APAKAH SEBENARNYA HADDADIYAH ITU ?!
Saudaraku rahimakumullah…
Tidakkah anda menyaksikan, betapa semakin sering dan populernya istilah “haddadi”, “haddadiyah” akhir-akhir ini diteriak-teriakkan oleh tetangga sebelah?
Sebuah kalimat yang dihiasi dengan aroma “kebengisan dan kebrutalan” untuk semakin menambah seramnya situasi dan keadaan. Na’am, bukti situasi dan keadaan yang dipublikasikan oleh fakta-fakta yang kita ungkapkan memang mencerminkan suatu dampak riil yang sangat sangat tidak menguntungkan bagi keluarga besar tetangga sebelah dan masih banyak lagi fakta-fakta yang insya Allah akan terus kami ungkapkan untuk semakin menunjukan betapa seramnya keadaan mereka…
Sebuah fakta tersembunyi dan sengaja disembunyikan oleh suatu komunitas yang mengaku dengan lantangnya sebagai komunitas “Salafi”. Sebuah pernyataan yang masih harus kita uji dengan bukti-bukti yang akan kita ungkapkan bersama, seberapa parah kejujuran yang diteriakkannya kepada umat atau seberapa besar pengkhianatan yang mereka lancarkan kepada kaum muslimin demi kepentingan segelintir manusia yang ingin tetap mempertahankan label organisasi dan kepentingan kelompoknya semata.
Kami tegaskan, bahwa ustadz Yazid Jawas, Abdul Hakim Abdat, Muhammad Arifin dan yang sehaluan dengannya hanyalah pion-pion yang tidak akan bisa bergerak kecuali digerakkan oleh “donatur” kuat dalam upayanya mendatangkan para Masyayikh dalam kegiatan-kegiatan kaliber nasional mereka. Jangan anda percaya bahwa Ustadz Yazid dan Abdul Hakim-lah (dengan yayasan yang mereka miliki) yang memiliki kemampuan dana kemaslahatan untuk mendatangkan para masyayikh tersebut! Apalagi Muhammad Arifin Haihata, haihata…
Mereka ini hanyalah petugas sebagai “lobbyers”, tukang lobi semata. Siapakah otak semua ini? Bapak Chalid Bawazeer!! Gubernur Al-Irsyad illegal Jawa Timur dengan Siwak-F kelincinya yang asyik bersikat gigi!! Acara-acara Daurah Masyayikh yang diadakannya tidak lebih hanyalah sebagai “Kuda Troya” demi konsolidasi gerakan Al-Irsyad illegalnya!! Keberadaan Masyayikh? Hanyalah kamuflase dari syahwat pejabat organisasi Irsyad illegal yang ambisius untuk mempertahankan status de facto masih tetap eksisnya sebuah organisasi yang terlanjur di“Salafi”kan. Wallahi ini adalah bukti kejahatan mereka dalam mempermainkan para ulama kita!! Tentu saja penasehat setianya adalah ustadz Abdurrahman Tamimi. Adapun buktinya, bukanlah saat ini memaparkannya. Jangan anda khawatir, sebentar lagi Insya Allah…..
Kita akan menguak lebih dalam, apakah itu haddadi? Bagaimana ciri-ciri mereka? Benarkah fakta adalah website haddadiyyin? Ataukah semua tuduhan itu hanyalah berangkat dari ketakutan hebat Abu Salma (AS) dengan semakin tersingkapnya hakekat dakwah hizbiyyah yang selama ini dibelanya mati-matian untuk kemudian “gelap mata” dengan menyamakan kedudukan As-Surkati rahimahulah yang menjadi guru besar agen CIA-Sekutu, menjadi sahabat penjajah missionaris kafir Belanda, menjadi penerus cita-cita dakwah dua orang “salafnya” (baca:pendahulunya) agen “rahasia” MOSSAD Yahudi (tempoe doeloe) yakni Jamaluddin Al-Afghani Ar-Rafidhi Al-Baabi dan Muhammad Abduh dengan organisasi rahasia Yahudi Fremasonry untuk merusak Islam dan kaum muslimin dari dalam! Jadi permasalahannya bukan hanya Abdullah bin Saba’ apakah tokoh fiktif tau bukan, tetapi kehadiran cloning-kloning bin Saba’- bin Saba’ jadidah yang meneruskan perjuangan kakek moyang Yahudi-nya dalam upayanya menghancurkan Islam!! Bukankah anda masih ingat dengan tulisan surat mengerikan dari Muhammad Abduh kepada guru dan Syaikhnya, Jamaluddin Al-Afghani: ““…SEKARANG KAMI BERADA DI ATAS JALAN YANG LURUS. KAMI TAK AKAN MENEBAS KEPALA AGAMA KECUALI DENGAN PEDANG AGAMA.”
Simaklah sekarang uraian mengenai firqah Haddadiyah dan semoga kita semua terhindar dari kebinasaan syubhat mereka serta terkuaknya motivasi paling mendasar kenapa fakta-fakta yang kita ungkapkan dituduh AS sebagai penerus manhaj haddadiyah (na’udzubillahi min dzalik)…
Syaikh Shalih Fauzan hafidhahullah, ketika menjawab pertanyaan nomor 62 dari kitab beliau “Al-Ajwibah al-Mufidah ‘an As-ilah al-Manahij al-Jadiidah, cetakan ke-2, 1418H, Daar as-Salaf”:
Pertanyaan:
Sebagian orang menuduh beberapa imam sebagai ahli bid’ah seperti Ibnu Hajar, An-Nawawi, Ibnu Hazm, Asy-Syaukani serta Al-Baihaqi, maka apakah perkataan mereka itu benar?
Jawab beliau hafidhahullah:
Para imam ini memiliki keutamaan-keutamaan, ilmu yang melimpah, memberikan manfaat kepada manusia, bersungguh-sungguh dalam menjaga sunah dan menyebarkannya, serta memiliki karya-karya tulis yang agung yang (kesemuanya) bisa menutupi kesalahan-kesalahan yang ada pada mereka rahimahumullah ta’ala.
Kami menasehati kepada para penuntut ilmu agar tidak menyibukkan diri dengan urusan-urusan semacam ini karena hal ini akan menghalangi mereka memperoleh ilmu.
Dan yang mencari-cari kesalahan para imam maka ia akan tewrhalang untuk menuntut ilmu, karena ia menjadi sibuk dengan fitnah dan suka perselisihan diantara manusia [catatan kaki dari Abu Abdillah Jamal bin Furaihan Al-Haritsi:
“Sungguh telah muncul suatu firqah yang mengaku-ngaku Salafiyah padahal Salafiyah bara’ (berlepas diri) darinya. Hal itu tercermin pada pimpinan firqah tersebut yaitu Mahmud Al-Haddad yang telah disebutkan di muka, karena urusan yang mereka pentingkan adalah: meneliti kesalahan-kesalahan para imam besar di dunia, para muhaddits serta muhaqqiq.
Benar, Ibnu Hajar dan Imam Nawawi memang telah terjatuh dalam beberapa kesalahan Asy’ariyyah, tapi para ulama telah memperingatkannya. Komentar Al-‘Allamah Ibnu Baz dalam mengomentari kitab Fathul Bari telah dikenal dan masyhur, akan tetapi kita tidak menjadikan kesalahan-kesalah nini sebagai bahan (pembicaraan) yang bisa memasyhurkannya dan mengawali majlis dengan mencelamereka. Karena dakwah kepada kebid’ahan bukan menjadi kebiasaan mereka, bahkan mereka menolong sunnah dan membenarkan masalah-masalah dengan dalil, maka mereka tidak bisa diqiyaskan sedikitpun dengan ahli bid’ah dan para penyerunya yang menyelisihi manhaj salaf.
Walaupun demikian, tetap kami katakana: “Sesungguhnya kesalahan dan penyimpangan keduanya tidak didiamkan bahkan harus dijelaskan sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi”.
Sesungguhnya mengucapkan rahimahullah terhadap ahli bid’ah adalah boleh, selama mereka masih di dalam ruang lingkup Islam (bukan bid;ah yang mengkafirkan-pen) serta tidak ada dalil yang melarangnya.
Sungguh para ulama telah memuji Ibnu Hajar dan An-Nawawi dan kedua kitabnya yaitu Fathul Bari dan Syarh Muslim.
Para ulama menilai keduanya sebagai Ahlu sunnah dan hadits, mereka bersandar pada ucapan-ucapan keduanya yang mencocoki kebenaran (dan ini yang lebih banyak) dan mereka menjauhi kesalahan-kesalahan keduanya (dan ini sedikit sekali) , segala piji hanya bagi Allah.
Telah berkata Syaikh Abdullah Ibnu Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, “Kemudian, sesungguhnya kita minta pertolongan dalam memahami Kitabullah (Al-Qur’an) dengan tafsir-tafsir yang telah beredar lagi mu’tabar…, dan dalam memahami hadits dengan syarah-syarah para imam yang memiliki kelebihan (di bidang ilmu agama) seperti: Al-Asqalani dan Al-Qasthalani terhadap kitab Bukhari dan An-Nawawi terhadap kitab Muslim. Selanjutnya beliau berkata, “Alangkah terpujinya An-Nawawi dalam menyusun kitab Al-Adzkar”.
Berkata Al-‘Allamah Al-Muhaddtis As-Salafi Asy-Syaikh Al-Albani (semoga Allah menjaganya), “Menuduh seperti An-Nawawi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan yang semisal mereka dengan tuduhan bahwa mereka ini ahl;I bid’ah adalah perbuatan dzalim, saya tahu bahwa mereka ini adalah dari Asy’ariyah, akan tetapi mereka ini tidak bermaksud menyelisihi Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah, melainkan hanya karena wahm (salah paham) dan dzan (praduga) mereka bahwa akidah Asy-ariyah yang mereka warisi itu:
Pertama: bahwa Imam Al-Asy’ari berkata tentang satu perkara, sedang ia tidak berkata hal itu kecuali dahulu (sebelum beliau bertaubat-pen)
Kedua: Mereka (An-Nawawi, Al-Asqalani dan yang lainnya) menyangka bahwa perkataannya (al-Asy’ari) benar, padahal tidak benar” (Selesai dari kaset Man Huwal Kafir wa man Huwal Mubtadi’).
Jika ada yang bertanya, “Mengapa An-Nawawi dan Ibnu Hajar serta ta’wil mewreka (yang keliru) tersebut dimaafkan, sedangkan Sayyid Quthb, Albanna, Al-Maududi dan yang semisalnya tidak dimaafkan?
Maka dapat dijawab dari dua sisi:
Pertama: diantara dua jenis kelompok ini ada perbedaan yang besar karena Imam Nawawi dan Ibnu Hajar memiliki jasa ilmiyah dan bermanfaat bagi umat Islam yang bisa menututpi kesalahan-kesalahannya. Dan para ulama telah menjelaskan dan memperingatkan (umat) agar berhati-hati dari kesalahan-kesalahan tersebut, maka bahayanya telah hilang dengan tanbih (peringatan) ini.
Adapun Sayyid Quthb dan Hasan Albanna…maka mereka ini tidak memiliki jasa ilmiyah serta amaliyah dan tidak memberi manfaat bagi umat Islam seperti apa yang dimiliki oleh An-Nawawi, Ibnu Hajar dan imam-imam besar lain.
Kedua: An-Nawawi dan Ibnu Hajar tidak mengajak kepada kesalahan-kesalahannya dan tidak mengajak untuk tahassub, pengkafiran terhadap masyarakat (muslimin), penyatuan shaf antara Rafidhah, Nasrani, Majusi dan firqah-firqah sesat dengan kaum muslimin dan kesalahan-kesalahannya (An-Nawawi dan Ibnu Hajar) tidak membahayakan masyarakat, berbeda dengan Sayyiq Quthb dan Hasan Albanna dan selainnya, mereka beranggapan bahwa antara aqidah yang rusak bahkan akidah yang kafir dan akidah shahihah yang selamat tidak ada bedanya, serta mereka menganggap bahwa natar seorang Rafidhah, Nasrani dan yang lainnya, dan seorang muslim itu tidak berbeda, dan mereka ini sungguh telah memberi madharat terhadap kaum muslimin dan bukannya memberi maslahat, karena banyak orang yang ta’ashub dengan pendapart-pendapatnya) yang menyelisihi Al-Kitab (Al-Qur’an )dan As-Sunnah dan mereka memerangi Ahlus Sunnah, dan ini merupakan bahaya yang paling besar-selesai catatan kaki dari Abu Abdillah Jamal].
Kami menasehati (kamu) semua agar menuntut ilmu dan menjaganya. Dan agar menyibukkan diri dengan ilmu daripada sibuk dengan perkara-perkara yang tidak ada manfaatnya.
An-Nawawi, Ibnu Hazm, Ibnu Hajar, Asy-Syaukani, Al-Baihaqi adalah imam-imam besar, tempat kepercayaan bagi ahlul ilmi (ulama), mereka memiliki karya-karya tulis yang besar sebagai rujukan umat islam, yang bisa menutupi kesalahan-kesalahan dan ketergelinciran mereka rahimahumullahu ta’ala.
Akan tetapi kamu wahai miskiin (kasihan) apa yang kamu miliki? Wahai orang-orang yang meneliti dan mencari-cari kesalahan-kesalahan Ibnu Hajar, Ibnu Hazm dan imam-imam lainnya yang disebut bersamanya, padahal sungguh mereka telah melewati jembatan (kemuliaan)? Apa yang telah kamu berikan kepada kaum muslimin? Ilmu mengenai apa yang telah kamu susun? Apakah kamu mengetahui seperti apa yang diketahui oleh Ibnu Hajar dan An-Nawawi?
Apakah engkau telah mempersembahkan bagi kaum muslimin seperti apa yang telah dipersembahkan oleh Ibnu Hazm dan Baihaqi? Subhanallah…! Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepada orang yang tahu kadar kemampuan dirinya sendiri.
Sedikit ilmumu, maka engkau berani
Sedikit kehati-hatianmu, maka engkau berbicara
Pada catatan kaki pertanyaan nomor 56, Abu Abdillah Jamal juga memberikan keterangan penting:
“Di sana ada bentuk lain dari celaan terhadap para ulama yang sering aku dengar dari Firqatul Hadda yaitu penisbahan kepada Mahmud Al-Haddad yang pernah tinggal di Madinah Nabawiyyah (dahulu) dia memiliki beberapa takhrij (terhadap beberapa kitab). Dia benar-benar membuat kerancuan kepada orang-orang yang mudah (lugu) dengan membuka “kancing-kancing bajunya” sehingga tampaklah pusarnya (haddad).
Firqah ini pertama-tama awalnya melakukan celaan terhadap Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dan An-Nawawi pada majlis-majlis mereka. Dan mengajak manusia untuk membid’ahkan keduanya secara terang-terangan dan memfitnah keduanya sebagai ahlu bid’ah dan bahkan keadaan mereka telah sampai mencela Al-Allamah Ibnu Baz, Al-Fauzan, Al-Luhaidan, Al-Albani dan lain-lain.
Sampai-sampai salah seorang diantara mereka pernah mengikuti kajian kitab As-Sunnah yang ditulis oleh Ibnu Abi Ashim yang disampaikan oleh Al-‘Allamah Ibnu Baz pada musim panas di Thaif, kemudian setelah beberapa saat ia meninggalkannya, maka ditanyakan kepadanya tentang sikap tersebut, ia menjawab: “Aku membaca (mewngikuti kajian kitab tersebut) adalah untuk menegakkan hujjah dalam rangka melawan Ibnu Baz)”.
Saya (Abu Abdillah Jamal) katakan: “Dan hujjah manakah yang ingin ditegakkan oleh orang yang tertipu ini terhadap “ilmu yang tinggi dan gunung yang kokoh” (Ibnu Baz), ketahuilah semoga Allah memburukkan ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu”.
Adapun sayyidnya yaitu Mahmud Al-Haddad, sesungguhnya ia mencela para ulama yang memberikan wasiat (untuk membaca dan menelaah) kitab Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dengan ucapannya: “Kebanyakan ahlussunnah masa kini menipu (umat) dengan berwasiat (untuk membaca) kitab Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dan syarahnya.” Al-‘Allamah Ibnu Baz adalah termasuk ulama yang berwasiat dengan kitab tersebut, bahkan beliau mengajarkan kitab ini pada pelajarannya di masjid.” Dia (Al-Haddad) juga mengingkari takhrijnya Syaikh Al-Albani terhadap kitab ini, karena tanpa ada tanbih (peringatan). (Hal.90, kitabnya Aqidah Ibnu Abi Hatim wa Abi Zur’ah).
Aku (Abu Abdillah) katakan: Semoga Allah memburukkan ahli bid’ah, karena mereka mengambil hal-hal yang mendukungnya dan meninggalkan perkara-perkara yang menghujat dirinya. Sesungguhnya Al-Haddad sendiri (pendapat-pendapat serta perbuatan-perbuatannya) saling bertentangan. Ini adalah karunia Allah untuk menjelaskan kejelekan mereka ini. Sungguh dia telah mentakhrij hadits-hadits dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, sedangkan ia tahu kesalahan-kesalahan yang ada dalam kitab ini, akan tetapi ia tidak memberikan tanbih (peringatan) dan komentar, tidak menjelaskan letak-letak kerusakan pada kitab ini serta tidak memperbaikinya. Maka adakah perkara yang lebih bertentangan daripada perbuatannya ini? Jauh sekali perbedaan antara dua kitab tersebut (yakni Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dengan Ihya’ Ulumuddin).
Sesungguhnya pengikut-pengikutnya yang mencela ulama itu hanyalah menjiplak tokoh mereka (yakni Al-Haddad). Dia telah mencela Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah di dalam kitabnya Al-Iman: “Sesungguhnya Irja’ itu adalah bid’ah lafdziyah”. Dia menafsirkan perkataan ini dari pendapatnya sendiri dengan berkata: “Yaitu bahwa irja’ bukan bid’ah dalam makna, ini berarti dia meremehkan perkara tersebut”. Lihat kembali pada kitab Aqidah Abi Hatim wa Abi Zur’ah Ar-Razin, hal.89-90).
Ini bukanlah mencari-cari kesalahannya, tetapi hanya untuk menjelaskan beberapa keadaannya, dan hakekatnya (yang sebenarnya) agar orang-orang yang tertipu maupun orang-orang yang semodel dengannya segera tersadar.
Jika (Al-Haddad) tidak boleh disikapi demikian, maka bagaimana mereka bisa membid’ahkan Ibnu Hajar, An-Nawawi, Ibnu Hazm, Asy-Syaukani, Al-Albani dan yang lain dengan tidak perlu tarahum (mengucapkan rahimahullah) kepada orang-orang tersebut, padahal Haddad-lah yang seharusnya terlebih dahulu dibid’ahkan (karena ia lebih banyak kesalahan dan penyimpangannya dibanding para a’immah).
Salah satu sikap tanaqudh (saling kontradiksi) yang ada pada Mahmud Al-Haddad adalah bahwa ia juga berpendapat tidak bolehnya membaca kitab-kitab bid’ah dan ahli bid’ah bahkan melihatpun tidak boleh (dan ini memang benar).
Akan tetapi harus dibedakan antara orang-orang yang menyeru kepada kebid’ahan dan sombong terhadap al-haq dengan orang yang tergelincir dalam berijtihad dan takwil tetapi ia seorang pembela sunnah, suka menyebarkannya serta berkhidmat kepada kitab-kitab sunnah dengan sebenar-benarnya.
Al-Haddad berkata: “Seseorang tidak termasuk ahlussunnah sampai dia mampu melihat masalah-masalah bid’ah, letak-letaknya, dalil-dalilnya serta kitab-kitab ahlinya” (Aqidah Abi Hatim wa Abi Zur’ah, Al-Haddad, hal.105)
Inilah ucapan Al-Haddad dan ia mengingkari orang-orang yang berwasiat dengan kitab Al-Aqidah Ath-Thahawiyah dan mengingkari takhrij hadits-hadits yang dilakukan oleh Al-‘Allamah Al-Albani terhadap kitab ini, sedang ia tidak mengingkari dirinya sendiri dalam meringkas kitabnya Ibnul Jauzi yang berjudul Shaidul Khathir.
Berdasarkan manhaj yang ditempuh Al-Haddad ini, ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
Pertama: bagaimana ia mempersilahkan dan membolehkan dirinya sendiri membaca kitab-kitab Ibnul Jauzi, padahal ia mengatakan bahwa Ibnul Jauzi adalah seorang Jahmiyah yang kuat dalam mukadimah kitabnya yang berjudul Al-Muqtanal Athir ringkasan Shaidul Khathir yang ditulis oleh Ibnul Jauzi?
Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS.Ash-Shaf: 2-3)
“Apakah engkau menyuruh manusia berbuat baik sedangkan engkau melupakan dirimu sendiri padahal engkau membaca Al-Kitab, tidakkah engkau berakal” (QS.Al-Baqarah: 44)
Kedua: Sesungguhnya kitab Shaidul Khathir adalah sejelek-jelek kitab, termasuk kitab yang harus mendapat tanbih dan satu kitab yang manusia secara umum maupun khusus harus berhati-hati darinya, maka bagaimana engkau amat peduli dengannya wahai Mahmud?! Dan engkau menghabiskan waktumu, menipu manusia dengan kitab ini karena ulahmu, dan kamu…siapa engkau ini, orang yang terkenal bahwa kamu (mudah-mudahan demikian) mentahdzir (memperingatkan kitab kitab ahli bid’ah. Pada kitab itu (Shaidul Khathir) ada namamu, sehingga orang akan mengambil (isinya) dengan membuta dan menganggap bahwa semuanya adalah tsiqah (terpercaya) dengan keyakinan bahwa kitab tersebut adalah kitab sunnah dan aqidah, padahal kitab tersebut sesungguhnya mawal sampai akhirnya tak lain adalah Shaidun Khathir (Perangkap yang Berbahaya), nama yang pas dengan judulnya karena tidak ada di dalamnya qalallah, qala rasulullah dan tidak ada pula qala shahabah sebagai orang-orang yang memiliki pengetahuan.
Sesungguhnya Al-Haddad berpendapat bahwa tidak perlu tarahum kepada Imam Ibnu Hajar, An-Nawawi rahimahullah dan yang semisalnya karena dia mengingkari orang yang berkata, “Al-Imam rahimahullah”, di mana ia pernah mengatakan dalam kitab Aqidatu Abi Hatim…, hal.106: “…sampai para imam ahli bid’ah disebut sebagai sunni menurut anggapannya. “Al-Imam” dengan dibubuhi rahimahullah”. Selesai ucapannya.
Orang ini (Al-Haddad) dan kawan-kawannya terus menerus lidah-lidah mereka mencela, mencaci dan merendahkan para ulama. Ia mencela Ali Ibnul Hasan Ibnu Asakir dengan mewngatakan, “Seorang Jahmiyah yang kuat. Buka kembali dalam kitab Al-Jami’ fil Hatstsi ‘ala Hifdzil Ilmi tahqiq Al-Haddad, hal.212).
Saya (Abu Abdillah) katakan: (Dan yang haq aku katakan) Sesungguhnya Al-Haddad merendahkan ahlussunnah dan membicarakan mereka seperti Al-‘Allamah Ibnu Baz, Al-Utsaimin, Al-Fauzan dan yang lain-lainnya yang mewasiatkan kitab Al-Aqidah Ath-Thahawiyah beserta syarahnya, memfitnah Al-Albani karena takhrijnya dan celaannnya kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Semua ini adalah karena kecemburuannya yang sangat (menurut sangkaannya) terhadap aqidah kaum muslimin supaya tidak dimasuki satu noda-pun, Subhanallah!
Ahlussunnah, Ahlut Tauhid yang khalis (murni) tidak selamat dari celaannya, akan tetapi sebaliknya ahlul bid’ah, syirik dan khurafat selamat dari celaannya, maka apakah ini dinamakan ghirah (kecemburuan) terhadap akidah kaum muslimin agar tidak dikotori oleh para imam dunia?
Ikhwanul Muslmin yang menduduki sepanjang negeri Mesir yang menyebarkan kerusakan di muka bumi-pun selamat dari celaannya karena kita tidak pernah melihat dan mendengar bahwa dia (Al-Haddad) pernah berbicara tentang Ikhwanul Muslimin dalam satu buku, majalah atau suratkabar-pun dan ia tidak mengingkari mereka selama tinggal di Mesir atau ketika sudah jauh dari mereka (yakni di Haramain, Makkah dan Madinah) di mana ia aman dari kejahatan mereka, bila ia khawatir akan ditentang oleh mereka.
Quburiyyun (para penyembah kubur) juga selamat dari celaannya, karena kuburan-kuburan (yang disembah, diminati tolong dan diagung-agungkan) tersebar di negerinya, thawaf dan mengucsap-usap kuburan di depannya, dia lihat dan dengar. Istighatsah kepada para wali (sangkaan mereka) juga tak ada seorangpun yang mengingkarinya.
Sufiyyah dan para penggemar maulid selamat pula dari celaannya. Hizbut Takfir dan Khawarij selamat dari celaannya. Selamat dari celaannya…, selamat…, dan ia diam terhadap semuanya.
Apakah dia tidak bisa diam dan menahan lisannya untuk ahlussunnah, para penyerunya, orang-orang yang membelanya, yang memperingatkan kesyirikan, bid’ah, kemaksiatan-kemaksiatan dan orang-orang yang menjauhkan manusia dari ahli bid’ah dan hawa?
Dari keterangan-keterangan di atas, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa orang tersebut (Al-Haddad) tidak ada andil sedikitpun dalam mebela sunnah dan membentenginya. Sesungguhnya orang tersebut hanyalah menuruti hawa nafsu dan cinta popularitas. Dan hal yang menakjubkan diriku adalah ucapan Al-‘Allamah Al-Muhaddits Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani yang sering aku dengar yakni “Hubbud Dhuhur Yaqshimudh Dhuhur” (cinta kepopuleran akan menghancurkan popularitas).—-selesai—-
Maka kita katakan kepada AS:
Apakah kita mencela, menghina dan merendahkan para imam-imam besar Ahlus Sunnah?! Apakah kita menistakan kehormatan Ibnu Hajar, An-Nawawi, Abu Hatim, Abu Zur’ah, Ibnu Hazm, Asy-Syaukani, Al-Baihaqi, Ali Ibnul Hasan Ibnu Asakir, Al-Albani, Al-‘Allamah Ibnu Baz, Al-Utsaimin rahimahumullah?! Ataukah kami menghinakan Al-Fauzan hafidhahullah? Atau para a’immah besar mana dari kalangan Ahlussunnah yang telah kita rendahkan sehingga layak bagimu untuk menggelari kami sebagai Haddadiyyin? Ataukah kami dalam pandanganmu adalah pembela Jama’ah Tabligh Ash-Shufi?! Bisakah engkau membuktikannya?! Ataukah engkau memiliki bukti bahwa kami adalah patner dakwah Hizbut Takfir sebagaimana al-fadhil-mu yang sampai saat ini engkau sembunyikan namanya di balik ketiakmu? Atau bisakah engkau tunjukkan kepada umat bukti dan fakta ilmiyah bagaimana kami berkolaborasi dengan Ikhwanul Muslimin?!
Haihata…haihata…alangkah mahalnya bukti ilmiyyah di sisimu wahai Aba Salma dan betapa ‘dermawannya” dirimu dalam menghambur-hamburkan dusta dan tipu daya!
Tidaklah tuduhan Haddadiyah yang engkau lemparkan kepada kami terlepas dari 3 sisi kedzaliman:
Pertama: Sesungguhnya engkau telah menuduh bahwa kami mencaci, mencela dan merendahkan kehormatan para ‘aimmah ahlussunnah!! Wallahi, bumi tempatmu berpijak akan menjadi saksi kelak di yaumul hisab bahwa tidak ada satu buktipun bahwa kami telah melakukan perbuatan hina dan rendah seperti yang engkau tuduhkan!! Sungguh Allah Ta’ala adalah sebaik-baik saksi atas kedustaanmu yang menembus awan ini!!
Kami tahu dan kami tahu…tidaklah kepanikan dahsyatmu dengan menggelari kami sebagai Haddadiyin yang mencaci maki para ulama kecuali upaya licikmu dalam memalingkan umat agar melupakan kejahatan keji dan biadab yang dilakukan oleh Hizbul Irsyadmu, murid-murid Syaikh Salafi Irsyadmu yang berkata:
“SEBENARNYA YANG BERTANGGUNG JAWAB TENTANG PERBEDAAN DAN PERSELISIHAN YANG MEMALUKAN INI (ANTARA RU’YAH DAN HISAB-PEN) ADALAH ULAMA. PARA ULAMA SENDIRILAH YANG MEMIKUL BEBAN DOSANYA, bukan umat yang awam. KARENA ULAMA YANG BERSTATUS SEBAGAI PEWARIS PARA NABI, TELAH LENGAH DALAM MENGEMBAN TUGAS YANG DIPIKULNYA.. PARA ULAMA TIDAK MENGULURKAN KEPADA UMAT APA YANG WAJIB UNTUK DIULURKAN, SEPERTI NASEHAT YANG SEMESTINYA, AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR DAN MEMPERBAIKI HUBUNGAN ANTAR UMAT. Sesungguhnya agama itu adalah nasehat, JUSTRU MEREKA DIAM TIDAK MENGAMBIL TINDAKAN PENYELAMATAN, ironisnya lagi kebanyakan orang yang menulis dalam masalah ini semakin menambah keruhnya masalah dan memperluas perbedaan di masyarakat” (hal. 104).
Sudah berhentikah muntahan keji yang tiada taranya ini?! Belum, perhatikan lagi:
”SEANDAINYA MEREKA BEKERJA UNTUK ALLAH DALAM MENDAMAIKAN UMAT INI DAN MENGERAHKAN POTENSI MEREKA UNTUK MENGATASI KEADAAN INI serta melakukan usahanya untuk mempertemukan antara kedua kubu yang berseteru ini dengan cara menggabungkan nash-nash (dalil-dalil) yang datang dalam masalah ru’yah dan hisab dan mengkompromikan antara keduanya (inilah sebenarnya tujuan akhir dari penistaan mereka terhadap para ulama-pen),……AKAN TETAPI SANGAT DISAYANGKAN, MEREKA TIDAK MENDAPATKAN TAUFIQ UNTUK ITU, DAN INI BENAR-BENAR NASIB SIAL BAGI UMAT ISLAM DAN KAUM MUSLIMIN.” (Himpunan Tiga Risalah, Majelis Ifta’ dan Tarjih Jam’iyyah Al-Irsyad, Diterjemahkan oleh Agus Hasan Bashari, Lc, Sya’ban 1425H/Oktober 2004M, hal.104-105).(Bundel Badai Fitnah, sub bab 9.2 HIZBIYYIN-SURURIYYIN-SURKATIYYIN, PEPERANGAN MEREKA TERHADAP ULAMA KAUM MUSLIMIN )
Maka dengan bukti singkat yang kami hadirkan ini wahai Aba Salma, telah menyingkap sebuah hakekat jahat bahwa dirimu tidak lebih dari fanatikus Irsyad yang “Memikulkan kesalahan seseorang kepada orang lain. Ini adalah kesesatan pemikiran mereka yang paling tampak nyata, mereka akan memikulkan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain yang tidak ada sangkut pautnya. Pemikiran ini seperti aqidah nashrani yang meyakini adanya dosa ’warisan’ dan dan shufiyah yang meyakini bahwa amal perbuatan seseorang bisa ditanggung oleh orang lain.” (Inilah Haddadiyah..ed-3)
Bukankah dirimu sampai detik ini tidak berkomentar sehurufpun mengenai kekejian yang dilancarkan oleh murid-murid As-Surkati ini?! Apakah ini merupakan “kesalahan” biasa ataukah kekejian luarbiasa yang jauh diluar kebiasaan “organisasi” yang katanya Salafi? Maka selayaknya bagi dirimu untuk menyadari dan menerima secara ikhlas bahwa pemikiran murid-murid As-Surkati adalah salafnya (baca: pendahulunya) Mahmud Al-Haddad Al-Mishri dan balatentara haddadiyyinnya! Semoga Allah Ta’ala menghinakan dakwahnya, amin.
Kedua: Sesungguhnya engkau wahai Aba Salma, telah jauh meninggalkan fiqhul waqi’ sejarah dan sepak terjang organisasi hizbiyyah Irsyadiyahmu! Engkau berusaha mengingkari kenyataan dan fakta-fakta yang menyingkap penyelewengan-penyelewengan mendasar As-Surkati dan Irsyadmu! Bukankah dirimu tidak berkomentar secuilpun mengenai bai’at yang dilakukan As-Surkati? Juga Stichting Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang ternyata “terpaksa” didirikan agar dana lotre kafir penjajah Belanda bisa dicairkan Syaikh Irsyadimu? Ataukah diammu merupakan tanda setujumu? Setuju dengan bukti yang kami publikasikan tanpa bisa mengelaknya ataukah setuju dengan tindakan fanatik buta yang dipraktekkan Surkati yang menghalalkan segala cara?
Pada waqi’ seperti ini ternyata Irsyadmu berbeda dengan Haddadiyin, sebab kami (yang miskin ini) belum mendapatkan bukti bahwa Haddadiyin menghalalkan lotre, apalagi lotrenya penjajah kafir!! Apakah Al-Haddad juga memba’iat pengikutnya sebagaimana Surkati memba’iat Irsyadiyyinnya? Wallahu a’lam.
Ketiga: Bahwa dirimu wahai Aba Salma telah lupa daratan, lupa udara dan lupa lautan, telah mabuk darat, mabuk laut sekaligus mabuk udara karena menyamakan Syaikh Irsyadimu dengan para a’immah sekaliber Ibnu Hajar, An-Nawawi, Abu Hatim, Abu Zur’ah, Ibnu Hazm, Asy-Syaukani, Al-Baihaqi, Ali Ibnul Hasan Ibnu Asakir, Al-Albani, Al-‘Allamah Ibnu Baz, Al-Utsaimin rahimahumullah?! Bukankah tuduhan Haddadiyin tersebut tidak bisa engkau lemparkan kepada kami kecuali engkau telah sejajarkan As-Surkatimu dengan para a’immah besar ahlussunnah?! Haihata..haihata bagaimana pula pengemban dan penerus cita-cita dakwah Pan Islamisme agen-agen MOSSAD tempoe doeloe (baca: Masuni) didudukkan sejajar dengan para a’immah ahlussunnah?
Apakah para a’immah di atas juga berupaya mempersatukan dan mempersaudarakan Khurafiyna, Kharijiyna, dan Syi’iynanya As-Surkati? Maka apa pula maksudmu dengan menulis serial kesesatan-kesesatan Syi’ah? Apakah ini realisasi yang engkau tuduhkan pada orang lain bahwa: “Lantas mengapa begitu mudahnya mereka melupakannya, mencuci tangan…………dst”
Apakah dirimu melupakan ataukah pura-pura lupa ataukah tidak tahu ataukah tidak mau tahu kesesatan seruan persaudaraan As-Surkati di atas?!
Yang jelas, dengan bukti-bukti lembaran hitam majalah Adz-Dzakhirah yang kami publikasikan secara nyata di sini, tidaklah mungkin bagimu wahai Aba Salma untuk mencuci tangannya As-Surkati dari bukti kesesatan-kesesatan seruan Wihdatul Firqahnya karena tidak ada bukti secuilpun bahwa As-Surkati sebelum meninggalnya telah rujuk dan bertaubat dari kesesatannya ini!! Semoga Allah mengampuni kesalahannya dan semoga Allah terus bongkar kejahatan fanatikusnya, amin.
Apakah kami harus bertabayyun dulu ke dalam liang lahatnya As-Surkati wahai Aba Salma untuk menghindari cap haddadi yang engkau lemparkan kepada kami?
Ataukah serial Haddadiyahmu itu merupakan “sindiran” kepada Syaikh Rabi’ hafidhahullah yang engkau comot dari Al-Hatstsu.. karena beliau tidak bertabayun dulu kepada Sayyid Quthb sebelum menuliskan buku-buku bantahan beliau atas kesesatan dan penyimpangannya?! Ataukah beliau mencukupkan diri dengan buku-buku warisan Sayyid Quthb kepada para fanatikus IMnya sebagai bukti ilmiyah akan berbagai penyimpangannya?
Sejak kapan wahai Aba Salma, Syaikh Rabi’ memiliki kedudukan ilmiyyah di sisi komunitasmu?! Bukankah beliau tidak lebih dari “shighar ulama, bukan ulama yang paling senior dan masih banyak ulama seperti beliau yang ada di Saudi dan berbagai nada sinis yang dilontarkan oleh para pembesarmu? Apakah yang melandasi kalian (setelah melakukan perendahan dan cibiran kepada beliau) kemudian majalah As-Sunnah kalian sampai membagikan secara gratis transkrip terjemahan beliau?! Haihata, haihata…
Lalu firqah apakah yang paling dekat kekerabatan manhajnya dengan seruan As-Surkati dan Irsyadmu ini kalau bukan firqah Ikhwanul Muslimin yang berupaya mempersatukan berbagai macam firqah dan bai’at sesat yang dipraktekkannya?
Haihata..haihata fatwa Syaikh Ubaid dan Syaikh Ahmad An-Najmi hafidhahumallah tentang As-Surkati dan Irsyadnya-pun dilemparkannya ke balik punggung hizbiyyahnya dengan ucapan kejinya:
“Haihata haihat Sungguh lihai sekali mereka (asatidzah-pen) melakukan kedustaan terhadap ulama.” (Adz-Dzakhiirah, vol.5, no.3. ed.27 Shafar 1428H, hal.31, footnote no.18)
Alhamdulillah, untuk menjawabnya maka cukuplah Allah telah sempurnakan kehinaan ini dengan ucapannya sendiri bahwa tuduhan di atas, “…secara otomatis menuduh mereka (para ulama) “agak dungu” karena mudah dipermainkan!”
Maka jangan ada terkecoh wahai saudaraku kalau orang ini melemparkan satu dua umpan pujian kepada asatidzah atau sebagian ikhwan kita karena dirinya ingin mendapatkan “ikan” yang jauh lebih besar, menjarh fatwa para ulama dan mentahdzir asatidzah tanpa secuilpun bukti yang ditunjukkannya kepada umat!! Dan jangan anda memejamkan mata dari fatwa terakhirnya yang menjarh ustadz Muhammad Sewed tanpa bukti-bukti ilmiyahnya!! Ini adalah kebiasaannya yang diluar kebiasaan.
Pengkhianatan Al-Irsyad Terhadap Perjuangan Muslimin Indonesia Melawan Penjajah Kafir Belanda?
Memang belum selesai serial kemesraan (baca: rifq, liyn dan hikmah) Al-Irsyad dengan para pejabat penjajah kafir Belanda yang menjadi murid sekaligus sahabat As-Surkati.
Syahida syahidun min ahliha…
Hussein Badjerei berkata:
“Atas permintaan Syaikh Ahmad Surkati, hoofbestuur Al-Irsyad dalam sidangnya tanggal 14 Maret 1941 pukul 16.30 di rumah Syaikh Ahmad Surkati telah mengambil keputusan antara lain:
1.Mempersiapkan naskah sejarah Al-Irsyad yang akan ditulis oleh Ahmad Surkati sendiri
2.Selaku pembantu khusus untuk penulisan sejarah ini ditunjuk Umar Naji…
3.Naskah jadi kelak akan diterbitkan secara resmi oleh Hoofdbestuur Al-Irsyad
4.Petugas pencari data ke daerah diangkat Abdulqadir Bahalwan
5.Panitia berkedudukan di Jakarta dengan Ketua, Sekretaris dan Bendahara sebagai pimpian harian. Panitianya disusun sebagai berikut: Ketua merangkap Bendahara: Hasan Argubi; Sekretaris Ali Harharah….
Dalam kegiatannya, Panitia yang dinamakan Lajnah Ta’liif Taarikh Al-Irsyad, telah meminta tulisan dan kesan tentang Al-Irsyad dan pemimpinnya Syaikh Ahmad Surkati dari: VAN DER PLAS, PIJPER, W.Wondoamiseno, A.Hassan, DE VRIES, PB.Muhammadiyah, PB Persis, Alhasyimi dan lain-lain, termasuk kalangan senior Al-Irsyad sendiri. Yang jelas VAN DER PLAS sudah menyampaikan tulisannya, tetapi buku iini tidak sampai berhasil diterbitkan, baru berbentuk manuskrip tulisan tangan yang dikerjakan oleh Muhammad Nur Alanshary dan telah dikoreksi oleh Ahmad Surkati bersama-sama Abdullah Badjerei.” (AIMSB, hal.150)
Komentar:
Hussein Badjerei tidak menjelaskan secara rinci, bagaimana mekanisme panitia penulisan sejarah Al-Irsyad dalam meminta tulisan dan kesan dari individu dan organisasi yang mereka hubungi.
Ada dua catatan sangat penting mengenai informasi yang “dibocorkan’ oleh Hussein Badjerei ini:
Pertama: Panitia penulisan sejarah Al-Irsyad ini diketuai dan sekaligus dibendaharai oleh Kapten Arab Hasan Argubi dan kita tidak akan mengulang lagi dengan menjelaskan kedudukan penting antek Belanda ini di sisi As-Surkati!!
Kedua: Silakan anda perhatikan betapa mulianya kedudukan para pejabat penjajah kafir Belanda di sisi As-Surkati dan Irsyadnya!! Bahkan TIGA ORANG PEJABAT PENJAJAH BELANDA (Van Der Plas, Pijper dan De Vries) ikut menentukan isi sejarah Al-Irsyad!! Surkati-lah yang langsung mengoreksi hasil tulisannya!! Inikah wahai Aba Salma yang engkau katakan bahwa semua ini tidak ada hubungannya dengan wala’ dan kecintaan?!!
Allahu Akbar!! Bahkan ini adalah bukti FAKTA yang paling jelas tentang keterlibatan para pejabat penjajah kafir Belanda yang berkolabarasi dengan organisasi Irsyadmu dan Hoofdbestuur (Pengurus Besar)nya untuk menentukan hitam putihnya sejarah organisasi “salafi”mu!!
Maka demi Allah wahai saudaraku kaum muslimin, lihatlah tahun mereka mengadakan rifqan Irsyadiyah dengan kafir penjajah ini!! Tahun 1941!! Na’am, tahun-tahun dimana negeri kita masih dijajah dan diinjak-injak kehormatannya oleh para penjajah kafir najis tersebut ternyata mereka berkolaborasi dengan Al-Irsyad Al-Islamiyyah!! Organisasi yang katanya reformis!! Organisasi yang didirikan oleh tokoh Salafi di negeri ini, katanya!! Yang kita mesti bersyukur atas kemunculannya, katanya!! Yang berdakwah kepada Al-Kitab dan Sunnah, katanya!! Yang memerangi syirik, bid’ah dan khurafat katanya! Yang memerangi kesesatan, katanya! Tetapi bagaimana mungkin dirinya memerangi semua itu sementara sejak hari pertama didirikannya, para penjajah kafir adalah sahabatnya!! Lotrenya adalah pondasi halal berdirinya Stichting Irsyadnya? Syiah adalah Syi’iynanya? Khawarij angjing neraka adalah Kharijiyna-nya? Khurafiyyun adalah Khurafiyna?! Jamaluddin dan Muhammad Abduh adalah uswahnya?Dan para a’immah hendak dipersandingkan dengan orang sejahat ini agar memiliki legalitas untuk melemparkan tuduhan haddadi kepada kami?!
Demi Allah, kita tidak akan pernah rela dan sekali kali tidak akan pernah rela bahwa pendiri organisasi semacam ini dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional!! Apalagi dinobatkan sebagai Syaikh Salafi!!
Na’am, dengan fakta mengerikan yang kita ungkapkan ini AS akan semakin ketakutan dengan teriakan nyaring Haddadinya kepada kita!! Berupaya keras menghiasi wajah-wajah kita dengan taring yang menyeramkan agar umatnya tidak lari dari dakwah “lemah lembutnya!” Na’am, dakwah lemah lembut semodel dengan yang diwarisinya dari guru besarnya ketika bermesraan dengan kafir Belanda!!
Biarlah mereka menandingi FAKTA KITA dengan mencaci sumpah serapah tanpa hujjah. Ingatlah wahai AS bahwa anjing melolong adalah pekerjaannya. Tidaklah pernah si anjing mewajibkan dirinya untuk membawa bukti dan burhan ketika melakukan “pekerjaannya”, tidak akan ada hasil dan pengaruhnya kecuali manusia di sekitarnya menjadi tahu bahwa didekatnya ada anjing yang sedang “bekerja” , ini “aku” ada di sini sedang “bekerja”!! Melolong adalah rutinitasku!? Jangan minta pada diriku untuk berikan bukti dan burhan seperti yang kamu lakukan, aku hanyalah aku, melolong adalah pekerjaanku! Allahul Musta’an.
Tetapi kalau seekor anjing sudah mulai berani menggigit, bahkan para ulama Ahlussunnah yang hendak digigitnya maka bersiap-siaplah! Kutimpuk kepalamu dengan “batu”!! Cukup batu burhan dan hujjah yang akan menghinakanmu!! Membongkar aurat Hizbiyyahmu!! Sehina-hinanya!! Walaupun kami tahu benar bahwa engkau hanyalah engkau, melolong adalah pekerjaanmu! Adalah kewajiban bagi seorang Muslim untuk membela Ulama dari gigitan si jahat!!
Berapapun engkau dibayar, orang Mukmin telah dibeli oleh Allah dengan surganya!!
Buruk muka…. janganlah cermin yang disalahkan!
Kita hanyalah klining serpis serabutan yang tidak akan pernah bisa tertidur nyenyak ketika para pecundang di pahlawankan!! Kolaborator penjajah dielu-elukan!! Tidak akan pernah tentram hati kita ketika umat dipaksa mensyaikh salafikan pengekor dakwah dua agen MOSSAD Yahudi tempo doeloe!! Sahabat penjajah kafir Belanda!! Jadi, siapakah yang lebih pantas dicap sebagai agen kuffar?! Siapakah yang mencari dana kemaslahatan di atas puing-puing kehormatan dan darah kaum Muslimin yang diinjak-injak kafir penjajah? Dan siapakah yang bekerjasama dengan penjajah kafir Belanda?! Maka tulisan ini dan tulisan sebelumnya secara khusus kami persembahkan kepada saudara-saudaraku kaum muslimin di Serambi Mekah dan sekitarnya, betapa anda sekalian telah dicekoki oleh fakta dusta untuk mensyaikh Salafikan salah seorang sahabat Dr. Christian Snouck Hurgronje dan para pendahulu kalian benar-benar telah mengenal dan merasakan kekejian dan kejahatan kolonialis missionaris yang satu ini, maka bagaimana mungkin kalian bisa tertipu oleh pengakuan kesalafiyahan salah seorang sahabat dekatnya yang diperjuangkan mati-matian oleh Irsyadnya?!
Terpenting bagi kami, tersampaikannya bukti yang selama ini hanya menjadi koleksi pribadi….
Cukuplah Allah sebaik-baik saksi. Walhamdulillah.
(Abdul Hadi)