SYUBHAT: SALAFIYUN SUKA MENCELA PARA ULAMA DAN PARA DA’I
Asy-Syaikh Muhammad bin Hady hafizhahullah
Termasuk yang juga menyebar di hari-hari ini yang sebenarnya sudah lama dan tidak aneh, hanya saja sekarang kembali diulang, yaitu tuduhan memecah belah Salafiyun (baca juga: http://tukpencarialhaq.com/2012/12/12/benarkah-membantah-kesalahan-akan-memecah-belah-persatuan/ , http://miratsul-anbiya.net/2014/09/09/benarkah-al-jarh-wa-at-tadil-sebab-terpecah-belahnya-umat/ ) dan mencela para ulama dan para da’i.
Tunjukkan mana ulama yang dicela oleh Ahlus Sunnah?! Ulama Ahlus Sunnah dimuliakan, dan siapa yang mencela mereka maka dialah yang tercela dan celaan terhadapnya lebih layak.
Ahlus Sunnah adalah pembela As-Sunnah, tetapi mereka berangkat dari prinsip bahwa tidak ada seorang pun kecuali pasti pernah keliru. Mereka juga berangkat dari prinsip Salaf: “Tidak ada seorang pun dari kita kecuali dia bisa menolak dan bisa juga ditolak pendapatnya, kecuali pemilik kuburan ini (Rasulullah shallallahu alaihi was sallam).” Sebagaimana hal itu dikatakan oleh Malik.
An-Nawawy ketika menyebutkan pendapat Malik tentang puasa 6 hari setelah Ramadhan (puasa Syawwal –pent) yang menyatakan bahwa beliau membencinya, maksudnya beliau berpendapat tidak ada puasa tersebut. Malik mengatakan: “Saya tidak pernah melihat seorang pun dari penduduk Madinah yang mengerjakan puasa tersebut.” Ini disebutkan di dalam Al- Muwaththa’. (Lihat: Al-Muwaththa’, tahqiq Muhammad Musthafa Al-A’zhamy, III/447 no. 1103 –pent). Maka An-Nawawy mengomentari: “Malik yang pernah menyatakan bahwa tidak ada seorang pun dari kita kecuali bisa menolak dan bisa ditolak pendapatnya, dan di sini kita menerapkan perkataan beliau.” (Lihat: Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, tahqiq Muhammad Najib, VI/427 –pent) Selesai sudah perkaranya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Seandainya bukan karena Allah membangkitkan seseorang yang membantah para ulama yang terjatuh dalam kesalahan, niscaya seorang ulama di tengah-tengah kaumnya akan dianggap kedudukannya seperti seorang nabi di tengah-tengah umatnya.” Maksudnya ulama tersebut dianggap tidak pernah salah dan dianggap ma’shum.
Jadi membantah kesalahan yang muncul dari seorang ulama ini merupakan salah satu pintu syari’at yang dikenal dan tertuang di dalam kitab-kitab ulama. Tetapi sekarang tuduhan ini banyak yang menggunakannya sebagai tameng agar kesalahan tidak dibantah dan dijadikan tameng juga untuk melemparkan pandangan buruk terhadap ahlul haqq. Tetapi hal itu tidak akan merugikan mereka, karena ketika disaring tidak akan lolos kecuali yang benar. Jadi kalian juga dibuat gentar oleh tuduhan ini.
Simak audionya di sini:
atau download di sini