkan segala yang diibadahi selain-Nya. Ini TAUHID AL-IRADI ATH-THALABI (Tauhid kehendak dan permintaan hanya kepada Allah. Yakni Tauhid Ibadah / Tauhid Uluhiyyah, pen)
3. Perintah dan larangan, serta keharusan untuk mentaati perintah dan larangan-Nya. Ini adalah HAK-HAK TAUHID dan PENYEMPURNA TAUHID.
4. Berita tentang pemuliaan terhadap ahlu Tauhid, karunia yang mereka dapatkan di dunia, dan kemuliaan yang mereka dapatkan di akhirat. Ini adalah BALASAN BAGI ORANG YANG MENTAUHIDKAN-NYA.
5. Berita tentang orang-orang yang berbuat syirik, hukuman yang menimpa mereka di dunia, dan apa yang ditimpakan kepada di akhirat berupa adzab. Ini adalah hukuman atas BARANGSIAPA YANG KELUAR DARI HUKUM TAUHID.
Jadi al-Qur`an semuanya tentang Tauhid, hak-hak Tauhid, dan balasan bagi yang berTauhid, dan tentang Syirik dan orang-orangnya serta hukuman atas mereka.”
[Madarij as-Salikin III/449]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [4]
Apa makna “Salafi” dan “Salafiyyah“?
Pertanyaan : Kami ingin tahu tafsir (penjelasan) kata “as-Salaf“, dan siapakah Salafiyyun itu?
Jawab : “as-Salaf” adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka adalah para pengikut Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu para shahabat radhiyallahu ‘anhum dan para ‘ulama yang berjalan di atas manhaj mereka hingga hari kiamat. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang al-Firqah an-Najiyah (kelompok yang selamat) beliau menjawab, “Mereka adalah barangsiapa yang berada di atas prinsip seperti yang aku dan para shahabatku berada di atasnya.”
[ Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah, no. 6149 ]
Pertanyaan : Apakah makna “as-Salafiyyah“, bagaimana pendapat anda tentangnya?
Jawab : “as-Salafiyyah” adalah penisbatan kepada “as-Salaf“. Sedangkan “as-Salaf” adalah para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para imam (‘ulama) pembawa petunjuk/ilmu dari kalangan generasi tiga abad pertama – radhiyallahu ‘anhum – , yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kebaikan, yaitu dalam sabda beliau, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.”
“as-Salafiyyun” adalah bentuk jamak dari “as-Salafy“, yaitu nisbah kepada “as-Salaf“. Telah dijelaskan maknanya di atas, yaitu orang-orang yang berjalan di atas manhaj salaf, yaknimengikuti al-Kitab (al-Qur`an) dan as-Sunnah, berdakwah (mengajak) kepada al-Kitab dan as-Sunnah, serta mengamalkannya. Dengan itu mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
[ Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah, no 1361 ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [5]
“Di antara Prinsip-Prinsip Dakwah Salafiyyah“
Pertama, Mementingkan dan Perhatian Besar terhadap Mentuntut Ilmu Syar’i dan Upaya Memahami Agama
Kedua, Semangat untuk Mengamalkan Ilmu
Ketiga, Berdakwah ke Jalan Allah di atas Bashirah
Keempat, Perhatian Besar terhadap Aqidah Salaf, baik secara keilmuan, pengamalan, dan mengajarkannya.
Kelima, Perhatian Besar terhadap Sunnah Nabawiyyah, semangat besar untuk mengamalkannya, dan mengajak kepadanya.
Keenam, Keterkaitan yang sangat Kuat dengan Para ‘Ulama Sunnah
Ketujuh, Menghindar sejauh-jauhnya dari Hizbiyyah dan Kelompok-kelompok Islam Sirriyyah (rahasia)
Kedelapan, Konsisten dengan prinsip yang ditunjukkan oleh al-Kitab dan as-Sunnah serta apa yang disepakati oleh Salaful Ummah dalam menyikapi para pemimpin dan pemerintah (muslimin)
Kesembilan, Menentang Para Ahlul Bid’ah dan Mentahdzir Mereka
Kesepuluh, Konsisten dengan al-Kitab dan as-Sunnah dalam Semua Urusan dan Kondisi kita
Dari Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyyah, asy-Syaikh ‘Abdus Salam bin Barjis Alu ‘Abdil Karim.
Download Kitab PDF di sini http://goo.gl/LyVu4S
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [6]
Al-Imam al-Bukhari rahimahullah dalam kitabnya (Shahih al-Bukhari) berkata,“Bab : Berilmu dahulu sebelum berkata dan beramal. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Berilmulah, bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah.” [QS. Muhammad “ 19], pada ayat tersebut Allah memulai dengan perintah untuk berilmu.
“Sesungguhnya para ‘ulama adalah pewaris para nabi. Mereka (para nabi tersebut) mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang sempurna. Barangsiapa yang menempuh suatu jalan, yang padanya dia mencari/menuntut ilmu maka niscaya Allah mudahkan untuknya jalan menuju al-Jannah (surga).”
Allah Jalla Dzikruhu berfirman, “Hanyalah yang takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adalah para ‘ulama.” [QS. Fathir : 28] Allah juga berfirman, “Tidak akan bisa memahaminya (permisalan-permisalan dalam al-Qur`an) kecuali orang-orang yang berilmu.”[QS. Al-‘Ankabut : 43] “Mereka berkata, kalau seandainya kami dulu mendengar dan memahami maka kami tidak akan menjadi penduduk neraka Sa’ir.” [QS. Al-Mulk : 10] “Apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu” [az-Zumar : 9]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan untuknya, niscaya Allah jadikan dia Faqih (berilmu) tentang agamanya.” Ilmu itu hanyalah bisa didapat dengan cara belajar. …
[ Sumber : Shahih al-Bukhari, Kitab al-‘Ilmi, bab ke-11 ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [7]
PELAJARILAH ILMU SYAR’I
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wajib atas kalian (mempelajari) ilmu. Karena mencarinya adalah ibadah, mempelajarinya karena Allah merupakan amal kebaikan, mencurahkannya bagi pemilik ilmu adalah taqarrub, mengajarkan ilmu kepada orang yang tidak berilmu adalah shadaqah, membahasnya adalah jihad, dan mengingat-ingatnya adalah tasbih.”
[ ad-Dailami 2238, Tadzkirah as-Sami’ 35, Majmu’ al-Fatawa IV/42 ]
Ibnu Mas’ud radhiyallahu berkata, “Wajib atas kalian (mempelajari) ilmu, sebelum ilmu itu diangkat. Diangkatnya ilmu tersebut adalah dengan perginya (wafatnya) para ‘ulama. Wajib atas kalian (mempelajari) ilmu, karena kalian tidak tahu kapan dia butuh terhadap ilmu yang ada padanya.
Kalian akan dapati orang-orang yang mengira sedang mengajak (berdakwah) kepada Kitabullah (al-Qur`an), padahal dia telah mencampakkan al-Qur`an tersebut ke belakang punggung mereka. Wajib atas kalian (mempelajari) ilmu, … “
[ ad-Darimi (143), Ibnu Wadhdhah (23), al-Ibanah I/324, al-Lalikai I/87 ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [8]
“KEUTAMAAN ILMU SYAR’I”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad) Ya Rabbi tambahkanlah untukku ilmu.” [ QS. Thaha : 114 ]
“[tambahkanlah untukku ilmu]” dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah : “Ayat tersebut sangat jelas menunjukkan pada keutamaan ilmu. Karena Allah Ta’ala tidak memerintahkan Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali tambahan ilmu. Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ILMU SYAR’I. Yaitu :
Ilmu yang memberikan faidah pengenalan terhadap apa yang wajib atas seorang mukallaf dalam urusan ibadah dan mu’amalahnya.
Ilmu tentang Allah dan Shifat-Shifat-Nya, serta apa yang wajib untuk dilakukan terhadap-Nya berupa menegakkan perintah-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan.
Perputaran itu semua terletak pada ILMU TAFSIR, ILMU HADITS, dan ILMU FIQH.”
[ Fathul Bari, Syarh Shahih al-Bukhari Kitab al-‘Ilmi, Bab Pertama ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [9]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Sesungguhnya yang paling pantas diberikan untuknya hari-hari yang istimewa, dan sesuatu tertinggi yang perlu dikhususkan dengan perhatian/semangat yang lebih adalah MENYIBUKKAN DIRI dengan ilmu-ilmu syar’iyyah yang diterima dari manusia terbaik (yakni Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).
Tidak ada seorang berakalpun yang meragukan bahwa poros ilmu-ilmu syar’i tersebut adalah pada Kitabullah (al-Qur`an) yang diikuti dan Sunnah Nabi-Nya. Adapun ilmu-ilmu lainnya, bisa jadi merupakan alat/sarana yang membantu untuk bisa memahami al-Qur`an dan as-Sunnah, maka itu merupakan sesuatu yang harus dicari/dipelajari. Atau sesuatu yang sangat bertentangan dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka itu merupakan sesuatu yang merugikan dan harus dihilangkan.”
[ Muqaddimah Hadyu as-Sari ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [10]
“Salaf” dan “Salafiyyun” Fadhilatu asy-Syaikh al-’Allamah Muhammad Aman al-Jamirahimahullah berkata, “al-Firqah an-Najiyah yang mereka itu adalah “Salaf” dan “Salafiyyin“. “Salaf” yang pertama adalah para shahabat dan para tabi’in. Kemudian “Salafiyyun“, yaitu para pengikut Salaf.
Apabila kamu melihat dari sisi sejarah, “Salaf” adalah para shahabat dan para tabi’in. Oleh karena itu orang yang bermadzhab dengan madzhab mereka dan bermanhaj dengan manhaj mereka pada hari ini dan setelah hari ini, tidak disebut “Salaf“, namun disebut “Salafy“, yakni dinisbatkan pada Salaf pertama dalam aqidahnya. Kelompok ini yang terdapat padanya sifat sebagai “al-Firqah an-Najiyah“, atau “ath-Tha’ifah al-Manshurah” yang berjalan di atas al-Haq.“
[ Syarh ar-Risalah at-Tadmuriyah ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [11]
Di antara Tanda dan Ciri Khas Dakwah Salafiyyah:
Merealisasikan Ubudiyyah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Merealisasikan pemurniaan Ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Konsisten berpegang kepada paham Salafush Shalih terhadap dalil-dalil Syar’iyyah. Tidak keluar dari paham mereka.
Waspada dan tahdzir dari bid’ah dan ahlul bid’ah.
Wasathiyyah (Sikap Tengah), antara ghuluw (berlebihan) dan jafa’ (kurang).
Kokoh di atas al-Haq.
Semangat itu bersama dan bersama di atas al-Haq dan dengan al-Haq.
Mencampakkan perpecahan dan perselisihan.
Semangat untuk mengumpulkan ilmu nafi’, menyebarkannya di tengah-tengah umat, dan mengajak (mendakwahi) umat kepadanya, disertai sikap sabar terhadap berbagai gangguan/resiko dalam menempuhnya.
Beramal dengan ilmu.
[ dari Ma hiya as-Salafiyyah? Oleh asy-Syaikh DR. ‘Abdullah bin ‘Abdirrahim al-Bukharihafizhahullah ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [12]
DORONGAN UNTUK BERPEGANG KEPADA AS-SUNNAH dan MANHAJ SALAF, serta TAHDZIR DARI BID’AH dan MENYIMPANG DARI MANHAJ SALAF
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka WAJIB atas kalian untuk berPEGANG dengan Sunnah-ku, dan Sunnah para Khulafa’ Rasyidin sepeninggalku yang mendapat petunjuk. Pegang teguhlah sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah kalian dari perkara yang diada-adakan. Karena setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan.” [ HR. Abu Dawud 4607, at-Tirmidzi 2676, Ibnu Majah 46 ]
Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Berittiba’lah kalian dan janganlah kalian berbuat bid’ah. Sungguh kalian telah dicukupi.” [ diriwayatkan oleh ad-Darimin dalam muqaddimah Sunan-nya ]
Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Bersikaplah kalian sebagaimana kaum tersebut (yakni para shahabat) bersikap. Karena sesungguhnya berdasarkan ilmu mereka bersikap. Berdasarkan pandangan yang sangat tajam mereka menahan diri, dan sebenarnya untuk menyingkap (detail-detail permasalahan yang dimunculkan) mereka lebih mampu, dan terhadap keutamaan – kalau seandainya ada – pada permasalahan tersebut mereka lebih berhak. Apabila kalian mengatakan, telah muncul perkara baru (bid’ah) setelah mereka, maka tidaklah membuat/memunculkan bid’ah tersebut kecuali orang-orang yang menyelisihi/menentang bimbingan mereka dan benci terhadap sunnah (jalan) mereka. Para shahabat itu telah menyifatkan (menjelaskan) agama ini dengan penjelasan yang menyembuhkan, mereka telah berbicara tentang agama ini dengan pembicaraan yang mencukupi. Jadi apa yang melebihi mereka, maka melahkan dirinya (tanpa guna), sebaliknya apa yang di bawah mereka maka itu sesuatu yang kurang. Telah ada kaum yang kurang dari mereka, sehingga kaum itu pun jatuh pada sikap jafa’ (tidak berpegang kepada prinsip yang benar). Ada pula kaum yang melebih mereka, sehingga kaum itu pun jatuh pada sikap ekstrim (dalam beragama). Sesungguhnya mereka (para shahabat itu) berada di antara dua sikap tersebut, benar-benar di atas petunjuk yang lurus.” [ diriwayatkan oleh Abu Dawud 4612, al-Ajurri dalam asy-Syari’ah hal. 221-222 ]
al-Imam Abu ‘Amr al-Auza’i rahimahullah berkata, “Wajib atasmu untuk mengikuti jejak-jejak para Salaf, meskipun orang-orang menolakmu. Berhati-hati dan waspadalah kamu dari pikiran/pendapat para tokoh, meskipun mereka menghiasinya dengan kata-kata yang indah.” [ diriwayatkan oleh al-Ajurri dalam asy-Syari’ah hal. 58 ]
[ Lum’ah al-I’tiqad al-Hadi ila Sabil ar-Rasyad, al-Imam Ibnu Qudamah ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [13]
AHLUS SUNNAH SEDIKIT JUMLAHNYA
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beruntunglah orang-orang yang terasing.” Ada yang bertanya, “Siapakah orang-orang yang terasing tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “Orang-orang shalih sedikit jumlahnya, di tengah-tengah orang-orang jelek banyak jumlahnya. Yang menentang mereka (orang-orang shalih tersebut), lebih banyak daripada yang mengikuti mereka.” [ lihat ash-Shahihah 1273 ]
Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Berwasiatlah kepada Ahlus Sunnah dengan kebaikan. Karena sesungguhnya mereka itu ghuraba‘ (orang-orang terasing).”
Abu ‘Ali al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,
“Konsisten dan pegung teguhlah jalan-jalan hidayah, dan tidak akan merugikanmu sedikitnya orang yang menempuhnya.
Waspadalah kamu dari jalan-jalan kesesatan, dan janganlah kamu tertipu dengan banyaknya orang-orang yang binasa (karena menempuhnya).
[ al-I’tisham I/122 ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [14]
MEWUJUDKAN PERSATUAN UMAT
Asy-Syaikh al-’Allamah Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata,
“Kaum muslimin tidak akan bisa bersatu kecuali di atas aqidah yang shahih (benar). Aqidah-lah yang telah menyatukan para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah sebelumnya mereka terpecah belah. Sebagaimana firman Allah,
“Ingatlah kalian terhadap nikmat Allah atas kalian, ketika sebelumnya kalian adalah saling bermusuhan, maka Allah satukan antara hati – hati kalian.” (Ali ‘Imran : 103) ….
TIDAK ADA YANG BISA MENYATUKAN UMAT INI KECUALI AQIDAH YANG SHAHIH. Adapun apabila kondisi umat masih berselisih, berbeda-beda dalam aqidah dan keyakinan maka tidak akan bisa bersatu selamanya!!
… apabila mereka (yaitu orang yang menyatakan diri sebagai da’i, ingin memperbaiki umat, pen) memang menginginkan persatuan kaum muslimin, maka hendaknya PERTAMA KALI YAN MEREKA LAKUKAN ADALAH MEMBENAHI/MELURUSKAN AQIDAH. Urusan aqidah inilah, yang dulu para rasul – sejak rasul pertama hingga rasul terakhir – semuanya sangat mementingkannya, dan memulai dakwah dengannya. MAKA PERTAMA KALI, WAJIB ATAS MEREKA UNTUK MENYATUKAN AQIDAH UMAT TERLEBIH DAHULU. Apabila aqidah telah disatukan, maka umat akan bersatu. Ini kalau mereka serius dan jujur dalam dakwah mereka (yakni mereka mengaku ingin melakukan perbaikan umat, pen). Namun kenyataannya mereka justru mengejek para da’i yang menjelaskan tentang aqidah, berdakwah kepada aqidah yang benar, dengan mengatakan, “dai ini mengkafirkan umat, ini ingin memecah belah kaum muslimin, … .”
Kita katakan kepada mereka, “Kalian tidak akan bisa menyatukan umat tanpa aqidah yang benar. Kalau aqidah ini sudah satu, niscaya umat pun akan bisa disatukan dengan sangat mudah.
Allah Ta’ala berfirman, “Dia – lah (Allah) yang telah menguatkanmu dengan pertolongan-Nya dan kaum muslimin. Dan Allah-lah yang menyatukan hati-hati kalian. Kalau kamu menginfakkah seluruh yang ada di bumi semuanya (untuk menyatukan mereka) niscaya kamu tidak akan bisa menyatukan hati mereka. Tapi Allah-lah yang menyatukan antar mereka. sesungguhnya Dia Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” (al-Anfal : 62-63) …
Umat tidak akan bersatu kecuali di atas prinsip ibadah kepada Rabb yang satu (yakni Tauhid), yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. …
Inilah cara untuk menyatukan kaum muslimin. Kalau mereka jujur, maka hendaknya mereka memperbaiki aqidah kaum muslimin, membersihkan darinya berbagai penyimpangan dan dari berbagai yang disusupkan padanya. Supaya aqidah tersebut kondisi menjadi murni sebagaimana aqidah yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, supaya kaum muslimin bisa bersatu di atasnya.”
[ Muqaddimah Syarh terhadap kitab Syarhus Sunnah al-Barbahari ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [15]
HARUS MENGERTI TAUHID dan MENGERTI SYIRIK
Asy-Syaikh al-’Allamah Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata,
“Tidak cukup bagi seseorang, bahwa dia sudah mengerti Tauhid dan mengamalkannya. Namun dia harus MENGERTI PULA LAWANNYA, yaitu SYIRIK. Karena khawatir bakal terjatuh padanya, dan merusak tauhidnya. Barangsiapa yang tidak mengerti tentang sesuatu, sangat dikhawatirkan dia terjatuh padanya.
Sebagaimana dikatakan oleh Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Sangat dikhawatirkan akan lepas ikatan Islam seutas demi seutas, apabila muncul dalam Islam orang-orang yang tidak mengerti tentang Jahiliyyah.”
Karena dia tidak mengerti perkara-perkara jahiliyyah, atau mengiranya sebagai sesuatu yang baik padahal termasuk perkara jahiliyyah. Maka akibat kebodohannya terhadap hakekat sesuatu tersebut, sesuatu itu menjadi rancu bagi dia, sehingga dia pun melakukannya padahal itu termasuk perkara jahiliyyah.
Demikian pula, yang lebih berbahaya lagi, orang yang tidak mengerti tentang Syirik, tempat-tempat masuknya, dan macam-macamnya, serta bahaya-bahayanya, maka dia sangat-sangat dikhawatirkan untuk terjatuh dalam kesyirikan dalam keadaan dia tidak tahu/tidak menyadari. Karena jahil (kebodohan) itu merupakan penyakit yang mematikan.
Seorang penyair mengatakan,
‘Sesuatu itu akan ditampakkan keindahannya oleh lawannya. Maka dengan lawannya, sesuatu bisa menjadi jelas.’
Demikian pula, tidak akan tahu nilai mahal Tauhid, keutamaan Tauhid, dan tahqiq Tauhid, kecuali orang yang mengenal kesyirikan dan perkara-perkara jahiliyyah supaya dia menjauhinya, dan menjaga kemurnian Tauhidnya.
[ I’anatu al-Mustafid, Syarh Kitab at-Tauhid oleh Ma’ali asy-Syaikh DR. Shalih bin Fauzan al-Fauzan ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [16]
Pentingnya Mengetahui Kebatilan dan Syubhat, untuk diketahui Bantahannya dan Dijauhi
Asy-Syaikh al-’Allamah Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata,
” … Dari sini tampaklah kesalahan kesalahan mereka yang mengatakan ‘tidak ada perlunya kita mempelajari aqidah-aqidah yang batil, dan kita mengetahui madzhab-madzhab batil. Tidak ada perlunya kita membantah mu’tazilah dan jahmiyyah. Karena kelompok-kelompok tersebut telah hilang dan sirna. Ajarkan pada umat ini Tauhid, cukup sudah.’
Atau sebagian lagi mengatakan, ‘Mereka tidak perlu lagi diajari Tauhid, karena mereka adalah anak-anak fitrah, tumbuh di negeri muslimin. Ajarkan kepada mereka ilmu-ilmu dunia: ilmu produksi dan kemodernan. Adapun Tauhid, mereka sudah dapat pelajaran tersebut dengan fitrahnya atau dari lingkungannya.’
Ada lagi yang mengatakan, ‘Umat sudah melewati masa-masa khurafat. Karena mereka sekarang sudah mendapatkan wawasan dan pengetahuan. Sehingga tidak mungkin lagi mereka terjatuh dalam kesyirikan setelah itu. Syirik itu adanya pada zaman Jahiliyyah. Ketika manusia masih polos.’
Mereka menamakan syirik dalam ibadah sebagai syirik polos/biasa. Adapun syirik sebenarnya menurut mereka adalah apa yang dinamakan dengan syirik politik, atau syirik penguasa, atau syirik hakimiyyah.
Oleh karena itu mereka tidak mementingkan untuk mengingkari kesyirikan yang para rasul diutus untuk mengingkarinya (yaitu syirik Ibadah, pen). mereka meletakkan pengingkaran mereka pada syirik hakimiyyah saja.
Ini semua di antara tipu daya syaitan terhadap Bani Adam. … sesungguhnya di sana ada orang-orang yang membuat umat tidak lagi mau mempelajari tauhid, mempelajari syirik, mengenali syubhat dan kesesatan, mengajak umat untuk meninggalkan perkara-perkarat tersebut.
Ini semua, bisa jadi karena kejahilan (kebodohan) mereka dan karena mereka tidak mengerti, atau bisa jadi karena mereka hendak ‘menyusup’kan kesesatan di tengah-tengah muslimin dan ingin merusak aqidah muslimin.
Maka kita HARUS WASPADA dari fenomena ini. Kita mendengar ada yang mengatakan, ‘mempelajari aqidah mu’tazilah dan bagaimana membantah mereka, adalah seperti merajam kuburan. Karena mereka (tokoh-tokoh mu’tazilah itu) sudah mati.’
Kita jawab, “Ya Subhanallah. Memang benar mereka telah mati sosok-sosok mereka. Namun aqidah mereka masih tetap ada. Syubhat-syubhat mereka tetap ada. Kitab-kitab mereka masih dicetak dan ditahqiq sekarang, dibiayai untuk itu, serta dipromosikan. Maka bagaimana kita akan dikatakan biarkan mereka karena sudah mati??!!
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan syubhat-syubhat kaum musyrikin dari umat-umat terdahulu, baik Fir’aun, Haman, Qarun, kaum Nuh, ‘Ad, dan Tsamud, dll padahal mereka adalah umat yang sudah musnah. Namun Allah menyebutkan syubhat-syubhat mereka dan bantahan atasnya.
Yang dilihat bukan sosok-sosoknya, namun yang dilihat adalah aqidah dan kebatilannya. Yang dilihat adalah syubhat-syubhatnya, dan masing-masing kaum itu ada pewarisnya.”
[ I’anatu al-Mustafid,Syarh Kitab at-Tauhid oleh Ma’ali asy-Syaikh DR. Shalih bin Fauzan al-Fauzan ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [17]
APAKAH MANHAJ ADA KAITANNYA dengan SURGA dan NERAKA??
Apakah Kebenaran Manhaj, Ada Kaitannya dengan Jannah (Surga) dan Nar (neraka)?
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah :
“Ya. Manhaj apabila benar, maka pemiliknya menjadi termasuk penduduk al-Jannah (surga). Apabila dia berjalan di atas manhaj Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan manhaj as-Salaf ash-Shalih maka dia menjadi termasuk penduduk al-Jannah, biidznillah.
Sebaliknya, apabila dia berjalan di atas manhaj sesat, maka dia terancam dengan neraka.
Jadi, benar tidaknya manhaj itu berkonsekuensi jannah (surga) atau neraka.”
[al-Ajwibah al-Mufidah, pertanyaan no: 47 ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [18]
KENAPA MENTAHDZIR dan MEMBAHAS PENYIMPANGAN, padahal musuh kita orang kafir…, padahal jumlah kita sedikit…??
Apakah mentahdzir dari Manhaj-Manhaj yang Menyimpang dan dari Para Da’i Sesat Merupakan Perbuatan Memecah Belah Kaum Muslimin dan Mencerai-beraikan Barisan Mereka?
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah :
“TAHDZIR dari manhaj-manhaj yang menyimpang dari manhaj salaf justru merupakan tindakan MENYATUKAN kalimat kaum muslimin, BUKAN tindakan memecah belah barisan mereka. Karena yang memecah belah barisan kaum muslimin sesungguhnya adalah manhaj-manhaj yang menyimpang dari manhaj salaf.
[al-Ajwibah al-Mufidah, pertanyaan no: 57 ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [19]
MENJELASKAN KESALAHAN KITAB atau KELOMPOK TERTENTU, BUKAN TINDAKAN MEMBEBERKAN AIB PARA DA’I
Menjelaskan Sebagian Kesalahan-Kesalahan Kitab-Kitab Hizbiyyah atau Kelompok-Kelompok Menyimpang, apakah ini merupakan tindakan Membeberkan Aib/Kejelekan Para Da’i?
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan :
“Tidak. Itu bukan tindakan membeberkan kejelekan para da’i. Karena kitab-kitab tersebut sebenarnya bukan kitab dakwah, dan mereka – para penulis kitab-kitab tersebut dan pembawa paham-paham (sesat) tersebut – sebenarnya bukanlah para da’i (yang mengajak) ke jalan Allah di atas bashirah, ilmu, dan kebenaran.
Kita, tatkala menjelaskan kesalahan-kesalahan kitab-kitab tersebut – atau para “da’i” tersebut –, bukanlah dalam rangka menjatuhkan kepribadiannya. Namun dalam rangka memberikan nasihat kepada ummat, agar (umat) tidak tercemari oleh paham-paham yang tidak jelas, yang itu bisa menjadi fitnah dan memecah belah persatuan ummat, sehingga terceraiberailah jama’ah.
Bukanlah tujuan kita pribadi-pribadi tertentu, namun yang kita tuju adalah paham-paham yang ada di kitab-kitab tersebut, yang masuk kepada kita dengan nama “dakwah”.
[al-Ajwibah al-Mufidah, pertanyaan no: 55 ]
SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [20]
WAJIB MENTAHDZIR
Apakah Wajib Mentahdzir dari Bahaya Manhaj-Manhaj yang Menyimpang dari Manhaj Salaf?
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjawab,
“Iya. WAJIB mentahdzir dari bahaya manhaj-manhaj yang menyimpang dari manhaj salaf. Ini termasuk nasihat untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para imam muslimin, serta untuk keumuman muslimin.
Kita mentahdzir dari bahaya orang-orang pembawa kejelekan, mentahdzir dari bahaya manhaj-manhaj yang menyimpang dari manhaj Islam. Kita jelaskan madharat manhaj-manhaj tersebut kepada umat.
Sebaliknya, kita mendorong umat untuk senantiasa berpegang kepada al-Kitab dan as-Sunnah. Ini WAJIB.
Namun ini termasuk dalam kewenangan ahlul ilmi, yang wajib atas mereka untuk masuk dalam permasalahan ini. Wajib atas mereka untuk menjelaskan kepada umat dengan cara yang tepat sesuai syar’i dan cara yang sukses – biidznillah.
[al-Ajwibah al-Mufidah, pertanyaan no: 53 ]