Syubhat Manhaj: Bolehnya Mencerca Pemerintah/Penguasa di Wilayah Lain (1)
(Da’i Halabiyun Rodja Melegalisasi Provokasi Antar Wilayah)
Telah kita paparkan bukti cercaan Dua Doktor Dedengkot Halabiyun Rodja, Ali Musri dan Muhammad Arifin Badri kepada pemerintah pada makalah:
Nampaknya bagi kalangan Halabiyun sikap-sikap para dedengkotnya tersebut yang ditentang oleh yang lainnya telah diajukan kepada salah seorang calon doktor Jami’ah yang bernama Sufyan Baswedan Abu Hudzaifah.
Gambar 1. Pujian terhadap Calon Doktor Halabiyun Sufyan Baswedan yang melegalilasi provokasi di wilayah lainnya
Berikut redaksional pertanyaan dan jawabannya yang menekankan tidak adanya kewajiban taat bahkan bolehnya sampaipun tingkat keharusan untuk mentahdzir, menyebutkan namanya sekalipun kepada penguasa di luar wilayahnya.
Adapun nama tertentu yang disebutkannya maka itu sama sekali bukan pembatasan karena terkait person bisa tertuju kepada siapapun diantara nama-nama para pemimpin di suatu wilayah yang mereka target/bidik.
Gambar 2. Tidak ada ketaatan kepada pemimpin di wilayah lainnya
Maka nampaklah dengan jelas dari fikrah yang disebarluaskan oleh Halabiyun Rodja di atas dalam rangka membela kawannya si doktor Halabiyun Rodja Muhammad Arifin Badri bahwa seorang warga Halabiyun Rodja Jember-Jawa Timur bisa, boleh atau bahkan sampai tingkat harus untuk mencerca, mentahdzir walikota atau gubernur di wilayah lainnya yang dianggapnya sebagai berwala’ kepada non muslim, antek negara asing, antek kufar atau tuduhan lainnya dari berbagai kejelekan karena pemimpin-pemimpin wilayah tersebut hanya mengikat warganya saja untuk taat, sedangkan warga Halabiyun Rodja di wilayah lainnya tidak ada keterikatan apapun sehingga boleh baginya mencerca.
Seorang Walikota Malang, maka kewajiban taat hanya mengikat warga kota Malang saja, Halabiyun Rodja diluar wilayah itu maka boleh mencerca dan mentahdzirnya dengan alasan yang dia bawakan.
Gubernur Jawa Timur boleh dicerca oleh Halabiyun Rodja warga dari wilayah kota-propinsi lain dengan berbagai alasan yang telah dicontohkan sebelumnya karena hanya warga Jawa Timur yang terikat ketaatan kepadanya.
Demikian seterusnya sampaipun wilayah antar negara dimana Halabiyun Turatsiyun yang menjadi warga negara Kuwait boleh mencerca Presiden RI karena ketaatan kepada Presiden RI hanya bisa mengikat warga negara RI saja. Walaupun pada dasarnya di masa sekarang ini yang mendalangi berbagai provokasi dari luar wilayah tersebut sebenarnya bisa saja lawan-lawan politik atau orang-orang jahat yang berada di dalam wilayah kekuasaan tersebut. Tetapi dengan “fiqih demokrasi provokasi” Halabiyun maka dia akan menggerakkan orang-orang Halabiyun di wilayah lainnya untuk mencerca dan menyerang pemimpin wilayahnya agar nampak tindakannya sesuai dengan aturan “syar’i” yang telah diaturnya. Tidak usah dipungkiri bahwa di masa teknologi informasi yang tak lagi mengenal batas wilayah semacam ini, provokasi dari jarak ribuan kilometer terbukti bisa sampai dan mengguncang stabilitas di wilayah yang dibidiknya.
Gembong Sururi, Muhammad Surur dari mana menggalang serangan, cercaan dan perlawanan terhadap para ulama dan pemerintah negeri Saudi?
Abdurrahman Abdul Khaliq dan Yusuf Al Qaradhawy, dari mana mereka memprovokasi rakyat Mesir dan Ikhwanul Muslimin?
Duhai alangkah samanya Sururi Turatsi hari-hari kemarin dengan Halabiyun di hari-hari ini…
Faktanya, fatwa Sufyan Baswedan di Madinah bisa dibaca oleh warga DKI sebagaimana cercaan Muhammad Arifin Badri dan Ali Musri di akun facebook masing-masing juga bisa dibaca dan menggerakkan komentar kawan-kawan facebooknya dari berbagai wilayah lainnya. Allahul musta’an.
Sebelum kita mengemukakan jawaban para ulama maka ingin kami tegaskan bahwa si Halabiyun Sufyan Baswedan yang melegalkan aksi provokasi antar wilayah ini adalah da’i resminya Halabiyun Rodja.
Berikut sebagian buktinya:
Gambar 3. Penampakan resmi tweeter Rodja bersama Sufyan Baswedan
Gambar 4. Penampakan resmi Rodja Bandung bersama Sufyan Baswedan
Untuk menjawab syubhat manhaj Halabiyun Rodja yang sangat berbahaya yang melegalkan sikap cercaan dan penentangan terhadap penguasa di luar wilayahnya di atas maka kami tampilkan pada bagian pertama ini penjelasan dari Asy Syaikh Ubaid Al Jabiri hafizhahullah yang kami nukil dari postingan di situs miratsul anbiya’ –jazahumullahu khairan katsira- :
Asy-Syaikh al-’Allamah ‘Ubaid bin ‘Abdillah al-Jabiri hafizhahullah
Pertanyaan :
Sebagian pemuda mencela pemerintah yang bukan pemerintah mereka – dari negara lain – apabila aku menasehati mereka, akan menjawab bahwa “mereka itu bukan pemerintah kita”. Bagaimana membantah mereka ini?
Jawab :
Aku sudah pernah mendengar (syubhat ini) beberapa bulan lalu, dinisbahkan pada salah seorang dari Najd. Aku tidak memeriksanya. Terlepas apakah penisbatan tersebut benar atau tidak, yang jelas (ucapan) tersebut adalah kesalahan pada masa ini. Karena tidak ada satu negeri pun kecuali padanya ada orang-orang jelata rendahan yang sangat mudah tersulut emosi (terprovokasi, pen).
Oleh karena itu aku berpendapat perbuatan tersebut tidak boleh, karena akan mengakibatkan banyak kerusakan. Misalnya, apabila kita mencela dan mencaci seorang pemimpin di luar negeri kita, maka orang-orang lalim, oposan, dan orang-orang nekat akan balik mencela pimpinan kita dan melakukan provokasi (untuk menjatuhkan)nya. Bisa jadi, mereka akan bergabung dengan para Khawarij dalam misi-misinya. Maka mencegah kerusakan merupakan salah satu kaidah syar’iyyah. Kita telah merinci permasalahan ini dalam di banyak majelis. Di antaranya dalam pelajaran Taisir al-Ilah bi Syarh adillati Syuruth La-ilaaha illallah, dan yang lainnya.
Sumber: http://ar.miraath.net/fatwah/5526
Url sumber: http://miratsul-anbiya.net/2014/05/11/bolehkah-mencela-pemerintahpenguasa-negeri-lain/