MEMBABAT SYUBHAT BAHWA SEMUA YANG TERBUNUH DI MEDAN PERANG PASTI MATI SYAHID
Asy-Syaikh Muhammad Bazmul hafizhahullah
Untuk membantah syubhat ini saya katakan:
Tidak semua yang terbunuh di medan perang melawan orang-orang kafir mati syahid. Sekian nash (dalil yang jelas dan gamblang) tentang mati syahid di jalan Allah menunjukkan keutamaan yang besar padanya. Namun hal itu ada syarat-syarat dan penghalang-penghalangnya.
Jadi siapa saja yang tidak merealisasikan syarat-syarat tersebut dan tidak menghindari penghalang-penghalangnya, maka dia diharamkan untuk mendapatkannya dan tidak mati syahid.
Gambar screenshot gelar “Asy Syahid” Sayyid Quthb
Syarat untuk meraih mati syahid ada dua:
1. Ikhlash karena Allah Ta’ala saja, jadi perang yang dia lakukan semata-mata untuk meninggikan kalimat Allah.
2. Ketika beruasaha meraih mati syahid, dia berusaha untuk mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi was sallam.
Sedangkan penghalang-penghalangnya adalah sebagai berikut:
1. Mengambil harta rampasan perang sebelum dibagikan sesuai haknya.
2. Berperang tanpa izin pemerintah.
3. Perang yang dia lakukan tidak dipimpin oleh pemerintah.
4. Perang karena fanatisme (kesukuan atau kebangsaan dll).
5. Perang tanpa seizin kedua orang tua.
6. Perang dalam rangka memisahkan diri dari kaum Muslimin atau memberontak kepada pemerintah yang sah.
7. Perang yang dia lakukan terhadap pihak-pihak yang tidak boleh untuk diperangi.
8. KELUARNYA KE MEDAN PERANG DENGAN TUJUAN AGAR TERBUNUH, BUKAN DALAM RANGKA MENEGAKKAN KALIMAT ALLAH.
9. Pergi berjihad dalam keadaan bermaksiat.
Karena perkara-perkara inilah, maka termasuk akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah dengan tidak memastikan seseorang pun yang terbunuh di medan perang bahwa dia mati syahid. Tetapi hanya dengan mengatakan: “Mudah-mudahan dia mati syahid.”
Jadi Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak berani memastikan seseorang akan masuk surga atau neraka kecuali berdasarkan nash.
Diantara judul bab yang diletakkan oleh Al-Bukhary dalam Shahih-nya di kitab Al-Jihad adalah: “Bab Tidak Boleh Mengatakan bahwa si Fulan Mati Syahid.” Abu Hurairah mengatakan dari Nabi shallallahu alaihi was sallam:
اللهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِهِ اللهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُكْلَمُ فِيْ سَبِيْلِهِ.
“Allah lebih mengetahui siapa yang benar-benar berjihad di jalan-Nya, dan Allah lebih mengetahui siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya.”
Abu Ja’far Ath-Thahawy rahimahullah berkata ketika menyebutkan Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah: “Dan kita tidak memastikan seorang pun dari mereka (maksudnya kaum Muslimin) akan masuk surga atau neraka.”
Abu Amr Ad-Dany rahimahullah berkata: “Termasuk akidah mereka (maksudnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah) adalah tidak memastikan seorang pun dari ahli kiblat (kaum Muslimin) akan masuk surga atau neraka, kecuali ada dalil yang memastikannya dan ada kabarnya dari Allah Tabaraka wa Ta’ala atau dari Rasul-Nya yang menjelaskan nasib akhir seseorang.”
Atas dasar inilah maka sesungguhnya berdalil dengan hadits untuk menyatakan apa yang telah disebutkan tadi, merupakan pendalilan dengan dalil-dalil yang mutasyabih (tidak bisa dipahami semua orang), karena hal itu merupakan tindakan mengabaikan nash-nash yang lain dan memahami sebuah nash tidak sesuai yang dimaksudkan oleh syari’at.
Jadi tidak semua yang terbunuh di medan perang mati syahid atau kita pastikan dia mati syahid, sampai seseorang memenuhi syarat-syaratnya dan bersih dari penghalang-penghalangnya tersebut (sementara untuk memastikan keikhlashan adalah sesuatu yang tidak mungkin karena perkaranya dalam hati, jadi sama sekali tidak mungkin hal ini kecuali dengan nash –pent)
Sumber:
http://www.albaidha.net/vb/