MANHAJ MUTALAWWIN SANG DOKTOR
11 Tahun Berlalu di tukpencarialhaq… Kini Doktor Halabiyun Irsyadiyun Muhammad Arifin Badri-pun menjilat kata Teroris yang dulu disesatkannya.
”TEROR, TERORIS DAN TERORISME”, SEBUAH TINJAUAN BAHASA
(Membedah Kesesatan Dua Dedengkot Hizbi, Muhammad Arifin Badri & Firanda Andirja)
Halabiyun Irsyadiyun Surkatiyun Muhammad Arifin Badri & Firanda Andirja berkata tatkala membantah Buku MEREKA ADALAH TERORIS (BANTAHAN ILMIYAH TERHADAP BUKU AKU MELAWAN TERORIS yang ditulis oleh Teroris Bom Bali I Imam Samudra al-Khariji).
Nukilan:
“Kritikan pertama: Penggunaan Kata “Teroris”
Kata “teroris” tidak pernah ada dalam kamus kaum muslimin, terlebih-lebih para ulama’ ahlis sunnah wal jama’ah. Kata “teroris” bukan hanya tidak ada dalam kamus umat Islam, akan tetapi kata tersebut lebih sering digunakan untuk menjelek-jelekkan umat islam secara umum, dan ahlis sunnah secara khusus. Ahlus sunnah dimana-mana senantiasa mereka hantui dengan tuduhan-tuduhan semacam ini. Oleh karena itu hingga saat ini musuh-musuh Islam beranggapan dan mempropagandakan bahwa pusat teroris adalah negara tauhid dan negara yang berdiri di atas dasar aqidah Ahlis sunnah wal jama’ah, yaitu Saudi Arabia.
Padahal setiap orang tahu betapa besar teror dan kekejaman yang telah dilakukan oleh Israel dan anteknya yaitu Amerika dan konco-konconya terhadap uamt manusia secara umum dan umat islam secara khusus. Betapa banyak darah manusia yang telah mereka tumpahkan?
Akan tetapi kenapa umat islamlah yang saat ini selalu dicurigai sebagai teroris, atau dituduh berpaham teroris?!
Dahulu mereka senantiasa menghantui umat Islam secara umum dan ahlis sunnah secara khusus dengan kata “fundamentalis” dan sekarang mereka menghantui mereka dengan kata “teroris”. Momok semacam ini senantiasa diarahkan kepada umat islam, dan tidak pernah ditujukan kepada selain mereka.
Fakta ini telah menjadi bagian nyata dari kehidupan umat islam di mana-mana, sehingga menurut hemat kami tidak lagi memerlukan pembuktian. Dan saya yakin saudara Luqman mengetahui akan hal ini.
Bila demikian ini halnya, maka tidaklah layak bagi seorang muslim untuk ikut membeo, taklid dan latah dengan selain mereka sehingga menggunakan kata-kata sesat ini.
Sikap latah semacam ini termasuk cermin lemahnya kepribadian dan akidah seseorang.
Oleh karena itu jauh-jauh hari Nabi shallallahu ‘alaihi sallam telah memperingatkan kita dari sikap semacam ini, sampai-sampai beliau bersabda:
(من تشبه بقوم فهو منهم) رواه أحمد وابن أبي شيبة وغيرهما وصححه الألباني
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia tergolong dari mereka”. Riwayat Ahmad, Ibnu Abi Syaibah dll, serta dishahihkan oleh Al Albani.
Gambar 1. Kritikan pertama: Penggunaan Kata “Teroris”
Kata “teroris” tidak pernah ada dalam kamus kaum muslimin, terlebih-lebih para ulama’ ahlis sunnah wal jama’ah… maka tidaklah layak bagi seorang muslim untuk ikut membeo, taklid dan latah dengan selain mereka sehingga menggunakan kata-kata sesat ini. Sikap latah semacam ini termasuk cermin lemahnya kepribadian dan akidah seseorang.
Dan bahkan kedua dedengkot hizbiyun ini terang-terangan menolak keras, menentang dan membantah pelabelan TERORIS terhadap para dedengkot teroris khawarij yang dikupas kesesatannya oleh al-ustadz Luqman Ba’abduh di dalam buku MEREKA ADALAH TERORIS dengan menyerang beliau secara brutal karena melabeli para pengacau, pembuat onar (yang telah mengkafirkan dan menumpahkan darah kaum muslimin) tersebut sebagai teroris khawarij:
“Oleh karena itu amat mengherankan bila saudara Luqman yang berpenampilan ganas dan garang dalam memperjuangkan as sunnah atau akidah atau manhaj ahlis sunnah dan memerangi bid’ah ternyata amat mudah dan dengan perasaan tak bersalah membeo dengan orang-orang lain sehingga ikut-ikutan menggunakan kata “teroris”.
Ditambah lagi, saudara luqman pasti tahu bahwa masyarakat internasional hingga saat ini tidak pernah menyepakati akan definisi dan kriteria “teroris”. Masing-masing negara atau organisasi yang ada menggunakan kata ini selaras dengan pemahamannya masing-masing. Oleh karena itu tidak sepantasnya sebagai seorang da’i untuk menggunakan suatu kata yang memiliki banyak penafsiran dan diperselisihkan kandungannya. Sehingga kata ini dapat diartikan selaras dengan alhaq/kebenaran, dan juga dapat diartika dengan pemahaman yang menyelisihi al haq, dan bahkan malah menghancurkan al haq.”
Gambar 2. Upaya sengit Muhammad Arifin Badri dan Firanda Andirja untuk menghapus cap teroris bagi para dedengkot teroris takfiri khariji.
Benarkah tuduhan sejoli ini bahwa yang menggunakan kata “teroris” itu merupakan bukti sedang membeo, latah, dan taklid kepada orang-orang luar?”
Bukanlah suatu hal yang menyenangkan bila kita terpaksa “harus” membuka kamus dan rujukan yang berkaitan dengan bahasa Indonesia hanya untuk “menguji dan membuktikan” benar tidaknya tuduhan tersebut. Justru ketika kata “teroris” dicap sebagai bukti membeo, taklid, dan latah dengan orang luar, maka mengembalikan permasalahan ini kepada Literatur Bahasa Indonesia yang resmi dan diakui adalah suatu hal yang tak terelakkan. Penukilan ini sama sekali bukan merupakan bukti tazkiyah terhadap referensi-referensi yang ada, hanya saja ketika istilah “teroris” dipermasalahkan, disalahartikan dan disalahgunakan untuk menuduh yang tidak-tidak maka tidak bisa tidak “teroris” haruslah dikembalikan ke “habitatnya” yang sesungguhnya!!
1⃣ Kamus Besar Bahasa Indonesia:
te.ror/teror/n usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan;
me.ne.ror v berbuat kejam (sewenang-wenang dsb) untuk menimbulkan rasa ngeri atau takut: mereka ~rakyat dng melakukan penculikan dan penangkapan
te.ro.ris/teroris/n orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik: gerombolan –telah mengganas dng membakar rumah penduduk dan hasil panen
te.ro.ris.me/terorisme/n penggunaan kekertasan untuk menimbulkan ketakutan dl usaha mencapai tujuan terutama tujuan politik; praktik tindakan teror.” (hal.1185, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2002)
Penting untuk diketahui bahwa buku Kamus Besar Bahasa Indonesia pertama kali dicetak pada tahun 1988.
2⃣ Kamus Umum Bahasa Indonesia:
teror/teror (Lt. terror) perbuatan yang menimbulkan kekacauan, tetapi juga menakutkan karena dilakukan dengan kekerasan
meneror, berbuat sesuatu yang menimbulkan kekacauan dan ketakutan karena tindakan-tindakan kekerasan: kaum pengacau ~rakyat dengan membakar rumah-rumah mereka
teroris/teroris, orang yang melakukan pekerjaan teror: ~mempengaruhi rakyat untuk menentang pemerintah yang sah, tetapi usaha mereka sia-sia.
Terorisme/terorisme/n , perbuatan dengan kekerasan yang menimbulkan kekacauan dan ketakutan kepada rakyat, terutama berlatar belakang politik.” (hal.1494, Prof.Dr. J.S. Badudu, Prof. Sutan Mohammad Zaeni, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001)
3⃣ Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer:
“teror 1.perbuatan/tindakan yang sewenang-wenang 2.usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman seseorang atau suatu golongan. Teror yang dilakukannya menggemparkan penduduk.
teroris/teroris/n orang yang menggunakan kekerasan atau ancaman untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik. Para teroris mengancam akan membunuh semua penumpang pesawat yang sedang mereka bajak jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Terorisme/terorisme, penggunaan kekerasan atau ancaman untuk menurunkan semangat, menakut-nakuti dan menaklukkan, terutama untuk tujuan politik.” (hal. 1604-1605, Drs. Peter Salim M.A., Yenny Salim BSc., Modern English Press, Jakarta, 1995).
4⃣ Kamus Hukum :
“terorisme diartikan sebagai perbuatan jahat yang umumnya ditujukan kepada negara, yang tujuannya menakut-nakuti orang tertentu, kelompok-kelompok tertentu ataupun masyarakat tertentu untuk tujuan politik.” [Andi Hamzah, Ghalia, 1986, Jakarta, hal. 581].
5⃣ Kamus Umum Belanda-Indonesia:
terroris’me o terorisme : cara menakut-nakuti; dengan perbuatan kejam
terrorist’m ~en teroris: orang yang menakut-nakuti dengan perbuatan kejam.” (hal.666, Prof. Drs. S.Wojowasito, 1978, Penerbit Ikhtiar Baru-Van Hoeve)
6⃣ Kamus Praktis Bahasa Indonesia:
teror: perbuatan (pemerintah dsb) yang sewenang-wenang (kejam, bengis, dsb)
teroris: orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, biasanya u tujuan politik (hal.164, Drs. Hartono, Penerbit Rineka Cipta, 1996)
7⃣ Kamus Sinonim Bahasa Indonesia:
Teror, kebengisan, kekejaman (cetakan ke ix, 1989, cetk pertama th 1974, Penerbit Nusa Indah, Flores, NTT)
8⃣ Kamus Kata Serapan:
teror kb (Bld.terreur/Ing.terror <Prc.terreur <Ltn. Terrorem<terrere.
Menakuti/menakutkan +pbt kb –orem hal, keadaan, orang (Ing=~or) 1.perasaan takut yang hebat 2.usaha untuk menciptakan ketakutan/kengerian/kekejaman oleh sso. Atau golongan.
Teroris kb (Bld. Teroristen)/Ing. Terrorist <Prc.-iste <Ltn. –ista <Yun. –istes <kk izo “(melakukan/mengerjakan) orang/golongan yang melakukan terror, kh terhadap masyarakat.
Terorisme, tindakan, penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha=usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik).” (hal. 624-625, Surawan Martinus, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001)
9⃣ Di dalam buku Daftar Kumulatif Istilah, Hasil Sidang Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia 1974-1981, M-Z yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, 1985 , halaman 267 menyatakan bahwa istilah asing: Terrorism telah masuk secara sah menjadi istilah Indonesia :Terorisme!!
✔️Silakan diperhatikan bahwa tahun keputusan yang tercantum di literatur-literatur istilah “teroris” di dalam bahasa Indonesia di atas –sebagian besarnya- jauh sebelum Amerika dan sekutunya menyalahgunakan istilah “teroris” setelah kasus WTC 2001!! Tentulah istilah tersebut belum terkontaminasi oleh “polisi dunia”.
Terbitan tahun 1974 misalnya, yang ketika itu Muhammad Arifin masih berumur sekitar 2 atau 3 tahun ternyata istilah “teroris” sudah dipakai dan digunakan secara sah di dalam bahasa Indonesia!!
Adapun Firanda? Tentu beliau ketika itu belumlah lahir ke dunia ini.
Kedua, ternyata istilah “teroris” memiliki makna yang luas, penamaannya tidak terbatas hanya kepada satu agama/individu ataupun kelompok tertentu. Tentunya beliau-beliau ini mengetahui bahwa hampir semua istilah yang ada dapat disalahgunakan oleh siapapun, untuk kebaikan maupun untuk keburukan.
Kalau mereka menyatakan bahwa istilah “teroris” hingga saat ini tidak pernah disepakati masyarakat internasional, memiliki makna yang ambigu dan bermacam-macam, hendaklah beliau-beliau itu menghargai keilmuannya dengan menopang ucapannya bersama bukti dan literatur yang nyata!! Kalau tidak…. bukankah lebih terhormat bagi beliau-beliau itu, sebelum menuduh orang lain membeo, taklid dan latah terhadap istilah tertentu di dalam bahasa Indonesia agar lebih dulu membuka dan mencari di kamus-kamus bahasa yang akan digugatnya agar tuduhannya lebih terarah, lebih mantap dan lebih mengena jika tidak ingin “bernasib” seperti sebuah pepatah…
Bisul, cepat atau lambat akan pecah
atau pepatah lainnya…
Ekor kambing tiada dapat menutupi pantatnya sendiri
Wallahu a’lam, tampaknya dua sejoli tersebut belumlah bisa membedakan antara “teroris” sebagai suatu istilah yang memiliki definisi dan makna tertentu dengan “teroris” sebagai suatu istilah yang disalahgunakan demi kepentingan negara/agama/individu/kelompok tertentu untuk memberikan tuduhan dusta dan jelek kepada negara/agama/individu/kelompok lainnya yang sebenarnya tidaklah layak untuk menerima tuduhan dusta tersebut.
“Pisau dapur” tentulah memiliki makna dan definisi tertentu dari sudut pandang siapapun dan dari agama apapun, digunakan untuk memasak dan adapula yang menyalahgunakannya untuk melakukan kejahatan (na’udzubillah). Untuk apapun dan dengan cara bagaimanapun orang menggunakan “pisau dapur”, tetaplah makna dan definisi “pisau dapur” sebagaimana asalnya. Jangan karena orang yang memegangnya menyalahgunakan “pisau dapur” untuk suatu tindak kejahatan dan kekejaman maka istilah “pisau dapur” yang dikambinghitamkan! Demikian pula istilah-istilah lainnya.
Jadi kalau sejoli ini masih tetap menggugat penggunaan kata “teroris” yang merupakan asal kata dari “terorisme” yang sudah disahkan penggunaan istilah Indonesia-nya oleh pemerintah Indonesia maka sebaiknya tuduhan tersebut “diteruskan” bahwa pemerintah RI-lah yang paling bertanggung jawab atas tindakan membeo, taklid dan latah kepada orang-orang luar!! Tidaklah bijaksana jika hanya ustadz Luqman -yang menulis bukunya dengan bahasa Indonesia- yang dipersalahkan. Bukankah anda sekalian yang menuntut kita semua harus bijaksana? Ataukah sikap bijaksana itu hanya anda perjuangkan untuk para “teroris” yang mengaku dengan bangganya telah melakukan pengeboman dan pembunuhan atas nama Islam dan Jihad? Kalau sejoli ini memang tidak setuju dengan “teroris” bukankah jauh lebih mulia jika mereka membongkar kedok “teroris”nya seperti yang dilakukan oleh ustadz Luqman ketika membantah Imam Samudra al-Khariji dan “ulama-ulama” panutannya daripada hanya sekedar mempermasalahkan sebuah kata “teroris”?
⁉️ Kenapa sekian tahun ini diam dari buku racun pengkafiran dan bombing Imam Samudra yang dilemparkannya ke masyarakat muslimin Indonesia? Dan ketika Abu Abdirrahman al-Thalibi, Fauzan NII, Halawi NII, PKS dan Abduh ZA serta Abdullah Hadrami As-Sururi bersama-sama menyerang buku bantahan ustadz Luqman terhadap Imam Samudra Al-Khariji tiba-tiba merekapun ikut bangkit menyerang beliau?! Allahul Musta’an.
Jika sejoli ini “sedikit” saja mau belajar tentang kata dan istilah bahasa Indonesia yang selama ini digunakannya, tentulah mereka akan mengetahui “betapa sedikitnya” kosa kata yang benar-benar asli berasal dari bahasa Indonesia sehingga menjadi bukti kuat bagi sejoli ini untuk “menuduh” bahwa kita semua (termasuk sejoli sendiri dan kelompoknya) –yang juga menggunakan bahasa Indonesia- benar-benar orang-orang yang hanya membeo, taklid dan latah kepada orang-orang luar!! Sayang sekali, kedalaman dan ketinggian bahasa Arabnya tidaklah diimbangi oleh pengetahuan bahasa Indonesia yang memadai. Apakah beliau-beliau lupa bahwa di situs-situsnya yang sekian banyak itu sedang berdakwah dengan bahasa Indonesia? Ataukah beliau-beliau ini sedang membikin istilah-istilah tersendiri?
Gitu aja kok repot.
Ungkapan ini benar-benar dari bahasa Indonesia. Tapi bukan itu permasalahannya. Apa yang terbersit di benak anda ketika mendengar atau membaca ungkapan tersebut? Siapa yang mempopulerkannya? Benar, sosok GD dengan segala tingkah polahnya yang selalu membikin repot dan geram kaum muslimin (termasuk para “teroris” berbendera “jihad” itu). Ungkapan yang dia populerkan yang tersisip di akhir pernyataan-pernyataannya yang –selalu- kontroversial. Terakhir, ketika dialognya dengan JIL yang menghebohkan karena pernyataannya bahwa:
”Kadang-kadang saya geli, mengapa kiai-kiai kita, kalau dengerin lagu-lagu Ummi Kultsum-penyanyi legendaris Mesir-bisa sambil teriak-teriak “Allah. Allah.” Padahal isi lagunya kadang ngajak orang minum arak, ha-ha-ha.. (islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1028)
Bahkan inilah ucapannya yang mendirikan bulu kuduk dan membikin marah setiap orang yang beriman:
”Kitab suci yang paling porno di dunia adalah Al-Qur’an, ha-ha-ha..(tertawa terkekeh-kekeh)” (ibid). Dan wawancara JIL ini tentu saja ditutupnya dengan pernyataan khasnya yang tersohor dan dikenal oleh banyak orang: ”Gitu loh’ selesai, kan? Gitu aja repot”
Lalu apa hubungannya dengan permasalahan istilah yang membeo, taklid dan latah? Silakan anda perhatikan komentar mus$$ or $$ tentang artikel dua sejoli ini pada bagian 10 yang berjudul Buat Aisyah, tertulis:
”Saya yakin sekali artikel di http://fatwaonline.com merupakan hasil translate dari bahasa arab ke bahasa inggris, sehingga besar sekali kemungkinan pada bahasa aslinya (bahasa arab), para masyayikh tersebut tidak menggunakan istilah “teroris” secara spesifik, akan tetapi ikhwan yang menterjemahkannya memilih istilah “teroris” dengan asumsi istilah “teroris” lebih mendekati makna asalnya (tentu saja hal ini berdasarkan asumsi penerjemah). Menurut saya pribadi, sebaiknya kita menghindari kata-kata yang mengandung berbagai persepsi serta ambigu ketika kita mengungkapkan suatu argumentasi atau pendapat, karena hal tersebut dapat dipersepsikan macam-macam, dan terkadang tidak sesuai dengan makna yang dimaksud oleh yang mengucapkan pertama kali. Yaa contohnya apa yang sudah terjadi antara Imam Samudra, ustadz Luqman Baabduh, dan Al-Akh Abduh Zulfidar Akaha. Repot kan?
Sungguh, istilah dalam syari’at kita sudah banyak, kenapa kita tidak mencukupkan diri dengan menggunakan istilah syari’at saja, kan gampang? gitu aja kok repot!”
Kalau mereka bisa bersikap sedemikian bijaknya terhadap artikel-artikel para ulama di fatwaonline tentang istilah “teroris”, kenapa mereka tidak bersikap lapang dan jernih dengan istilah “teroris” dan “teroris-khawarij” di buku ustadz Luqman? Apakah karena hanyut dalam luapan emosi terhadap ustadz Luqman, sehingga menyebabkan mus$$ or $$ tidak dapat bersikap adil dalam permasalahan ini? Ataukah tuduhan membeo. taklid dan latah itu hanya berlaku untuk orang lain sedangkan dirinya sendiri bebas membeo, taklid dan latah kepada orang yang “sangat terkenal kiprahnya diketahui oleh banyak orang dalam menyakiti Islam dan kaum muslimin?!
Maka bagaimana mungkin mus$$ or $$ tersebut menutup mata dari ungkapan-ungkapan GD yang dibeoi-nya, dilatahi-nya dan ditaklidi-nya dan di saat yang sama begitu gencarnya berjuang untuk menghapus cap “teroris” dari wajah Usamah bin Laden, Sayyid Quthb, Imam Samudra dan tokoh-tokoh teras neo-Khawarij lainnya?
Oleh karena itu amat mengherankan bila mus$$ or $$ yang berpenampilan “lembut” dan “bijaksana” dalam memperjuangkan hilangnya stempel teroris dari para khawarij itu dan memerangi “beo”, “latah” dan memerangi “taklid” ternyata amat mudah dan dengan perasaan tak bersalah membeo, latah dan taklid dengan GD sehingga ikut-ikutan menggunakan ungkapan tersohornya: “Gitu aja repot!”.
Bila demikian ini halnya, maka tidaklah layak bagi seorang muslim untuk ikut membeo, taklid dan latah dengan orang (yang sangat membenci Islam) sehingga menggunakan kata-kata sesat ini. Sikap latah semacam ini termasuk cermin lemahnya kepribadian seseorang dan rapuhnya aqidah seseorang.”(Antara…, Bag.10)
📌Kesimpulan
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ أَهْلِهَا
“…dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya:…” (QS. Yusuf: 26)
👇🏾👇🏾👇🏾
Nampaklah dengan jelas manhaj dua dedengkot Hizbiyun Halabiyun Irsyadiyun ini yang berupaya keras menghapus label teroris terhadap segenap para dedengkot kesesatan yang telah menumpahkan darah kaum muslimin, melancarkan teror bimbing, bom bunuh diri serta permusuhannya yang sangat kepada Salafiyun yang berani membongkar kejahatan, kesesatan manhaj para teroris khawarij.
Kedua dedengkot hizbiyun tersebut pada akhirnya menggunakan pula kata teroris yang dengannya mempersaksikan kepada dunia bahwa mereka-pun telah menghukumi diri-diri mereka sendiri telah membeo, latah, taklid menggunakan kata-kata sesat TERORIS yang sekaligus menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang lemah kepribadiannya dan lemah pula akidahnya berdasarkan vonis yang telah mereka telurkan sendiri. Wallahul musta’an.
Semoga Allah mengistiqamahkan kita di atas kebenaran serta menjauhkan kita dari sikap kedunguan dan plintat-plintut, amien.
KAMU DUSTA!!(((•📢📢
Halabiyun Irsyadiyun Surkatiyun bukanlah Salafi!!
Apakah engkau menuntut bukti wahai politikus bahwa engkau pendusta?!
#arifin_badri #firanda_andirja #dedengkot_rodja #teroris #takfiri #khawarij #bom_bunuh_diri #Imam_samudra #bom_Bali #sururi #irsyadi #sayyid_quthb #alsofwa #surkati #alirsyad
🔆👣🔆👣🔆👣🔆👣🔆
⚔️🛡Anti Terrorist Menyajikan Bukti & Fakta Yang Nyata
📠 Channel Telegram: http://telegram.me/tp_alhaq
🌎 http://tukpencarialhaq.com || http://tukpencarialhaq.wordpress.com
•┈┈•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•┈┈••