Tragedi Sebuah Kata. Seolah tidak pernah putus asa setelah upaya memasukkan secara paksa Jam’iyyah Hizbiyyah Demokrathiyyah Ikhwaniyyah Siyasiyyah Ihya’ At-Turats pendukung Hizbusy Syaithon Ar-Rafidhah di Libanon atas nama “khilafiyyah ijtihadiyyah” ke dalam barisan dakwah Salafiyyah Ahlus Sunnah gagal total dan berantakan [[lihat artikel bersambung Ustadz Askari dan artikel al-Akh Abu Sufyaan ‘Utsmaan bin William Beecher (warga Amerika yang tinggal di Kuwait) di website salafitalk.net/st/viewmessages.cfm?Forum=9&Topic=5220, jazakumullahu khairan katsira. Situs Salafitalk.net adalah situs khusus forum dari Salafipublications.com yang berlokasi di Birmingham, United Kingdom/ Inggris, nomor telpon Tel:+44 121 773-0003. Situs ini dikelola oleh ikhwah alumnus Jamiah Islamiyyah Madinah KSA yang mendapatkan rekomendasi dari masyayikh, salah satunya Syaikh Muhammad ibn Haadi (19 Juni 2005), Syaikh Muhammad Al Anjari (tanggal 29 Juli 2006), Syaikh Dr. Falaah Ismail, Kuwait (tanggal 20 Juni 2006)]] maka makar “besar” berikutnya segera dilemparkan, menyoal kata “teroris”.
ANTARA MUHAMMAD ARIFIN BADRI,
FIRANDA AS-SORONJI
DAN
IMAM SAMUDRA AL-KHARIJI
Saudaraku…
Berbahagialah
Hujjah hanyalah milik Ahlus Sunnah
Awamnya kita…
Bukanlah alasan untuk tidak tahu
Dari gelar-gelar indah yang menipu
Kenali dan cintailah yang “asli’
Niscaya anda akan tahu mana yang “imitasi”
Tragedi Sebuah Kata. Seolah tidak pernah putus asa setelah upaya memasukkan secara paksa Jam’iyyah Hizbiyyah Demokrathiyyah Ikhwaniyyah Siyasiyyah Ihya’ At-Turats pendukung Hizbusy Syaithon Ar-Rafidhah di Libanon atas nama “khilafiyyah ijtihadiyyah” ke dalam barisan dakwah Salafiyyah Ahlus Sunnah gagal total dan berantakan [[lihat artikel bersambung Ustadz Askari dan artikel al-Akh Abu Sufyaan ‘Utsmaan bin William Beecher (warga Amerika yang tinggal di Kuwait) di website salafitalk.net/st/viewmessages.cfm?Forum=9&Topic=5220, jazakumullahu khairan katsira. Situs Salafitalk.net adalah situs khusus forum dari Salafipublications.com yang berlokasi di Birmingham, United Kingdom/ Inggris, nomor telpon Tel:+44 121 773-0003. Situs ini dikelola oleh ikhwah alumnus Jamiah Islamiyyah Madinah KSA yang mendapatkan rekomendasi dari masyayikh, salah satunya Syaikh Muhammad ibn Haadi (19 Juni 2005), Syaikh Muhammad Al Anjari (tanggal 29 Juli 2006), Syaikh Dr. Falaah Ismail, Kuwait (tanggal 20 Juni 2006)]] maka makar “besar” berikutnya segera dilemparkan, menyoal kata “teroris”.
Aneh, untuk sebuah buku yang berjudul Mereka Adalah Teroris! setebal 748 halaman (edisi revisi), “hanya” kata “teroris” yang hendak ditumpas. Lebih sulit dipercaya bahwa hal ini dilakukan oleh orang yang dielu-elukan sebagai “kandidat Doktor” yang berduet dengan Mahasiswa “Pasca Sarjana” ranking atas Universitas Islam Madinah. Paradoks? Tentu saja. Ketika dua sejoli berupaya menumpas “teroris” ternyata di websitenya sendiri masih berhamburan para “teroris”. Dan lebih paradoks lagi, di situs2 yang mereka rekomendasikan ternyata juga masih berhamburan pula sang “teroris”. Situs alman$$$.or.$$ yang dikendalikan oleh ustadz kondang yazid jawas-pun demikian. 2 contoh situs utama tersebut rasanya jauh lebih dari cukup untuk membuktikan kegagalan program anti “teroris” mereka.
Paradoks1 pertama. Menyoal Kata “Teroris”
Dua sejoli berkata: “Kata “teroris” tidak pernah ada dalam kamus kaum muslimin, terlebih-lebih para ulama’ Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Kata “teroris” bukan hanya tidak ada dalam kamus umat Islam, akan tetapi kata tersebut lebih sering digunakan untuk menjelek-jelekkan umat Islam secara umum, dan ahlis sunnah secara khusus… Bila demikian ini halnya, maka tidaklah layak bagi seorang muslim untuk ikut membeo, taklid dan latah dengan selain mereka sehingga menggunakan kata-kata sesat ini.”(Antara Abduh …bag.10)
Kita katakan: bukti-bukti bahwa situs anda dan link2 yang anda rekomendasikan ternyata juga berhamburan dengan kata yang membeo, taklid dan latah tersebut sudah dirinci oleh “wong bodo” sebelumnya. Tidakkah lebih mulia bagi anda berdua untuk menumpas sekian banyak “teroris” yang berkeliaran di rumah sendiri sebelum menumpas satu “teroris” di rumah orang lain?
Paradoks kedua. Kata “Teroris” Tentu Senasib Dengan Kata “Radikal”, “Ekstrem/Ekstrim” Dan “Moderat” Dalam Kasus Ini.
Tidak ada di kamus kaum muslimin dan sama-sama digunakan untuk menjelekkan muslimin umum dan ahlussunnah. “Ekstrem/ekstrim” seiring dengan kata “fundamentalis” yang anda contohkan (Antara…bag.10), istilah “radikal” demikian pula, sedang kata “moderat” biasa dipakai orang kafir untuk menjuluki kelompok yang sekiranya mereka anggap “tidak membahayakan” & “bisa diajak kompromi/kerjasama” padahal istilah ini tidak sedikit yang memakai untuk menunjukkan sikap tengah Ahlus Sunnah. Kenapa gugatan anda berdua timpang & luput dari ketiga kata itu? “Wong bodo lain” yang membantu anda membersihkannya, ringkasnya:
a.Ada 4 artikel yang mengandung istilah “radikal” di link utama anda (alman$$ or $$):
SEJARAH HITAM PERPECAHAN UMAT, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-’Aql, Bagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]; SEJARAH HITAM PERPECAHAN UMAT, oleh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-’Aql, Bagian Terakahir dari Dua Tulisan [2/2], SIAPA SEBENARNYA YANG AGEN YAHUDI ?,Bantahan Tuntas Terhadap Pengakuan Dusta Seorang AGEN MOSSAD; IRHAB [TERORISME] YANG DIPOPULERKAN OLEH AMERIKA SERIKAT, Oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi.
Siapakah Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-’Aql yang direkomendasikan oleh alman$$ or $$ yang dikendalikan oleh da’i kondang yazid jawas ini?
Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya kelelahan juga. Allahul Musta’an.
Kita katakan kepada dua sejoli ini:
“Saudara Firanda dan Muhammad Arifin yang semoga dirahmati Allah, mengapa anda berdua tidak berterus terang mengakui kesalahan “teroris” yang bertebaran di website-website kelompok anda sendiri dan menyatakan ceroboh darinya sebagaimana bukti istilah “radikal” yang ternyata juga dipakai oleh link utama anda?! Mungkinkah anda mengingkari dan mendustakan pengakuan “radikal” alman$$ or $$ bahwa “Irhab” mereka sinonimkan dengan “Terorisme”?!2 Ataukah anda mengingkari dan mendustakan bahwa artikel ini ditulis oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi?!
Sikap lempar batu sembunyi tangan semacam yang anda tunjukkan ini tidaklah mencerminkan kepribadian seorang salafi dan ahlis sunnah. Mari kita menyadari dan merenungi dosa dan kesalahan kita masing-masing tanpa harus membuat trik-trik yang mengesankan kita terbebas dari dosa dan kesalahan.
Bila kita bersalah, maka nyatakan dengan tegas kita salah, dan jangan kita berusaha cuci tangan, lalu melemparkan tuduhan kepada orang lain. (Antara…, Bag.10)
b.Ada 2 artikel yang mengandung kata “ekstrem” di link utama anda, alman$$$ or $$:
Arti Nasehat Kepada Para Pemimpin Kaum Muslimin; Benang Merah Antara Harokah Dan Khurofat 1/2.
c. Ada 10 artikel “ekstrem” di situs anda (LBIA):
Apakah Aksi Pengeboman Sama Dengan Jihad?; Biarkan Syiah Bercerita Tentang Agamanya… (Bag 1); Cinta Sejati Kepada Sang Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam (bag. 2); Cinta Sejati Kepada Sang Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam (bag. 1); Neo-Khowarij (Bag II); Fatwa Ulama Seputar Sikap Ekstrem, Pengkafiran dan Sebagian Ciri-ciri Khawarij (Bagian V); Fatwa Ulama Seputar Sikap Ekstrem, Pengkafiran dan Sebagian Ciri-ciri Khawarij (Bagian IV); Fatwa Ulama Seputar Sikap Ekstrem, Pengkafiran dan Sebagian Ciri-ciri Khawarij (Bagian III); Reformasi Akhlak Melalui Ibadah Haji; Fatwa Ulama Seputar Sikap Ekstrem, Pengkafiran dan Sebagian Ciri-ciri Khawarij (Bagian II).
d. Banyak juga “ekstrim” berkeliaran di situs anda (LBIA), 10 artikel!
Antara Abduh dan Ba’abduh (Bag. 5); Mengurai Kontroversi Palsu Ja’far Umar: Telaah Kritis Terhadap Bid’ah Dzikir Berjama’ah (Bag. 1); Mengurai Benang Kusut LDII: Paham Warisan Kaum Imperialis; Dialog Bersama LDII dan Nasihat Untuk Kembali ke Manhaj Salafus Sholih; Bencana di atas Bencana (Sebuah Renungan Menjelang Letusan Merapi – bagian 2); Mengenal Manhaj Salaf; Meluruskan Pemahaman Salah Tentang Jihad; Syarah Hadits Wali kategori Hadits; Pandangan Tajam Terhadap Zikir Berjama’ah (2); Racun Fiqhul Waqi.
e. Di link utama anda (alman$$ or $$) si “ekstrim” malah jauh lebih banyak lagi, 38 artikel!! Terorisme Sebab-Sebab Dan Penanggulangannya Serta Sikap Seorang Muslim Dalam Menghadapi Fitnah Zaman; Hukum Menghancurkan Buku-Buku Ahli Bid’ah Dan Sesat; Al-Wajiz Fi Manhajis Salaf, Keringkasan Di Dalam Manhaj Salaf; Sanggahan Terhadap Mereka Yang Menetapkan Kemampuan Manusia Dan Meniadakan Kehendak Allah; Kaidah-Kaidah Dalam Berjihad; Pengobatan Dengan Ruqyah Untuk Penyakit Jiwa; Islam Merupakan Rahmat Bukan Ancaman 1/2; Ada Sebagian Orang Yang Bersikap Ekstrim Dan Tidak Meletakkan Permasalahan Pada Tempatnya; Sanggahan Terhadap Mereka Yang Ekstrim Dalam Menetapkan Qadar Dan Menolak Adanya Kehendak Makhluk; Benih Takfir Dalam Tubuh Umat 1/2; Benih Takfir Dalam Tubuh Umat 2/2; Seputar Issu Terorisme 2/2; Sejarah Ikhwanul Muslimin, Tidak Memperhatikan Masalah Aqidah Dengan Benar; Apakah Tepat Pertanyaan Yang Disampaiakn : Mana Dalilnya ?? Dan Mengapa Begini ?!; Pengertian Tauhid Dan Pendapat-Pendapat Tentang Qadar; Hukum Pengkafiran Terhadap Penguasa, Metode Penculikan Dan Pembunuhan Misterius !; Salafiyun Mencari Muka Dihadapan Pemerintah, Tidak Berbicara Dengan Kebenaraan Dan Melalaikan Jihad; Saatnya Ahlu Haq Berlaku Jujur !; Irhab [Terorisme] Yang Dipopulerkan Oleh Amerika Serikat; Peringatan Terhadap Fitnah Tajrih Dan Tabdi’ Sebagian Ahlus Sunnah Di Masa Kini 2/2 dst….
f. Adapun kata “moderat” ada 4 artikel di situs anda:
Tabligh Akbar: Bekal Ilmu Menuju Ramadhan kategori Info Pengajian; Dari Redaksi: Beberapa Pengumuman (UPDATE); Kegiatan Syaikh DR Muhammad Musa Alu Nashr di Jogjakarta; Pandangan Tajam Terhadap Zikir Berjama’ah (3)
g. Link utama anda mengandung 3 artikel “moderat”:
Hal-Hal Diluar Kebiasaan Haid; Karakteristik Pengikut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ; Shalat Sendirian Di Belakang Shaf.
Paradoks nian artikel-artikel di atas. Anda berdua membabat satu “teroris” tetapi sekian banyak “teroris, radikal, ekstrim, ekstrem dan moderat” justru anda lindungi! Berapa jumlahnya? Silakan dihitung sendiri. “Hajr EKSTRIM” ini pula yang ditempuh oleh Abu Salma Ketua Lajnah Dakwah Pimpinan Cabang, Pimpinan Wilayah Al-Irsyad Illegal Jatim yang bangga dengan riwayat masa lalunya sebagai ketua OSIS (Organisasi Siswa Ikhtilath dengan Siswi) dan biodata keahliannya dalam blogsome-nya, bahkan ikut kursus CTPAT (Custom Trade Protecting Against Terrorism) tahun 2006!
Jadi siapa yang ikut USA program & terrorism? Anda ataukah … anda?
Maka katakanlah dengan ucapan anda sendiri:”Oleh karena itu amat mengherankan bila (saya berdua-Muhammad Arifin dan Firanda-pen) yang berpenampilan ganas dan garang dalam (menyerang ustadz Luqman-pen) ternyata amat mudah dan dengan perasaan tak bersalah membeo dengan orang-orang lain sehingga ikut-ikutan menggunakan kata “teroris, radikal, ekstrem, ekstrim dan moderat” (Antara Abduh …bag.10).
Bila demikian ini halnya, maka tidaklah layak bagi seorang muslim untuk ikut membeo, taklid dan latah dengan selain mereka sehingga menggunakan kata-kata sesat ini. Sikap latah semacam ini termasuk cermin lemahnya kepribadian seseorang dan rapuhnya aqidah seseorang.”(ibid)
Rupanya dua sejoli ini selain lupa untuk “membersihkan” istilah-istilah tersebut di situs-situs kelompoknya, ternyata juga lupa untuk memberikan solusi pengganti setelah menumpas kata “teroris” dari kamus kelompoknya. Apa pengganti nama muhadharah Syaikh Dr.Muhammad Musa Nasr:” AHLUS SUNNAH DAN TERORISME” di Masjid Al-Karim, Pabelan, Surakarta, Ahad 19 Februari 2006, yang diterjemahkan oleh Abu Abdillah Arief Budiman bin Utsman Rozali yang dipublikasikan majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1427H/1426? Bukankah “terorisme” ini adalah hasil produk anda sendiri? Apa tema penggantinya? AHLUSSUNNAH DAN TITIK-TITIK?
h.”Teror, Teroris, dan Terorisme”, Sebuah Tinjauan Bahasa:
Benarkah tuduhan sejoli ini bahwa yang menggunakan kata “teroris” itu merupakan bukti sedang membeo, latah, dan taklid kepada orang-orang luar?
Bukanlah suatu hal yang menyenangkan bila kita terpaksa “harus” membuka kamus dan rujukan yang berkaitan dengan bahasa Indonesia hanya untuk “menguji dan membuktikan” benar tidaknya tuduhan tersebut. Justru ketika kata “teroris” dicap sebagai bukti membeo, taklid, dan latah dengan orang luar, maka mengembalikan permasalahan ini kepada Literatur Bahasa Indonesia yang resmi dan diakui adalah suatu hal yang tak terelakkan. Penukilan ini sama sekali bukan merupakan bukti tazkiyah terhadap referensi-referensi yang ada, hanya saja ketika istilah “teroris” dipermasalahkan, disalahartikan dan disalahgunakan untuk menuduh yang tidak-tidak maka tidak bisa tidak “teroris” haruslah dikembalikan ke “habitatnya” yang sesungguhnya!!
>Kamus Besar Bahasa Indonesia:
te.ror/teror/n usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan;
me.ne.ror v berbuat kejam (sewenang-wenang dsb) untuk menimbulkan rasa ngeri atau takut: mereka ~rakyat dng melakukan penculikan dan penangkapan
te.ro.ris/teroris/n orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik: gerombolan –telah mengganas dng membakar rumah penduduk dan hasil panen
te.ro.ris.me/terorisme/n penggunaan kekertasan untuk menimbulkan ketakutan dl usaha mencapai tujuan terutama tujuan politik; praktik tindakan teror.” (hal.1185, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2002)
Penting untuk diketahui bahwa buku Kamus Besar Bahasa Indonesia pertama kali dicetak pada tahun 1988.
>Kamus Umum Bahasa Indonesia:
teror/teror (Lt. terror) perbuatan yang menimbulkan kekacauan, tetapi juga menakutkan karena dilakukan dengan kekerasan
meneror, berbuat sesuatu yang menimbulkan kekacauan dan ketakutan karena tindakan-tindakan kekerasan: kaum pengacau ~rakyat dengan membakar rumah-rumah mereka
teroris/teroris, orang yang melakukan pekerjaan teror: ~mempengaruhi rakyat untuk menentang pemerintah yang sah, tetapi usaha mereka sia-sia.
Terorisme/terorisme/n , perbuatan dengan kekerasan yang menimbulkan kekacauan dan ketakutan kepada rakyat, terutama berlatar belakang politik.” (hal.1494, Prof.Dr. J.S. Badudu, Prof. Sutan Mohammad Zaeni, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001)
>Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer:
“teror 1.perbuatan/tindakan yang sewenang-wenang 2.usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman seseorang atau suatu golongan. Teror yang dilakukannya menggemparkan penduduk.
teroris/teroris/n orang yang menggunakan kekerasan atau ancaman untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik. Para teroris mengancam akan membunuh semua penumpang pesawat yang sedang mereka bajak jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Terorisme/terorisme, penggunaan kekerasan atau ancaman untuk menurunkan semangat, menakut-nakuti dan menaklukkan, terutama untuk tujuan politik.” (hal. 1604-1605, Drs. Peter Salim M.A., Yenny Salim BSc., Modern English Press, Jakarta, 1995).
>Kamus Hukum :
“terorisme diartikan sebagai perbuatan jahat yang umumnya ditujukan kepada negara, yang tujuannya menakut-nakuti orang tertentu, kelompok-kelompok tertentu ataupun masyarakat tertentu untuk tujuan politik.” [Andi Hamzah, Ghalia, 1986, Jakarta, hal. 581].
>Kamus Umum Belanda-Indonesia:
terroris’me o terorisme : cara menakut-nakuti; dengan perbuatan kejam
terrorist’m ~en teroris: orang yang menakut-nakuti dengan perbuatan kejam.” (hal.666, Prof. Drs. S.Wojowasito, 1978, Penerbit Ikhtiar Baru-Van Hoeve)
>Kamus Praktis Bahasa Indonesia:
teror: perbuatan (pemerintah dsb) yang sewenang-wenang (kejam, bengis, dsb)
teroris: orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, biasanya u tujuan politik (hal.164, Drs. Hartono, Penerbit Rineka Cipta, 1996)
>Kamus Sinonim Bahasa Indonesia:
Teror, kebengisan, kekejaman (cetakan ke ix, 1989, cetk pertama th 1974, Penerbit Nusa Indah, Flores, NTT)
>Kamus Kata Serapan:
teror kb (Bld.terreur/Ing.terror <Prc.terreur <Ltn. Terrorem<terrere.
Menakuti/menakutkan +pbt kb –orem hal, keadaan, orang (Ing=~or) 1.perasaan takut yang hebat 2.usaha untuk menciptakan ketakutan/kengerian/kekejaman oleh sso. Atau golongan.
Teroris kb (Bld. Teroristen)/Ing. Terrorist <Prc.-iste <Ltn. –ista <Yun. –istes <kk izo “(melakukan/mengerjakan) orang/golongan yang melakukan terror, kh terhadap masyarakat.
Terorisme, tindakan, penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha=usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik).” (hal. 624-625, Surawan Martinus, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001)
>Di dalam buku Daftar Kumulatif Istilah, Hasil Sidang Majelis Bahasa Indonesia-Malaysia 1974-1981, M-Z yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, 1985 , halaman 267 menyatakan bahwa istilah asing:Terrorism telah masuk secara sah menjadi istilah Indonesia :Terorisme!!
Silakan diperhatikan bahwa tahun keputusan yang tercantum di literatur-literatur istilah “teroris” di dalam bahasa Indonesia di atas –sebagian besarnya- jauh sebelum Amerika dan sekutunya menyalahgunakan istilah “teroris” setelah kasus WTC 2001!! Tentulah istilah tersebut belum terkontaminasi oleh “polisi dunia”.Terbitan tahun 1974 misalnya, yang ketika itu Muhammad Arifin masih berumur sekitar 2 atau 3 tahun ternyata istilah “teroris” sudah dipakai dan digunakan secara sah di dalam bahasa Indonesia!! Adapun Firanda? Tentu beliau ketika itu belumlah lahir ke dunia ini. Kedua, ternyata istilah “teroris” memiliki makna yang luas, penamaannya tidak terbatas hanya kepada satu agama/individu ataupun kelompok tertentu. Tentunya beliau-beliau ini mengetahui bahwa hampir semua istilah yang ada dapat disalahgunakan oleh siapapun, untuk kebaikan maupun untuk keburukan.
Kalau mereka menyatakan bahwa istilah “teroris” hingga saat ini tidak pernah disepakati masyarakat internasional, memiliki makna yang ambigu dan bermacam-macam, hendaklah beliau-beliau itu menghargai keilmuannya dengan menopang ucapannya bersama bukti dan literatur yang nyata!! Kalau tidak…. bukankah lebih terhormat bagi beliau-beliau itu, sebelum menuduh orang lain membeo, taklid dan latah terhadap istilah tertentu di dalam bahasa Indonesia agar lebih dulu membuka dan mencari di kamus-kamus bahasa yang akan digugatnya agar tuduhannya lebih terarah, lebih mantap dan lebih mengena jika tidak ingin “bernasib” seperti sebuah pepatah…
Bisul, cepat atau lambat akan pecah
atau pepatah lainnya…
Ekor kambing tiada dapat menutupi pantatnya sendiri
Wallahu a’lam, tampaknya dua sejoli tersebut belumlah bisa membedakan antara “teroris” sebagai suatu istilah yang memiliki definisi dan makna tertentu dengan “teroris” sebagai suatu istilah yang disalahgunakan demi kepentingan negara/agama/individu/kelompok tertentu untuk memberikan tuduhan dusta dan jelek kepada negara/agama/individu/kelompok lainnya yang sebenarnya tidaklah layak untuk menerima tuduhan dusta tersebut.
“Pisau dapur” tentulah memiliki makna dan definisi tertentu dari sudut pandang siapapun dan dari agama apapun, digunakan untuk memasak dan adapula yang menyalahgunakannya untuk melakukan kejahatan (na’udzubillah). Untuk apapun dan dengan cara bagaimanapun orang menggunakan “pisau dapur”, tetaplah makna dan definisi “pisau dapur” sebagaimana asalnya. Jangan karena orang yang memegangnya menyalahgunakan “pisau dapur” untuk suatu tindak kejahatan dan kekejaman maka istilah “pisau dapur” yang dikambinghitamkan! Demikian pula istilah-istilah lainnya.
Jadi kalau sejoli ini masih tetap menggugat penggunaan kata “teroris” yang merupakan asal kata dari “terorisme” yang sudah disahkan penggunaan istilah Indonesia-nya oleh pemerintah Indonesia maka sebaiknya tuduhan tersebut “diteruskan” bahwa pemerintah RI-lah yang paling bertanggung jawab atas tindakan membeo, taklid dan latah kepada orang-orang luar!! Tidaklah bijaksana jika hanya ustadz Luqman -yang menulis bukunya dengan bahasa Indonesia- yang dipersalahkan. Bukankah anda sekalian yang menuntut kita semua harus bijaksana? Ataukah sikap bijaksana itu hanya anda perjuangkan untuk para “teroris” yang mengaku dengan bangganya telah melakukan pengeboman dan pembunuhan atas nama Islam dan Jihad? Kalau sejoli ini memang tidak setuju dengan “teroris” bukankah jauh lebih mulia jika mereka membongkar kedok “teroris”nya seperti yang dilakukan oleh ustadz Luqman ketika membantah Imam Samudra al-Khariji dan “ulama-ulama” panutannya daripada hanya sekedar mempermasalahkan sebuah kata “teroris”?
Kenapa sekian tahun ini diam dari buku racun pengkafiran dan bombing Imam Samudra yang dilemparkannya ke masyarakat muslimin Indonesia? Dan ketika Abu Abdirrahman al-Thalibi, Fauzan NII, Halawi NII, PKS dan Abduh ZA serta Abdullah Hadrami As-Sururi bersama-sama menyerang buku bantahan ustadz Luqman terhadap Imam Samudra Al-Khariji tiba-tiba merekapun ikut bangkit menyerang beliau?! Allahul Musta’an.
Jika sejoli ini “sedikit” saja mau belajar tentang kata dan istilah bahasa Indonesia yang selama ini digunakannya, tentulah mereka akan mengetahui “betapa sedikitnya” kosa kata yang benar-benar asli berasal dari bahasa Indonesia sehingga menjadi bukti kuat bagi sejoli ini untuk “menuduh” bahwa kita semua (termasuk sejoli sendiri dan kelompoknya) –yang juga menggunakan bahasa Indonesia- benar-benar orang-orang yang hanya membeo, taklid dan latah kepada orang-orang luar!! Sayang sekali, kedalaman dan ketinggian bahasa Arabnya tidaklah diimbangi oleh pengetahuan bahasa Indonesia yang memadai. Apakah beliau-beliau lupa bahwa di situs-situsnya yang sekian banyak itu sedang berdakwah dengan bahasa Indonesia? Ataukah beliau-beliau ini sedang membikin istilah-istilah tersendiri?
Gitu aja kok repot. Ungkapan ini benar-benar dari bahasa Indonesia. Tapi bukan itu permasalahannya. Apa yang terbersit di benak anda ketika mendengar atau membaca ungkapan tersebut? Siapa yang mempopulerkannya? Benar, sosok GD dengan segala tingkah polahnya yang selalu membikin repot dan geram kaum muslimin (termasuk para “teroris” berbendera “jihad” itu). Ungkapan yang dia populerkan yang tersisip di akhir pernyataan-pernyataannya yang –selalu- kontroversial. Terakhir, ketika dialognya dengan JIL yang menghebohkan karena pernyataannya bahwa:”Kadang-kadang saya geli, mengapa kiai-kiai kita, kalau dengerin lagu-lagu Ummi Kultsum-penyanyi legendaris Mesir-bisa sambil teriak-teriak “Allah. Allah.” Padahal isi lagunya kadang ngajak orang minum arak, ha-ha-ha.. (islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1028)
Bahkan inilah ucapannya yang mendirikan bulu kuduk dan membikin marah setiap orang yang beriman:”Kitab suci yang paling porno di dunia adalah Al-Qur’an, ha-ha-ha..(tertawa terkekeh-kekeh)” (ibid). Dan wawancara JIL ini tentu saja ditutupnya dengan pernyataan khasnya yang tersohor dan dikenal oleh banyak orang:”Gitu loh’ selesai, kan? Gitu aja repot”
Lalu apa hubungannya dengan permasalahan istilah yang membeo, taklid dan latah? Silakan anda perhatikan komentar mus$$ or $$ tentang artikel dua sejoli ini pada bagian 10 yang berjudul Buat Aisyah, tertulis:”Saya yakin sekali artikel di http://fatwaonline.com merupakan hasil translate dari bahasa arab ke bahasa inggris, sehingga besar sekali kemungkinan pada bahasa aslinya (bahasa arab), para masyayikh tersebut tidak menggunakan istilah “teroris” secara spesifik, akan tetapi ikhwan yang menterjemahkannya memilih istilah “teroris” dengan asumsi istilah “teroris” lebih mendekati makna asalnya (tentu saja hal ini berdasarkan asumsi penerjemah). Menurut saya pribadi, sebaiknya kita menghindari kata-kata yang mengandung berbagai persepsi serta ambigu ketika kita mengungkapkan suatu argumentasi atau pendapat, karena hal tersebut dapat dipersepsikan macam-macam, dan terkadang tidak sesuai dengan makna yang dimaksud oleh yang mengucapkan pertama kali. Yaa contohnya apa yang sudah terjadi antara Imam Samudra, ustadz Luqman Baabduh, dan Al-Akh Abduh Zulfidar Akaha. Repot kan?
Sungguh, istilah dalam syari’at kita sudah banyak, kenapa kita tidak mencukupkan diri dengan menggunakan istilah syari’at saja, kan gampang? gitu aja kok repot!”
Kalau mereka bisa bersikap sedemikian bijaknya terhadap artikel-artikel para ulama di fatwaonline tentang istilah “teroris”, kenapa mereka tidak bersikap lapang dan jernih dengan istilah “teroris” dan “teroris-khawarij” di buku ustadz Luqman? Apakah karena hanyut dalam luapan emosi terhadap ustadz Luqman, sehingga menyebabkan mus$$ or $$ tidak dapat bersikap adil dalam permasalahan ini? Ataukah tuduhan membeo. taklid dan latah itu hanya berlaku untuk orang lain sedangkan dirinya sendiri bebas membeo, taklid dan latah kepada orang yang “sangat terkenal kiprahnya diketahui oleh banyak orang dalam menyakiti Islam dan kaum muslimin?! Maka bagaimana mungkin mus$$ or $$ tersebut menutup mata dari ungkapan-ungkapan GD yang dibeoi-nya, dilatahi-nya dan ditaklidi-nya dan di saat yang sama begitu gencarnya berjuang untuk menghapus cap “teroris” dari wajah Usamah bin Laden, Sayyid Quthb, Imam Samudra dan tokoh-tokoh teras neo-Khawarij lainnya?
Oleh karena itu amat mengherankan bila mus$$ or $$ yang berpenampilan “lembut” dan “bijaksana” dalam memperjuangkan hilangnya stempel teroris dari para khawarij itu dan memerangi “beo”, “latah” dan memerangi “taklid” ternyata amat mudah dan dengan perasaan tak bersalah membeo, latah dan taklid dengan GD sehingga ikut-ikutan menggunakan ungkapan tersohornya: “Gitu aja repot!”.
Bila demikian ini halnya, maka tidaklah layak bagi seorang muslim untuk ikut membeo, taklid dan latah dengan orang (yang sangat membenci Islam) sehingga menggunakan kata-kata sesat ini. Sikap latah semacam ini termasuk cermin lemahnya kepribadian seseorang dan rapuhnya aqidah seseorang.”(Antara…, Bag.10)
Porno. Istilah “porno” sudah memiliki konotasi yang sangat jelek di seluruh dunia! (Lihat komentar Pecinta Sunnah di artikel sejoli edisi ke-10,mus$$ or $$) Apakah karena dari segala sisinya berkonotasi jelek dus apalagi dipakai oleh GD untuk melecehkan Al-Qur’an sehingga istilah “porno” harus dihapus dari peredaran? Silakan jawab dengan kaidah yang anda buat sendiri dan jangan lupa memberikan solusi istilah penggantinya!!
Pertanyaan besar yang sangat menantang adalah: Apakah sejoli tersebut lupa untuk memberikan solusi pengganti istilah yang mereka usulkan? Kalau memang demikian keadaannya maka PR besar ada di pundak mereka untuk memberikan status yang paling tepat terhadap figur-figur khawarij/teroris semacam Usamah Bin Laden dan Imam Samudra yang dibantah kesesatannya oleh ustadz Luqman!!
Kalaupun tidak lupa, kenapa sejoli ini –sengaja- tidak menyertakan solusi pengganti dari istilah teroris-khawarij yang diberikan oleh ustadz Luqman? Apa istilah yang paling tepat untuk mereka? Kilabun Naar!! Anjing-Anjing Neraka!! Tetapi tampaknya stigma dakwah “lemah lembut” mereka akan menjadi berantakan jika solusi “kenabian’ ini yang mereka terapkan!! Stempel “ganas dan kasar’ sangatlah menghantui mereka kalau sampai berani mempopulerkan istilah Anjing-Anjing Neraka” terhadap Usamah Bin Laden dan Imam Samudra!! Sampai-sampai di artikel bantahannya jelas-jelas tertulis “tuntutan” agar Salafiyyin bisa bersikap lebih lembut terhadap Kilabun Naar itu!! Tertulis:”Kritikan Ketiga: Bersikaplah Lebih Lembut” Solusinya? Cukup bantah istilah teroris-khawarij dan jangan sekali-kali beri solusi pengganti kalau tidak ingin dakwah kita dicap kasar, keras dan berlebih-lebihan!!
Kalau saja sejoli ini sedikit tenang dan tidak terlarut dalam emosi ketika membaca buku MAT-nya ustadz Luqman niscaya beliau berdua akan mengetahui dengan jelas dan terang bahwa ustadz Luqman sama sekali tidak memutlakkan bahwa teroris=khawarij dari segala sisinya.
Cukuplah tiga contoh penggunaan istilah “teror, teroris dan terorisme” di dalam buku MAT sebagai buktinya:
1. Beliau terangkan bahwa teror yang terjadi tidak hanya teror fisik semata, bahkan “mereka mengiringinya dengan teror pemikiran, dalam upaya justifikasi atas terorisme dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta fatwa para ulama ahlus Sunnah wal Jama’ah yang telah dimanipulasi dan diselewengkan maknanya atau mereka tempatkan tidak pada tempatnya. Teror pemikiran ini lebih kejam dan lebih sadis dari pada teror fisik” (MAT, Edisi Revisi, hal.6-7)
Di kamus-kamus bahasa yang telah lalu, walaupun secara redaksional, huruf perhurufnya tidaklah sama persis namun garis besarnya “teror” memiliki makna yang sama, usaha untuk menciptakan ketakutan,kekacauan, kepanikan baik dilakukan oleh individu ataupun golongan. (perhatikanlah bahwa tidak ada cap tertentu dan untuk agama tertentu dalam definisi-definisi tersebut).Teroris adalah pelakunya.
Maka teroris yang dimaksudkan pada poin pertama tersebut yang jelas-jelas dinyatakan melakukan: “..justifikasi atas terorisme dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta fatwa para ulama ahlus Sunnah al jama’ah yang telah dimanipulasi dan diselewengkan maknanya” adalah teroris dalam ruang lingkup Islam, yang mengaku beragama Islam. Hal ini tidaklah samar bagi yang memiliki kejernihan pikiran dan terbebas dari luapan emosi dan perasaan ketika membacanya.
Jika demikian keadaannya maka tidaklah jujur kalau ada sementara pihak yang “membuat trik-trik” dengan berupaya menggiring opini umat agar memahami seolah-olah “teroris” kafirpun dimasukkan oleh ustadz Luqman dalam konteks kalimat tersebut!! Apakah di sini beliau memutlakkan istilah “teroris”? Jawablah dengan kejujuran iman anda.
2.Sejoli menukilkan isi buku MAT untuk mendukung tuduhan (terhadap ustadz Luqman) bahwa beliau menafsirkan teroris dengan khawarij (secara mutlak):
“Padahal jelas-jelas dengan tegas Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan bahwa para khawarij/teroris itu sebagai anjing-anjing jahannam.” (Mereka adalah Teroris 14, cet II dalam Antara Abduh…Bag.10)
“Padahal” adalah kata sambung, seharusnya mereka bersikap jujur dan amanah kepada umat dengan mengembalikan konteksnya kepada kalimat sebelumnya yang dipenggal.3 Dengan demikian tidaklah salah jika tokoh-tokoh Khawarij di sini dimasukkan oleh ustadz Luqman ke dalam definisi teroris, teror pemikiran mereka berupa ajakan pengkafiran dan pemberontakan serta teror fisik yang diwujudkannya dengan pengeboman dan pembunuhan merupakan upaya untuk membikin rasa takut dan kepanikan (lihat kembali definisi teroris di kamus-kamus terdahulu yang dikeluarkan sebelum kasus WTC). Apakah semua fakta ini hanya kedustaan semata?
Bagaimana mungkin sejoli ini yang mengaku bermanhaj salaf ternyata tidak setuju bahwa Khawarij semacam Usamah bin Laden, Salman Al ‘Audah, Safar Al-Hawali, Imam Samudra dan tokoh-tokoh teras neo-Khawarij lainnya adalah sosok-sosok manusia yang menebarkan kekacauan dan ketakutan (baca:teroris) di masyarakat?
Jadi siapa sesungguhnya yang berupaya menanamkan pengkaburan pemahaman umat dan masyarakat padahal masyarakat yang paling awampun mengetahui bahwa ketika mendengar atau membaca kata “teroris” maka yang terbayang di benak-benak mereka –sebelum mengetahui agama mereka- adalah manusia atau sekelompok orang atau bahkan negara yang pekerjaannya membikin keresahan, kepanikan, kekacauan, melakukan peledakan-peledakan dan pembunuhan. Lalu apa tujuan yang ingin anda capai dengan berupaya menghapus stigma jelek berupa cap teroris terhadap Usamah bin Laden dan Imam Samudra serta para tokoh teras neo-Khawarij lainnya yang sudah sangat terkenal kiprah jeleknya dalam menebarkan teror dan malapetaka yang telah diketahui oleh banyak orang? Hanya karena mereka mengaku beragama Islam dan mengaku berjihad untuk Islam maka anda menjadi sewot dan mengingkari peran mereka dalam mencoreng-moreng agama ini? Sekali lagi, siapa sesungguhnya yang sedang menanamkan pengkaburan pemahaman di masyarakat dengan melakukan pendangkalan makna tanpa memberikan solusi yang sepadan sesuai dengan tingkat pemahaman masyarakat?
c. Konteks lain mengenai penggunaan istilah “teroris” yang ditujukan kepada orang Khawarij dan orang-orang kafir yang sama sekali lepas kaitannya dari definisi Khawarij (dan ini adalah bukti yang sangat jelas bahwa ustadz Luqman meletakkan istilah tersebut di tempat yang berbeda dengan makna yang berbeda pula agar dipahami sesuai konteksnya):
“Tulisan ini dibuat semata-mata sebagai bentuk nasehat dan peringatan kepada kaum muslimin dari bahaya kesesatan kaum teroris-Khawarij. Dalam keadaan penulis meyakini bahwa Amerika Serikat dan sekutunya adalah teroris besar yang membenci dan memusuhi Islam, yang harus dihadapi dengan bimbingan ilmu Al Qur’an dan As Sunnah serta pemahaman generasi salaf. Bukan dengan kejahilan dan sikap brutal yang tidak bertanggung jawab dari kaum teroris-Khawarij.” (MAT, hal.12, Ed.Revisi)
Istilah “teroris” ada di 3 tempat dalam kalimat di atas.
Maka barangsiapa menuduh ustadz Luqman telah menafsirkan “teroris” dengan “Khawarij” (secara mutlak, dan opini ini yang memang sengaja dihembuskan) maka hendaklah dia memberikan bukti bahwa ustadz Luqman telah menuduh “Amerika Serikat dan sekutunya adalah Khawarij besar!!
Sekali lagi, barangsiapa menuduh ustadz Luqman telah menafsirkan “teroris” dengan “Khawarij” (secara mutlak, dan opini ini yang memang sengaja dihembuskan) maka hendaklah dia memberikan bukti bahwa ustadz Luqman telah mengkafirkan Khawarij karena menyamakan kedudukan mereka dengan Amerika Serikat dan sekutunya!!
Ini adalah konsekwensi yang tidak terelakkan sebagai akibat dari tuduhan yang mereka lontarkan!!
Dengan 3 contoh penggunaan istilah “teroris’ di atas, maka kalau anda benar-benar seorang pecinta sunnah tentulah anda berfikir seribu kali sebelum bertindak gegabah dengan tergesa-gesa menyimpulkan: ”Sedangkan ustadz Luqman Ba’abduh ‘terjatuh’ ke dalam kesalahan yang cukup fatal, karena menyamakan istilah “teroris” dengan “khawarij”, sungguh kesalahan yang sangat fatal!” (komentar artikel Antara…bag.10, mus$$ or $$). Semoga Allah menganugerahkan kemudahan dalam memahami dan membaca sebuah buku. Allahu yahdik.
Seharusnyalah untuk seorang yang berkandidat doktor dan Master Universitas Islam Madinah setingkat Muhammad Arifin dan Firanda yang telah bertahun-tahun bermulazamah kepada para masyayikh Ahlus Sunnah bisa memberikan teladan dalam menyikapi suatu permasalahan dengan sebaik-baiknya, tenang dan tidak tergesa-gesa apalagi sampai terhanyut oleh luapan emosi semata. Apalagi jika persoalan itu hanyalah “membaca” sebuah buku, apa sulitnya jika “hanya” dituntut untuk membaca dan memahami sesuai konteksnya? Tetapi ketika nafsu itu telah menggelora maka apriorilah yang berbicara, memahami seenak perutnya setelah itu…menulis risalah dengan mengaburkan ujung pangkalnya. Kata “teroris” yang telah dipilah-pilah penggunaannya, diletakkan sesuai konteksnya masing-masing akhirnya dicampuradukkan untuk kemudian disodorkan kesimpulannya kepada umat bahwa Luqman Ba’abduh yang bersalah.
Teruskan perjuangan anda sekalian! Hapuslah cap teroris pada wajah-wajah Khawarij seperti Usamah Bin Laden dan Imam Samudra serta tokoh-tokoh teras neo-Khawarij yang dibantah dan diuraikan kesesatan-kesesatannya oleh ustadz Luqman. Apakah anda berdua mengira bahwa mereka akan berterima kasih kepada anda?
Jauh lebih bermanfaat bagi umat (daripada sekedar mempermasalahkan istilah “teroris”) jika anda sekalian membantah dan menerangkan kesesatan ucapan:”Pada csaat mana juga ulama-ulama kian asyik tenggelam dalam tampukan kitab-kitab dan gema pengeras suara. Mereka tidak lagi peduli dengan penodaan, penistaan dan penjajahan terhadap kiblat dan tanah suci mereka. Dengan taqdir Allah, lahirlah segelintir mujahid yang benar-benar sadar dan mengerti apa yang harus mereka perbuat.” (Aku Adalah Teroris, cetk.1, hal.93, Jazera, Solo, , Sept.2004)
Ataukah anda berdua beranggapan bahwa persoalan istilah “teroris” jauh lebih penting dari pada ucapan kotor “teroris-Khawarij” ini?
Lebih baik baik anda berdua untuk membantah dan menerangkan kepada umat ucapan:”Fahd bin Abdul Aziz, sang raja dinasti Su’udiyah, mengikuti jejak langkah Mustafa Kamal At-Taturk dan Abu Righal (penunjuk jalan raja Abrahah saat menyerang Ka’bah). Ia dan gerombolan pembisiknya mengelabui Dewan Fatwa Saudi Arabia yang –dengan segala hormat- kurang mengerti trik-trik politik.” (ibid, hal.92)
Apakah anda berdua mempersoalkan istilah “teroris” untuk memalingkan umat dari ucapan Imam Samudra yang khabits dan jahat ini agar perjuangan anda berhasil dalam menghapuskan stempel “teroris” dari wajah-wajah mereka?
Bagaimana mungkin anda tidak terima dengan istilah “teroris” yang dilekatkan ustadz Luqman kepada Imam Samudra sementara sekian tahun anda sekalian para pejuang “dakwah lemah lembut” berdiam diri dari perkataan kejinya -terhadap para ulama Ahlus Sunnah- yang sangat khabits:”Lalu ulama-ulama yang tak pernah angkat senjata dan tak pernah berjihad itu, yang kehidupan mereka dipenuhi dengan suasana comfortable, segera menjilat penjajah Amerika dan mencari muka sambil ketakutan dituduh sebagai “teroris” dengan mengeluarkan ‘fatwa’ agar kaum muslimin mendonor darah bagi korban tragedi WTC dan Pentagon, sekalipun korbannya jelas-jelas bangsa kafir penjajah. Hal tersebut tidaklah jauh berbeda dengan kondisi pada 12 Oktober 2002. Yang paling ironis, menjengkelkan dan menjijikkkan adalah bahwa ‘ulama-ulama’ itu tidak berbuat hal-hal yang sama tatkala ratusan ribu umat Islam dibantai Amerika dan sekutunya. Tidak ada sepatah kritikpun yang keluar dari mulut mereka demi menghadapi kebiadaban kafir Amerika dan sekutunya, apalagi ‘fatwa’ mereka untuk mendonor darah. Mata dan telinga mereka sesungguhnya melihat dan mendengar tragedi menyayat hati yang diderita umat Islam itu, tetapi bibir mereka bungkam sejuta bahasa. Hati mereka terbalik sudah, lebih takut kepada manusia bernama kafir Amerika dan sekutunya ketimbang takut kepada Allah dan membela saudara mereka seiman seaqidah.” (ibid, hal.110-111)
Maka merupakan kedhaliman yang sangat-sangat besar ketika dua sejoli ini berkata terhadap ustadz Luqman:”maka kita akan berkesimpulan bahwa Saudara Ba’abduh sebenarnya sedang menghujat dirinya sendiri. Sehingga pada kesempatan ini saya mengingatkan kepada saudara Abduh dan kawan-kawannya agar tidak berang, sebab yang dihujat pada tulisan saudara Ba’abduh bukan hanya anda dan kawan-kawan anda, akan tetapi juga diri penulis sendiri dan juga kawan-kawannya yang senasib dan sepenanggungan dengannya.” (Antara…, Pengantar)
Sungguh Allah Ta’ala adalah sebaik-baik saksi atas kedhaliman ini!! Sekian tahun mereka berdiam diri dari ucapan dan tuduhan-tuduhan keji di atas!! Setelah para hizbiyyun jahat itu mengeluarkan bukku bantahan terhadap buku MAT yang berisi bantahan-bantahan dan pembelaan terhadap kehormatan para ulama yang diinjak-injak oleh para teroris-Khawarij itu maka dua sejoli inipun tidak ketinggalan pula untuk ikut serta memberikan “bogem mentahnya” dan dengan ringan lisan memvonis MAT sebagai sebuah “HUJATAN PADA DIRI PENULIS SENDIRI (Luqman Ba’abduh-peny)!!” (ibid)
Tidak cukup itu, bahkan sejoli ini berupaya menarik simpati Abduh sang pembela teroris-Khawarij Imam Samudra dengan ucapannya:”Sehingga pada kesempatan ini saya mengingatkan kepada saudara Abduh dan kawan-kawannya agar tidak berang, sebab yang dihujat pada tulisan saudara Ba’abduh bukan hanya anda dan kawan-kawan anda, akan tetapi juga diri penulis sendiri dan juga kawan-kawannya yang senasib dan sepenanggungan dengannya.” (ibid)
Sadarlah wahai dua sejoli yang sedang menuntut ilmu pada program pasca sarjana Universitas Islam Madinah yang telah bertahun-tahun bermulazamah kepada para masyayikh Salafiyyin, lebih baik dan lebih utama bagi anda untuk bersikap yang lebih lembut kepada Salafiyyin daripada menuntut Salafiyyin agar bersikap lebih lembut kepada manusia-manusia berdarah dingin yang lisannya penuh dengan cercaan dan pelecehan terhadap para ulama Ahlus Sunnah, yang tangan para teroris-Khawarij tersebut telah berlumuran darah kaum muslimin semacam Usamah Bin Laden, Imam Samudra dan konco-konconya!!
Berdiam diri sekian tahun ini dari tikaman-tikaman keji dan jahat Imam Samudra yang dilemparkannya kepada umat adalah bukti kesalahan fatal dakwah “lemah lembut” anda sekalian!! Tidakkah seharusnya anda sekalian malu, di saat bisa tertidur nyenyak dan sibuk menjaga penampilan dakwah justru di saat itu ustadz Luqman selama satu tahun berupaya sekuat tenaga dan menyisihkan waktu di sela-sela kesibukan beliau untuk menuliskan bantahan terhadap buku jahat Imam Samudra sebatas kemampuan yang beliau miliki? Demi Allah, sungguh kami yang miskin ini tidak tahu kenapa anda berdua begitu tega menyatakan bahwa beliau sedang menghujat dirinya sendiri!! Justru di saat anda sekalian tidak berbuat apa-apa dan tidak bersikap apapun terhadap buku kesesatan Imam Samudra dan kelompoknya!! Allah-lah sebaik-baik saksi, kepada siapa umat Islam harus berterima kasih? Kepada ustadz Luqman yang sedang menghujat dirinya sendiri ataukah kepada Muhammad Arifin Badri dan Firanda As-Soronji yang berjuang untuk menghapus cap “teroris” dari wajah Imam Samudra Al-Khariji!! Dimana kecemburuan terhadap agama ini anda letakkan? Sungguh hamba yang miskin ini sangat yakin bahwa “sikap kalian yang sedemikian rupa” ini bukanlah hasil dari didikan para ulama yang mulia, tetapi akibat pengaruh pergaulan bebas kalian dengan para hizbiyyin itu!!
Kembali kepada istilah “teroris” yang digugat oleh sejoli ini. Jika istilah itu ada di kamus kaum muslimin apakah anda sekalian otomatis menyetujuinya agar terhindar dari stempel hanya bisa membeo, taklid dan latah dari orang kafir? Tentu kita sepakat bahwa kata “khurafat, Syi’ah dan Khawarij” berasal dari istilah Islam. Tapi apakah sejoli ini juga setuju dengan istilah “Khurafiyna, Syi’iyna dan Kharijiyna” yang menjadi keyakinan dasar yang sangat sesat & menyesatkan dari Syaikh “Salafy” Ahmad Surkati pendiri Al-Irsyad penerus dakwah PAN ISLAMISME seorang Rafidhah jahat agen rahasia Yahudi Freemasonry Jamaluddin Al-Afghani? Apakah istilah “Khurafat, Syi’ah dan Khawarij” harus dihapus dari kamus kaum muslimin hanya karena istilah tersebut diselewengkan dan disalahgunakan oleh As-Surkati untuk memperbanyak pengikutnya? Apa artinya bahwa Syaikh Salafy ini dipublikasikan sebagai pemberantas syirik, bid’ah dan khurafat kalau dirinya ternyata memiliki keyakinan dasar bahwa mereka itu masih tergolong saudara dan golongannya?! Bahkan Khawarij yang jelas-jelas ANJING-ANJING NERAKA-pun (tentu kita lebih memilih bahasa kenabian daripada sekedar mengejar label “bersikap bijaksana dan tidak kasar” seperti tuntutan mereka) masih dikatakan sebagai golongannya!! Inilah kelembutannya!! Inilah hikmah dan kebijaksanaannya!! Dan …..inilah kesesatannya.
Apakah mereka juga menutup mata bahwa istilah JIHAD selama ini telah dikibarkan untuk melakukan tindakan teror, pembunuhan dan pengeboman oleh kelompok “teroris” tersebut?! Dan…Muhammad Arifin serta Firanda-lah yang sekarang getol menuntut Salafiyyin agar bersikap lembut kepada mereka!! Memperjuangkan agar cap “teroris” hilang dari muka-muka mereka!! Ada apa di balik semua ini? Wajarkah jika sebuah kata disalahgunakan maka solusinya haruslah melenyapkan kata tersebut dari peredaran? “Perampok”, “pembunuh” tetaplah sebuah kata yang memiliki definisi tertentu yang tidak bisa diubah dengan seenaknya. “Perampok” tetaplah dinamakan “perampok” walaupun dilakukan oleh orang yang mengaku beragama Islam. Demikian pula “pembunuh” tetaplah disebut “pembunuh” walaupun yang melakukannya orang-orang kafir. Jangan hanya karena istilah ini dituduhkan kepada orang/kelompok tertentu yang tidak melakukan “perampokan” atau “pembunuhan” maka kata “perampok” dan “pembunuh” yang disalahkan dan konsekwensinya harus dihapus dari kosa kata yang ada seperti tuntutan mereka terhadap kata “teroris” yang disalahgunakan oleh orang-orang kafir!! Definisi dan literatur mana yang –membenarkan anggapan sejoli ini- bahwa cap teroris hanyalah ditujukan kepada orang-orang yang beragama Islam dan tidak berlaku bagi orang-orang kafir Yahudi, Nasrani dan selainnya? Pemerintah Srilanka “tetap” menuduh bahwa gerilyawan Macan Tamil Eelam (LTTE) adalah “teroris” yang menebarkan kepanikan dan ketakutan (baca:teror, lihat lagi definisinya) !! Dan tidak ada di dalam kamus kaum muslimin yang menyatakan bahwa Tamil Eelam tersebut termasuk bagian dari kaum muslimin!!4
Jihad memiliki makna dan definisi yang sangat mulia dan dimuliakan oleh dinul Islam! Ketika kata tersebut telah banyak disalahgunakan oleh sekian banyak kelompok yang mengatasnamakan Islam maka kita tanyakan kepada dua sejoli tersebut: Manakah yang lebih lebih layak dan lebih pantas untuk anda perjuangkan “penghapusannya”, kata “teroris’ yang tidak ada di kamus-kamus kaum muslimin yang disalahgunakan oleh orang-orang kafir itu ataukah kata “jihad’ yang ada di kamus-kamus kaum muslimin yang disalahgunakan oleh firqah-firqah sesat itu? Silakan jawab dengan kaidah yang anda buat sendiri.
Adalah suatu keanehan yang luar biasa bahwa justru stempel “teroris” yang mereka bela penghapusannya sementara stempel “jihad” yang disalahgunakan untuk melakukan pembunuhan dan pengeboman oleh para “teroris” itu tidaklah mereka bela. Kalaulah mereka sedikit saja berfikir “bijaksana”, bukankah seharusnya yang menyalahgunakan –siapapun dia baik orang kafir maupun orang yang mengatasnamakan Islam- yang mendapat tahdzir dan peringatan? Ribuan kasus pembunuhan dilakukan dengan menggunakan “pisau”, dengan kaidah sejoli yang kebingungan ini maka semestinya kata “pisau” haruslah lenyap dari peredaran. Tapi…dengan apa mereka memasak? Dengan “titik-titik”? Kita tunggu solusi cerdas mereka…
Tidak adakah permasalahan yang “jauh lebih kecil” daripada sekedar permasalahan “besar” yang bisa mereka sumbangkan kepada umat selain memperjuangkan penghapusan cap “teroris” dari para “teroris-Khawarij” itu?
Paradoks ketiga. Vonis Mutlak Bantah Vonis Mutlak
Di bag.8 tulisannya, dua sejoli menjelaskan perbedaan antara vonis secara mutlak dan vonis terhadap orang tertentu (mu’ayyan) untuk kemudian membuktikan bahwa Abduh dan Halawi tidak bisa membedakan kedua vonis tersebut. Tragisnya, hanya untuk memuaskan fonemasi (keenakan bunyi/suara), dua sejoli ini juga melakukan hal yang sama seperti yang dia tuduhkan pada orang lain! Lihat dan baca judul yang mereka buat:”Antara Abduh dan Ba’abduh”, agar akhirannya sama, dua sejoli “memvonis secara mutlak” fam Ba’abduh!! Vonis mutlak ini pula yang “dibeoi, dilatahi dan ditaklidi” oleh Ketua Lajnah Dakwah PC Al-Irsyad Illegal Surabaya dalam artikelnya yang provokatif: “Bukan Membela Ba’abduh Tetapi Membela Salafiyyah”!! Bagaimana tidak provokatif, di saat “akabir” ini mengaku sedang membela Dakwah Salafiyyah, di saat itu pula (dalam biodatanya) dengan bangga memamerkan sederet keahliannya dan statusnya sebagai Ketua Lajnah Dakwah PC Al-Irsyad yang illegal!! Liar, tidak sah dan tidak diakui oleh pemerintah Indonesia!! Salafiyyah model apa yang diperjuangkannya? Tidakkah sebaiknya “akabir” ini bercermin di dalam kamarnya dan merasa malu dengan Lajnah Dakwah organisasi illegalnya? Kenapa tidak bisa mengambil pelajaran dari tragedi terusirnya Ma’had Ali Al-Irsyad dari markas besarnya yang merupakan konsekwensi status “liar” mereka? Apa yang membanggakan dari semua tragedi ini?
Saudaraku sekalian, hanya Ustadz Luqman seorang yang “berbuat” tapi seluruh Ba’abduh mereka jadikan korban!! Dzulkhuwaishirah sendiri mereka jelaskan berasal dari bani Tamim (Antara…bag.5). Apakah dibenarkan jika kita menyebut nama dia dengan “Tamimi” saja? Bukankah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Abdurrahman Tamimi juga berasal dari bani Tamim? Lalu dengan apa membedakan antara Dzul Khuwaishirah, Abdurrahman dan Syaikhul Islam kalau kandidat doctor & master serta seorang “akabir” justru mengajari kita semua dengan memvonis mutlak “Tamimi”?!
Cara “vonis mutlak” seperti ini sangatlah mirip dengan cara yang ditempuh oleh situs sururi internasional, ahya.org dan siratemustaqeem.com ketika menghujat semua fam “al-Madkhali”! al-madkhaleeyah-khaarijyatun-’asreeyyah!! Padahal hanya 4 orang fam “al-Madkhali” yang “berbuat”, Syaikh Rabi’ bin Hadi, Syaikh Muhammad bin Hadi, Syaikh Zaid bin Hadi dan Syaikh Muhammad bin Rabi’. Dua sejoli dan “akabir” “membuat trik-trik” yang serupa?
Paradoks keempat. Gelar Untuk Menyilaukan Mata
Apakah sejoli tidak menyadari bahwa gelar-gelar yang mereka pajang di belakang nama mereka hanyalah hasil dari membeo, taklid, latah dan mengekor orang kafir? Bukankah tidak ada di kamus kaum muslimin? Kenapa para ulama yang banyak bergelar Professor, Doctor, Master, Licance tidak mereka bantah juga? Ah, kalau itu kan tidak berdampak negatif seperti kata teroris. Siapa bilang? Ada yang benar-benar teroris dan adapula yang tidak. Demikian pula ada yang benar-benar doctor salafy dan berapa banyak hizby yang menyalahgunakan gelar doctornya! Lihatlah gelar yang mereka pasang dipakai untuk mengelabui dan menyesatkan umat. Apa tidak negatif? Kenapa di artikel tidak dihapus saja Master of Art dan Lisance-nya di belakang nama Muhammad Arifin dan Firanda sehingga nampak “lebih konsekwen” dengan apa yang diperjuangkannya?
Wong bodo? Nggak punya gelar asing kenapa mesti pusing?
Paradoks kelima. Siapa Yang Diam Saja?
Dua sejoli berkata kepada Abduh:” Bila saudara Halawi yang duduk satu majlis dengan saudara Abduh berkata-kata demikian, kenapa kok saudara Abduh merasa kebakaran kumis ketika kelompoknya dituding sebagai pengikut paham khawarij oleh saudara Luqman Ba’abduh?! Akan tetapi tidak kebakaran jenggot dengan ucapan saudara Halawi yang nyata-nyata beraroma takfiri?!… Kenapa Saudara Abduh Diam Saja?… Kenapa saudara Abduh tidak meluruskan perkataan Halawi Makmun?? Padahal antum dalam satu majelis dengannya?? Ataukah karena sesuatu hal…?!
Kenapa saudara Abduh tidak merasa kebakaran kumis dengan sikap saudara Halawi yang mengobarkan ideologi takfir, padahal antum duduk dalam satu majlis dengannya?!
Berbagai pertanyaan ini membuktikan bahwa saudara Abduh dan yang hadir di majlis tersebut kurang memahami prinsip Ahlus sunnah wal jama’ah dalam memvonis perbuatan dan pelakunya? Inilah muara awal terjatuhnya saudara Abduh dalam berbagai kerancuan dan kesalah pahaman tentang berbagai masalah agama.”(Antara…bag.8)”
Sekarang kita tanyakan kepada dua sejoli ini:
Apakah anda marah jika orang berkata:” saya punya definisi yang lain terkait antara Syaikh dan ustadz ini. Disebut ustadz itu kalau istrinya baru satu, seperti ustadz Abdullah Hadrami, Halawi (he..he..he-tertawa bersama hadirin). Syaikh itu kalau istrinya dua (he..he..he-tertawa bersama hadirin), kalau istrinya tiga itu Syaikhul Kabir (he..he..he-tertawa bersama hadirin), kalau istrinya empat itu Syaikhul Akbar. Kalau istrinya lima itu Syaithon (he..he..he-tertawa bersama hadirin), menyelisihi, menyalahi syari’at.” (Jalaluddin, Bedah Buku Siapa Teroris? Siapa Khawarij? di Unibraw Malang, file bukti suara ada pada penyusun)
Apakah anda setuju dengan ucapan:”Bahkan para ulama pada masa lalu tidak ada yang menisbatkan namanya itu sebagai as-Salafi, atau al-atsari tidak ada…”(Abduh, ibid)
Apa anda ridha kalau Salafy dikatakan:”.. formasinya dikenal dengan Khawarijul ma’ad du’at, Murji’atu ma’al hukkam, rafidhatu ma’al jama’ah, Qadariyatul ma’al Yahudi wan Nashara wal Kuffar, mereka bersikap Khawarij terhadap para du’at, para da’i, para mubaligh, para ulama, merekapun Murji’ah pada penguasa dan mereka bersikap Rafidhah…terhadap Jama’ah-jama’ah Islamiyah dan Qadariyatul ma’al Yahudi wan Nashara wal kuffar, mereka sifatnya Qadariyah, pasrah terhadap persoalan yang ditimbulkan orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang kafir?”.(Abduh, ibid)
Apakah anda mendukung ucapan terhadap seorang ulama yang tidak termasuk ulama paling senior (meminjam istilah Abdulah Taslim):”Kalau Rabi’ dan sebagainya itu kan manusia! Manusia! Yang bisa jadi mereka juga diperalat! Oleh Yahudi dan lain sebagainya!”(Halawi Makmun, ibid)
Apa sikap anda ketika mendengar ucapan:”… ketika ada orang bahkan mahasiswa sekalipun, bahkan orang yang badannya kekar sekalipun, bila masuk pada kelompok ini menjadi loyo, menjadi tidak ada semangat dalam membela Islam itu. Cuma yang ditonjolkan sifat-sifat lahiriahnya, jenggotnya katakanlah dua meter setengah (he..he..he-hadirin tertawa), pakai baju koko, pakai celana setengah betis sehingga kalau pake celana dengan kasut itu kayak anak umur empat tahun (he..he..he-hadirin tertawa lagi) yang beli baju untuk lebaran, kan begitu. Iya nggak?”(Halawi Makmun, ibid)
Apakah sejoli setuju dengan orang yang membela bom bunuh diri serta memuji mereka sebagai pejuang Islam? ”Kalau antum baca di buku ini (Mereka Adalah Teroris-transkriptor), waduh ngeri, ngeri sekali, Allahu Akbar, luar biasa ya… Jadi orang-orang yang sudah meninggal diungkit-ungkit dituduh mati konyol macam-macam. Kalau ada orang mengatakan mati konyol, itu khusnul khatimah atau su’ul khatimah? Su’ul khatimah. Su’ul khatimah itu masuk mana? Neraka. Itu vonis masuk neraka, dan seorang muslim tidak boleh memvonis masuk neraka dan tidak boleh memvonis masuk surga, apalagi yang divonis itu orang-orang yang dikenal memperjuangkan Islam.”(Abdullah Hadrami, ibid)
Kenapa anda sekalian membantahnya padahal buku Abduh adalah buku yang bagus dan sopan?:”…buku “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?”, saya seneng karena bahasanya sopan” (Abdullah Hadrami, ibid)
Bukankah ucapan anda berdua kepada Abduh jauh lebih pantas anda tujukan terlebih dahulu kepada rekan seperjuangan anda sendiri (Abdullah Hadrami) sebelum diarahkan kepada orang lain?
Maka katakanlah:
Kenapa Saudara Abdullah Hadrami Diam Saja?… Kenapa saudara Abdullah Hadrami tidak meluruskan perkataan Jalaluddin, Abduh dan Halawi Makmun yang menertawakan, melecehkan dan menginjak-injak syari’at Islam?? Padahal antum dalam satu majelis dengannya?? Ataukah karena sesuatu hal…?!
Kenapa saudara Abdullah Hadrami tidak merasa kebakaran kumis dengan sikap saudara Halawi yang mengobarkan ideologi takfir, padahal antum duduk dalam satu majlis dengannya?!
Berbagai pertanyaan ini membuktikan bahwa saudara Abdullah Hadrami dan yang hadir di majlis tersebut kurang memahami prinsip Ahlus sunnah wal jama’ah dalam memvonis perbuatan dan pelakunya? Inilah muara awal terjatuhnya saudara Abdullah Hadrami dalam berbagai kerancuan dan kesalah pahaman tentang berbagai masalah agama.”
Jauh lebih tragis lagi, di forum “jahat” ini Abdullah Hadrami yang diam saja dengan berbagai kejahatan keji di atas masih sempat pula membanggakan diri telah bermulazamah selama 4 tahun kepada salah satu ulama besar Ahlus Sunnah, Syaikh Utsaimin rahimahullah. Apa artinya? Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.
Paradoks keenam. Kata-Kata Kasar Dan Halus, Antara Buaian Perasaan Dan Pahitnya Menerima Kebenaran
Keras.Tentu kita sepakat bahwa kata Anjing yang ditujukan kepada manusia digunakan oleh Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an. Rasul shalallahu’alaihi wa sallam-pun mencap Khawarij sebagai Kilabun Nar!! Anjing-anjing neraka!! Bagi kelompok yang terbiasa dibuai perasaannya tentulah tidak segan menuduh kalimat ini sebagai kalimat yang kasar dan kejam (na’udzubillah). Tidaklah peduli untuk apa dan kepada siapa, yang penting kasar, menghujat dan hanyut dalam luapan emosi. Apakah sejoli dapat menghadirkan kata “sekasar” anjing di buku ustadz Luqman? Apakah pantas bagi anda menuduh ustadz Luqman bersikap keras dan berlebih-lebihan sementara di tempat yang sama Jalaluddin, Abduh ZA, Halawi Makmun dan Abdullah Hadrami yang menginjak-injak dakwah Salaf dan para ulamanya –seperti contoh di atas- anda komentari dengan lembut:”Sehingga pada kesempatan ini saya mengingatkan kepada saudara Abduh dan kawan-kawannya agar tidak berang, sebab yang dihujat pada tulisan saudara Ba’abduh bukan hanya anda dan kawan-kawan anda, akan tetapi juga diri penulis sendiri dan juga kawan-kawannya yang senasib dan sepenanggungan dengannya.” (Antara…bag.1, Pengantar).
Tentu dua sejoli ini tahu, kepada siapa tuduhan kasar, keras, ekstrim, berlebih-lebihan lebih pantas diarahkan. Jadi. siapa yang menghujat?
Sehingga pada kesempatan ini saya mengingatkan kepada saudara Muhammad Arifin dan Firanda dan kawan-kawannya agar tidak berang dulu kepada Halawi dan Abduh, sebab yang dihujat pada tulisan saudara berdua bukan hanya ustadz Luqman Ba’abduh serta Abduh dan kawan-kawannya, akan tetapi juga dua sejoli sendiri dan juga kawan-kawannya –semacam Abdullah Hadrami- yang senasib dan seperjuangan dengannya! Tapi kenapa anda berdua dan Ketua Lajnah Dakwah Al-Irsyad Illegal Pimpinan Cabang Surabaya, Pimpinan Wilayah Jatim hanya membantah Abduh, Halawi, Fauzan al-Anshari & Budi serta menyembunyikan nama Abdullah Hadrami? Padahal di situs al-Kautsar yang dipakai rujukan jelas-jelas tertulis:”DAN MENURUT ABDULLAH HADROMY kelompok salafinya Luqman Ba’abduh sering bicara soal aqidah, tetapi ternyata aqidah mereka sendiri belum benar. Sebab, mereka tidak memperhatikan masalah akhlak dalam dakwahnya. Padahal aqidah dan akhlak tidak bisa dipisahkan.” (Bedah buku “SIAPA TERORIS?SIAPA KHAWARIJ? Ahad, 03 September 2006, di Widyaloka Convention Hall Universitas Brawijaya, Malang. Selaku pembicara: Abduh Zulfidar Akaha, Lc.,ABDULLAH HADROMY dan Halawi Makmun, Lc.,MA)? Ataukah anda sekalian sedang merealisasikan “pembuatan trik-trik” untuk mencuci tangan & memanipulasi peran ustadz seperjuangan dalam membuldoser dakwah salafiyyah dan ulamanya? Ataukah karena sesuatu hal…?! Kelicikan.
Kenapa anda sekalian ketika mengkritik gaya bahasa ustadz Luqman tidak mengungkapkan tentang alasan “bahasa” yang dipilih oleh beliau agar umat dapat memahami secara utuh permasalahan ini? Ataukah ada ketakutan besar jika umat mengetahui alasan beliau maka dakwah “lemah lembut” anda sekalian akan terbongkar “keanehannya? Inilah pernyataan ustadz Luqman sendiri:
“Dalam pemilihan dan penggunaan kata yang ada dalam buku ini, mungkin bagi sebagian pembaca kata-kata tersebut terasa terlalu keras dan pedas. Maka untuk itu kami mohon ma’af. Namun hal itu harus kami lakukan, mengingatbetapa jahatnya kebatilan dan kesesatan yang mereka tebarkan kepada umat. Juga mengingat betapa kejinya ucapan mereka di dalam mencaci maki sunnah dan para ‘ulama Ahlus Sunnah wah jama’ah. Lebih dari utu semua, inilah cara dan manhaj serta sikap yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sang uswatun hasanah bagi umatnya, -yang kita harus dan wajib untuk mengikuti dan mencontoh beliau- yaitu tegas dan keras dalam menyikapi dan menghadapi kebatilan dan kesesatan beserta tokoh-tokohnya. Baik secara umum maupun khusus, -yang Insya Allah para pembaca dapat melihat pada tempatnya- Hal ini adalah agar umat benar-benar waspada dan menyadari betapa jahatnya kebatilan dan kesesatan yang mereka propagandakan itu.”(MAT, Ed.Revisi, hal.17-18)
Dan seolah-olah merupakan jawaban yang telah dipersiapkan untuk orang-orang semacam Muhammad Arifin dan Firanda, ustadz Luqman meneruskan:”Oleh karena itu, penulis berharap agar para pembaca sekalian hendaknya bisa menilai dan menyikapi hal ini dengan adil dan sikap yang ilmiah bukan dengan perasaan dan emosi belaka.”(ibid,hal.18)
Sebenarnya tuduhan dan cap kasar, terlalu keras, kaku, ekstrim, berlebih-lebihan dan mulutnya kotor kepada Salafiyyin bukanlah hal yang baru sebagaimana sekarang ini dituduhkan secara “koor” dan serempak oleh gerakan dakwah “sopan santun dan lemah lembut” dari Abu Abdirrahman al-Thalibi al-Majhuli, Abduh ZA, Halawi Makmun, Fauzan al-Anshari, Abdullah Taslim, Budi Azhar, Abdullah Hadrami, Firanda dan Muhammad Arifin.
Di masa Ja’far Umar Thalib –dulu- bahkan tuduhan di atas jauh lebih santer dan lebih dahsyat diarahkan kepadanya. Tapi semua itu mental dan tidak berarti. Sampai akhirnya diangkat ke Syaikh Ali Hasan hafidhahullah (dan mereka/Turotsiyyin ketika itu menyangka dengan fatwa Syaikh Ali dakwah Ja’far menjadi tamat!). Tapi apa kata beliau:
ان كل ا لأمورالتى يٍٍلآ حظهاالاحوةعلي جعفر انما هي الأمورفي طريقة تطبيق المنهج وليس في المنهج في طريقة تطبيق المنهج وليس في المنهج,واذ الأ مر كذالك فان عندي عندي,ان عشرين خطأ في تطبيق المنهج ليسوابأخطرمن خطأ واحدفي المنهج
“Sesungguhnya seluruh urusan yang diperingatkan oleh para Ikhwan terhadap Ja’far hanya merupakan urusan-urusan dalam hal cara menerapkan manhaj dan bukan dalam hal manhaj, dalam hal cara menerapkan manhaj dan bukan dalam hal manhaj. Jika permasalahannya demikian, maka sesungguhnya menurutku 20 kesalahan dalam penerapan manhaj tidaklah lebih berbahaya dari 1 kesalahan dalam hal manhaj.”(Meruntuhkan Syubhat Hizbiyyin, Lajnah Khidmatus Sunnah Wa Muharabatul Bid’ah, Syawal 1419H, hal.28)
Jadi sebaiknya dua sejoli ini menghargai gelar Lc dan Master-nya dengan segera bersikap ilmiyyah untuk membuktikan tuduhan “keras dan berlebih-lebihan”nya ustadz Luqman dengan benar-benar menghadirkan 20 contoh kesalahan dalam penerapan manhaj di buku MAT beliau karena kita dan mereka (sendiri!) telah “berhasil” menunjukkan sekian banyak bukti penyimpangan dan penyelewengan manhaj (dan bukan kesalahan dalam penerapan manhaj!!) rekan-rekannya yang senasib dan seperjuangan. Ke arah mana anak timbangan itu akan turun?
Ternyata tuduhan kasar Abdullah Taslim, Firanda, Abdullah Hadrami dan Muhammad Arifin kepada Salafiyyin ini juga dilemparkan oleh Budi Azhari (PKS) kepada Syaikh Rabi, Syaikh Muqbil dan Muhammad Aman Jami dalam acara yang sama dengan ucapannya:”Sementara Budi Azhari mengatakan meskipun Syaikh Muqbil adalah orang yang paling mendekati dengan Syaikh Rabi; dalam hal kekasaran dan ketajaman lisannya, namun Syaikh Muhammad Aman Al-Jami (guru Syaikh Rabi’) masih lebih kasar daripada Syaikh Rabi’. Kelompok salafi ini mempunyai kelemahan dan kesalahan yang sangat fundamental dalam manhajnya.” (Bedah buku “SIAPA TERORIS?SIAPA KHAWARIJ? Ahad, 26 Agustus 2006, di Masjid Dakwah Islam (Pusat Studi Islam Al-Manar) Matraman, Jakarta Timur. Pustaka Al-Kautsar bekerjasama dengan Dewan Pengurus Cabang Partai Keadilan Sejahtera Matraman. Pembicara : Abduh Zulfidar Akaha, Lc. (Penulis buku) dan Budi Azhar, Lc. (Dewan Syariah Wilayah DPW PKS DKI Jakarta) ).
Dan tuduhan ini “diaminkan” oleh Abduh ZA dalam acaranya di kota Malang:”Ini sebetulnya yang dikritik oleh Syaikh Bin Bazz, Syaikh Utsaimin, bahwa mereka ini sangat usil terhadap para ulama, para da’i. Ya, begitu tajamnya lisan mereka, begitu tajamnya tulisan mereka, tidak mempertimbangkan manfaat mudharatnya dan apapula itu manfaatnya yang seperti itu.Kemudian perkataan muridnya, Syaikh Yahya bin Ali al-Hajuri, yang kata ustadz… itu dikatakan sekarang ini menandingi Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, dalam rangka… – mulutnya yang tajam itu – Syaikh Yahya bin Ali al-Hajuri…(Bedah buku “SIAPA TERORIS?SIAPA KHAWARIJ? Ahad, 03 September 2006, di Widyaloka Convention Hall Universitas Brawijaya, Malang. Selaku pembicara: Abduh Zulfidar Akaha, Lc.,Abdullah Hadromy dan Halawi Makmun, Lc.,MA).
Perhatikanlah bahwa tidak hanya Salafiyyin, bahkan para ulama-pun tidak luput dari tuduhan “kasar” dan “mulutnya tajam”. Benarkah bahwa Syaikh Bin Bazz Rahimahullah dan Syaikh Al-Albani rahimahullah (guru dari syaikh Ali Hasan) berada di pihak mereka yang “lemah lembut” itu? Cukuplah artikel ke-4 ustadz Askari yang akan menjelaskan “kebohongan” mereka:
“Diantara tazkiyah tersebut adalah tazkiyah dari Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah Ta’ala, tatkala beliau ditanya tentang Syaikh Rabi’ dan Syaikh Muhammad Aman Al-Jami. Maka beliau menjawab:
“Terkhusus dua Syaikh yang mulia, syaikh Muhammad Aman Al-Jami dan Syaikh Rabi’ bin Hadi, keduanya dari Ahlus Sunnah dan keduanya orang yang aku ketahui dalam hal ilmu, keutamaan, aqidah yang shalihah dan telah meninggal Doktor Muhammad Aman pada malam Kamis, tepatnya 27 Sya’ban di tahun ini, semoga Allah merahmatinya. Aku nasehatkan untuk mengambil faidah dari kitab-kitab keduanya…”Beliau juga berkata : ”Syaikh Rabi’ termasuk pilihan di kalangan Ahlus Sunnah wal-Jama’ah dan ma’ruf bahwa beliau termasuk Ahlus Sunnah dan ma’ruf tulisan dan makalah-makalahnya.”Dan berkata Syaikh Rabi’ berkata dalam kitabnya “Izhaq abaathil Abdil Lathif Ba Syumail”, hal:104: “Sungguh aku telah berziarah kepada samahatus Syaikh Ibnu Baaz hafidzahullah, lalu beliau menasehatiku untuk membantah setiap yang menyelisihi kebenaran dan Sunnah.”
Bahkan demikian besar rasa kepercayaan Syaikh Ibnu Baaz terhadap apa yang dimiliki Syaikh Rabi’ dari ilmunya, sehingga beliau beberapa kali meminta penjelasan dari syaikh Rabi’ dalam menyikapi beberapa tokoh. Diantaranya adalah surat beliau nomor : 352/2, tanggal: 7-2-1413 H :
“Bismillahirrahmanirrahiim
Dari Abdul Aziz bin Baaz kepada Al-Akh yang mulia, Fadhilatus syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, pengajar di Jami’ah Islamiyyah – semoga Allah memberinya taufiq- :
Salamun ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Telah sampai kepadaku bahwa engkau -yang mulia- telah menulis perihal Ustadz Abul A’laa Al-Maududi rahimahullah, maka aku berharap engkau membekaliku satu salinan dari apa yang telah engkau tulis dalam hal itu.”
Perhatikanlah surat dari Bin Baaz rahimahullah Ta’ala, bukti kepercayaan beliau kepada Syaikh Rabi’ hafidzahullah dalam tulisan-tulisan beliau, terkhusus berkenaan tentang al-Jarh wat-Ta’dil. Dan ini tidaklah menunjukkan bahwa Syaikh Bin Baaz rahimahullah Ta’ala tidak mengetahui “Fiqhul Waqi’ hanya karena tidak mengetahui keadaan Abu Al-a’la Almaududi rahimahullah, yang sangat terkenal kiprahnya dan telah diketahui oleh banyak orang, seperti yang difahami oleh al akh Firanda.
Demikian pula ketika syaikh Ibn Baz menampakkan tazkiyah kepada Jama’ah Tabligh, sementara para ulama lainnya mentahdzir Jama’ah Tabligh. Tentu saja sesuai kaidah Firanda sendiri menunjukkan bahwa ulama yang paling senior adalah Syaikh Bin Baz Rahimahullah. Apakah dengan demikian menunjukkan bahwa Firanda termasuk salah seorang yang berpegang dengan tazkiyah Syaikh Bin Baz terhadap Jama’ah Tabligh ? Sebelum pada akhirnya Syaikh Bin Baz mengeluarkan fatwa terakhir yang mentahdzir mereka dan menganggap mereka sebagai ahli bid’ah. Jadi ketika syaikh Ibn Baz menampakkan tazkiyah kepada Jama’ah Tabligh, dan itu tidak menunjukkan bahwa beliau tidak mengerti “fiqhul waqi’”. Namun karena belum sampainya kepada beliau tentang hakikat penyimpangan yang ada pada kelompok tersebut. Maka hal itu sama sekali tidak menurunkan derajat kesenioran yang dimilikinya.
Juga ketika Syaikh Rabi’ yang telah ditazkiyah oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah, diantaranya adalah apa yang disebutkan dalam kaset yang berjudul “Al Muwazanaat, Bid’atul ‘Ashr” beliau berkata: “Secara ringkas aku mengatakan bahwa sesungguhnya pembawa bendera al-Jarh wat-Ta’dil pada hari ini, di masa ini, secara hakiki adalah saudara kami Rabi’, dan orang-orang yang membantahnya, tidak membantahnya dengan ilmu sama sekali, dan ilmu bersama beliau. Walaupun aku selalu mengatakan dan lebih dari sekali aku mengatakan kepada beliau melalui telepon, kalau sekiranya beliau lemah lembut dalam caranya, maka jadi lebih bermanfaat untuk banyak kalangan dari manusia, apakah dia kawan maupun lawan. Adapun dari sisi ilmu, maka tidak ada celah untuk membantah beliau sama sekali, kecuali apa yang telah aku isyaratkan tadi dari pernyataan keras dalam uslub (cara penyampaiannya).”
Perhatikanlah ucapan Syaikh paling senior di abad ini, dimana beliau yang telah memeriksa tulisan dan makalah-makalah Syaikh Rabi’ hafidzahullah Ta’ala dan beliau tidak mengkritik satu pun darinya dari sisi keilmiahan dan kekuatan hujjah yang beliau sebutkan. Adapun yang beliau kritisi hanya dalam hal cara beliau yang ‘agak kenceng’ dari sisi ungkapan yang beliau gunakan. Dan ini menunjukkan bahwa bantahan-bantahan beliau dari sisi keilmiahannya lebih terjamin” (Ulama, Antara Senior Dan Yang Paling Senior (Edisi ke-4), Darussalaf.or.id)
Terakhir, betapa ironinya ketika menyaksikan kenyataan bahwa sang yunior Ketua Lajnah Dakwah PC Surabaya dari Al-Irsyad Illegal yang justru bangkit membantah tuduhan kasar Muhammad Arifin, Abdullah Taslim, Firanda dan Abdullah Hadrami kepada Salafiyyin (Menjawab Tuduhan 2):
Ucapan Pak Budi Azhari bahwa Syaikh Muhammad Aman al-Jami rahimahullahu lebih kasar daripada Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullahu dan syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu, adalah berangkat dari sikap apriori, kebencian dan kejahilannya terhadap hakikat Syaikh Muhammad Aman al-Jami. Padahal, tidak musti setiap kekasaran dan ketajaman lisan pasti buruk. Apalagi apabila ditujukan kepada ahlul bid’ah pengagung kesesatan, kesyirikan dan kebid’ahan yang keras kepala. Sebagaimana kata seorang penyair :
إذا لم يكن إلا الأسنة مركب فما حيلة المضطر إلا ركوبها
“Apabila tidak ada yang lain melainkan hanya tombak untuk dikendarai
Maka tidak ada jalan lain bagi yang terpaksa kecuali menaikinya.”
Bukankah kalimat ini juga pantas jika dia tujukan kepada senior-seniornya sendiri, Firanda, Abdullah Taslim dan Muhammad Arifin? Yang dia hormati yang telah menuduh Salafiyyin terlalu keras dan berlebih-lebihan dalam membantah Imam Samudra dan para tokoh idolanya, para penyeru bid’ah pengkafiran dan kesesatan yang keras kepala, yang menebarkan teror, bombing dan kekacauan di negeri kaum muslimin?
Wallahu a’lam, agenda apa yang ada di balik semua ini, upaya “keras” mereka untuk menumpas label “teroris” terhadap para gembong-gembong pengkafiran dan kesesatan yang tangannya berlumuran darah kaum muslimin seperti Imam Samudra, Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, Usamah bin Laden dan gembong-gembong lainnya yang dibantah oleh ustadz Luqman dalam buku MAT beliau? Bukan hanya itu, bahkan menuntut Salafiyyin agar bersikap lebih “lembut dan santun” kepada mereka!! Inilah tulisan anda sendiri:
أَعَاذَكَ اللَّه مِنْ سِهَامِهِم وَمُخْطِئٌ مَنْ رَمِيُّهُ القَمَرُ
Semoga Alloh melindungi dari bidikan anak panah mereka
Sungguh naïf orang yang membidikkan anak panahnya ke bulan
Lembut. Tentu kita sepakat bahwa kalimat “gencatan sejata” bukanlah kalimat yang kasar apalagi keras bahkan lebih sering berkonotasi positif, damai dan tenang. Benarkah kelembutan itu identik dengan kebenaran? Simak kutipan berikut ini:”muhammad arifin badri April 7th, 2006 19:39 20 Bismillahirrahmanirrahim Bukankah sudah terbukti bahwa jareh mufassar yang biasa dibuat tidak terbukti bahkan beberapa waktu lalu sebagian besar dari yang ceroboh membuat jareh mufassar terpaksa mengakui bahwa mereka dengan pait bahwa mereka tidak paham apa itu jareh dan bagaimana caranya, dan dengan apa harus menjareh. TIDAKLAH CUKUP GENJATAN SENJATA YANG BEBERAPA WAKTU LALLU DILAKUKAN untuk membuktikan bahwa banyak orang yang offer acekting -(Wallahu a’lam, kenapa kandidat doctor ini menulis demikian. Kalau yang dimaksudkan adalah “over acting” maka tentu kita semuanya sepakat bahwa kata ini digunakan untuk sesuatu yang negatif/jelek. Apakah karena beliau khawatir dikatakan hanya membeo. taklid dan latah dengan istilah jeleknya orang kafir sehingga beliau mengubahnya menjadi “over acekting”? Sekali lagi, wallahu a’lam-peny)- sok menenpatkan dirinya sebagai ahli jareh, sehingga serangan jarehnya malah mengenai kawan sendiri bahkan dirinya sendiri, karena hanya membuktikan bahwa dirinya tidak paham. Tidakkah ada orang yang sedikit membuka mata?! Subhanallah,sesungguhnya saya yakin dan tahu bahwa mata saudara-saudara kita tidak buta, akan tetapi hati sebagian kitalah yang pura-pura buta?! Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Sadarlah saudaraku, mengakui kebenaran adalah simbul kepribadian muslim sejati.”
Apa jadinya kalau kalimat selembut dan setenang “GENJATAN SENJATA” (tulisan aslinya memang demikian-apakah karena bapak kandidat doctor ini –juga- khawatir dikatakan membeo, latah, dan taklid dengan bahasa Indonesia “gencatan” sehingga beliau mengubahnya menjadi “genjatan”? Wallahu a’lam) diarahkan kepada forum Ishlah asatidzah yang langsung melibatkan para masyayikh dari Saudi dan Yaman? Kata pelecehan! Khabits dan jahat! Adalah komentar yang paling tepat! Mereka mengira, dengan bahasa yang lembut dan sopan dapat menipu dan menjebak umat untuk “meminum racun hizbiyyah beraroma strawberry”!
Sadarlah saudaraku, mengakui kebenaran adalah simbul kepribadian muslim sejati. Salafy dikibulin, siapa mau?
Paradoks ketujuh. Bukan Membela Salafiyyah Tapi Membela Abdullah Hadrami Sang Pembela Dakwah Hizbiyyah
Sebagaimana bukti sebelumnya, setelah berhasil “menyembunyikan” peran penting Abdullah Hadrami yang bergabung bersama Abduh dan Jalaluddin al-Ikhwani serta Halawi NII dalam peperangan ini, maka Ketua Lajnah Dakwah PC Surabaya Al-Irsyad Illegal berjalan melenggang membantah Abduh ZA al-Ikhwani:
“Kritikan dan Tahdzir Syaikh Muhammad Shalih al-‘Utsaimin rahimahullahu kepada Mukholif (penyeleweng).
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin rahimahullahu adalah orang yang paling jarang mengkritik dan menyebut-nyebut kesalahan seseorang, kecuali apabila kesalahan tersebut telah terang dan menyebar. Namun, beliau juga memiliki kritikan-kritikan terhadap ucapan para tokoh yang menyimpang, diantaranya :
1. Ucapan beliau terhadap Muhammad al-Maghrawi ketika tulisannya yang berjudul al-Aqidah as-Salafiyah fi Masirotiha wat Tarikhiyah disodorkan kepada syaikh tentang masalah baiat, syaikh ¬rahimahullahu berkata :
هذا رجل ثوري… هذا رجل ثوري… ما يفقه الواقع, ولا يعلم أن النبي صلى الله عليه وسلم أمرنا أن نسمع ونطيع وإن وجدنا أثرة علينا وإن ضرب الظهر وأخذ المال ولم يعلم ما جرى للأعلام كـ(الإمام أحمد) وغيره في معاملة الخلفاء الذين هم أشد من الموجودين الآن الذين يأمرون الناس بـ(خلق القرآن) احذر هذا وأمثاله…
“Orang ini pengobar revolusi (pemberontakan)… Orang ini pengobar revolusi (pemberontakan)… dia tidak faham realita dan tidak faham pula bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan kita untuk tetap mendengar dan taat walaupun kita dapatkan mereka berbuat keburukan terhadap kita, walaupun mereka memukul punggung kita dan merampas harta kita. Dia tidak tahu sikap yang diambil oleh para imam tuntunan seperti Imam Ahmad dan selain beliau di dalam berinteraksi dengan para kholifah, yang mana mereka lebih parah keadaannya ketimbang (para pemimpin) yang ada saat ini, dimana mereka memerintahkan manusia untuk (mengimani) kemakhlukan al-Qur’an, wasapadalah darinya dan orang yang serupa dengannya…” (9)
Ucapan beliau terhadap Sayyid Quthb rahimahullahu dan tafsirnya. Beliau rahimahullahu ditanya tentang hukum membaca tafsir Fi Zhilalil Qur’an, maka beliau rahimahullahu menjawab :
وقد ذكر بعض أهل العلم كالدويش والألباني الملاحظات على هذا الكتاب، وهي مدونة وموجودة، ولَم أطلع على هذا الكتاب بكامله وإنَّما قرأت تفسيره لسورة الإخلاص، وقد قال قولاً عظيمًا فيها مخالفًا لما عليه أهل السنة والجماعة، حيث إن تفسيره لها يدل على أنه يقول بوحدة الوجود. وكذلك تفسيره للاستواء بأنه الهيمنة والسيطرة علمًا بأن هذا الكتاب ليس كتاب تفسير وقد ذكر ذلك صاحبه، فقال: ظلال القرآن”. ويجب على طلاب العلم ألا يجعلوا هذا الرجل أو غيره سببًا للخلاف والشقاق بينهم، وأن يكون الولاء والبراء له أو عليه
“Sebagian ulama seperti ad-Duwaisy dan al-Albani telah menyebutkan beberapa koreksi/kritikan terhadap buku ini, dan koreksi ini telah tercetak dan ada. Aku belum menelaan seluruh buku (Fi Zhilalil Qur’an) ini secara utuh, namun aku hanya membaca tafsirnya tentang surat al-Ikhlash. Sungguh ia (Sayyid Quthb) telah mengucapkan suatu ucapan yang besar yang menyelisihi ahlus sunnah wal jama’ah, dimana tafsirnya tersebut mengindikasikan bahwa dia berkata tentang wahdatul wujud. Demikian pula dengan tafsirnya tentang istiwa’ yang diartikan menjaga dan menguasai. Perlu diketahui bahwasanya buku ini bukanlah buku tafsir, penulisnya juga berkata demikian, dia menyebutnya Fii Zhilaalil Qur’an (Di bawah bayang-bayang al-Qur’an). Wajib kiranya bagi para penuntut ilmu supaya tidak menjadikan orang ini -dan selainnya- sebagai sebab perselisihan dan percekcokan diantara mereka, dan menjadikannya sebagai tolok ukur di dalam berwala’ dan baro` dengannya.” (10)
Ucapan beliau terhadap Ahmad Salam, beliau rahimahullahu berkata : “…Aku tidak mengenalnya sedikitpun, tapi orang ini memiliki beberapa keganjilan dan kami tidak pernah memujinya. Aku katakan bahwa beberapa orang (ulama) memiliki kritikan terhadap orang ini…” (11)
Ucapan beliau terhadap ucapan DR. Yusuf al-Qodhowi tentang salah satu ceramahnya mengenai hukum merokok, dimana al-Qordhowi menyebutkan tentang buah dari pemilu Israiliyah, kejatuhan Berlin dan ucapan yang mengandung kekufuran di dalamnya, tatkala diperdengarkan ucapan ini ke hadapan Syaikh rahimahullahu, maka Syaikh mengatakan :
أعوذ بالله هذا يجب أن يتوب هذا وإلا فيقتل مرتدا لأنه جعل المخلوق أعلم من الخالق, فعليه أن يتوب إلى الله فإن تاب فالله يغفر الذنوب عن عباده…
“Aku memohon kepada Alloh dari ucapan ini. Wajib baginya untuk bertaubat karena apabila tidak maka ia dibunuh sebagai orang murtad, karena dirinya telah menjadikan makhluk itu lebih mengetahui daripada al-Kholiq. Maka wajib baginya bertaubat kepada Alloh, apabila ia mau bertaubat niscaya Alloh akan mengampuni segala dosa hamba-hamba-Nya…” (12)
Ucapan beliau terhadap ‘Abdurrahman ‘Abdul Kholiq, ketika ‘Abdurrahman ‘Abdul Kholiq menghujat murid-murid Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan menuduh mereka sebagai ulama penguasa, tidak mau beramar ma’ruf nahi munkar, menuduh orang yang berjihad sebagai khowarij mu’tazilah, memberikan sifat ketuhanan kepada para penguasa dan tuduhan-tuduhan keji lainnya. Tulisan ini dimuat di Majalah “Al-Furqon”, Ihya’ut Turots, Kuwait edisi no. 52. Ketika ditanyakan ucapannya ini kepada Syaikh al-Utsaimin rahimahullohu, beliau menukas :
كذاب من وجه و ضلال من وجه…
“Dia pendusta dari satu sisi dan sesat dari sisi lain…” (13)
Ucapan beliau terhadap Salam al-‘Audah dan Safar Hawali. (akan datang kelengkapannya dalam pembahasannya nanti –insya Alloh-).
dan lain lain.” ———–selesai————-
Dengan kaidah Emas Ihya’ yang anda puji-puji selama ini, bagaimana mungkin anda berani bersikap demikian sementara ustadz yang lebih senior dari anda (yang namanya anda sembunyikan), yang langsung bermulazamah kepada Syaikh Utsaimin rahimahullah selama 4 tahun justru membuat pernyataan yang paradok dengan tulisan anda?
“Ghibah ini tidak gampang, ghibah ini luar biasa, apalagi mengghibah para ulama. Agama Islam ini mengajarkan kita menghormati para ulama5. Saya pernah tanya kepada Syaikh Utsaimin rahimahullah, alhamdulillah saya belajar di beliau empat tahun. Beliau adalah salah seorang Imam Ahlis Sunnah wal Jama’ah. Selama saya belajar kepada beliau tidak pernah menyebut fulan, fulan, fulan, kelompok ini, kelompok itu, nggak ada.”(Bedah Buku di Unibraw, Malang)
Apakah anda meragukan status ustadz senior anda sendiri sebagai salah satu murid Syaikh Utsaimin rahimahullah? Ataukah anda yang merasa lebih “berisi’ dibanding da’i senior ini? Ataukah selama 4 tahun bersama Syaikh rahimahullah, da’i senior Abdullah Hadrami hanya belajar tajwid sehingga wajar kalau beliau tidak pernah mendengar ketika Syaikh rahimahullah memperingatkan kepada umat tentang kesesatan tokoh tertentu?
Tampaknya, sebagai sesama komunitas yang sama-sama tinggal di kota Malang anda berdua harus berkonsolidasi dulu sebelum mengeluarkan statemen dan pernyataan kepada khalayak agar tidak tampak terlalu paradoks dan bertentangan. Bukankah kontradiksi seperti ini hanya akan merugikan dakwah anda berdua? Ataukah salah satu memang harus menjadi korban dalam permainan ini? Apapun pilihannya, da’i senior itu haruslah merasa berterima kasih dengan trik-trik yang anda buat, menyembunyikan nama dan peran pentingnya dari pandangan umat ketika bersama-sama Abduh dan kawan-kawannya melecehkan dakwah Salafiyyiah dan ulamanya di kota Malang!!
Sikap lempar batu ke Abduh dan sembunyikan tangan Abdullah Hadrami semacam yang anda tunjukkan ini tidaklah mencerminkan kepribadian seorang salafi dan ahlis sunnah. Mari kita menyadari dan merenungi dosa dan kesalahan kita masing-masing tanpa harus membuat trik-trik yang mengesankan ustadz senior kita terbebas dari dosa dan kesalahan.
Bila kita bersalah, maka nyatakan dengan tegas kita salah, dan jangan kita berusaha cuci tangan, lalu melemparkan tuduhan kepada orang lain. (Antara…, Bag.10)
Bukan Pembelaan Terhadap Salafiyyah Tetapi Pembelaan (Licik) Untuk Abdullah Hadrami Sang Pembela Dakwah Hizbiyyah.
Paradoks kedelapan. Memuji Dan Mengadu Domba Di Saat Yang Sama
Setelah menukil dan memuji pernyataan rujuk yang disusun ustadz Muhammad, dua sejoli mengadudomba beliau dengan ustadz Luqman:”Saudara Ba’abduh yang semoga dirahmati Allah, mengapa anda tidak berterus terang mengakui kesalahan dan menyatakan ruju’ darinya sebagaimana yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad As Sewed?! Mungkinkah anda mengingkari dan mendustakan pengakuan Ustadz Muhammad As Sewed?!
Sikap lempar batu sembunyi tangan semacam yang anda tunjukkan ini tidaklah mencerminkan kepribadian seorang salafi dan ahlis sunnah. Mari kita menyadari dan merenungi dosa dan kesalahan kita masing-masing tanpa harus membuat trik-trik yang mengesankan kita terbebas dari dosa dan kesalahan.” (Antara…bag.10)
Syaikh Rabi’ berkata: “Rujuk kepada kebenaran adalah kemuliaan dan terus-menerus berkubang dalam kesalahan adalah kehinaan”. Demi Allah, Allah Ta’ala sebaik-baik saksi betapa besar peran ustadz Luqman dalam pembubaran LJ, menjelaskan penyimpangannya dan membantah pemikiran sesat Jamarto. Tidak ada yang meragukan bahwa beliau dan seluruh asatidzah yang terlibat telah rujuk dan bertaubat kepada Allah atas kesalahan2 yang diperbuat. Rujuk dan taubat tidaklah memerlukan trik dan siasat! Apalagi lempar batu sembunyi tangan! Ini adalah bukti bahwa kita mau dinasehati oleh para ulama. Kita menyimpang dan sekarang kita telah rujuk dan bertaubat!!LJ dibubarkan!
Tidak halal bagi kalian untuk menghukumi kami dengan berbagai penyimpangan yang kami sendiri telah berlepas diri darinya (adapun kalian? Apa bedanya antara dakwah hizbiyyah panser tua semacam Abu Nida’ dan Yusuf Ba’isa dengan panser muda semacam dua sejoli ini?). Adapun melakukan “vonis mutlak” bahwa semua eks-LJ memiliki kesalahan yang sama berat sebagaimana yang dirinci oleh ustadz Muhammad, maka hal ini membutuhkan pembuktian secara ilmiyyah. Bukankah ini yang anda terangkan di artikel bag.8?
Adapun anda wahai Muhammad Arifin? Bukankah anda yang dulu menerjemahkan transkrip dialog ustadz Usamah dengan syaikh Rabi’ yang membongkar kejahatan gembong Ihya’ut Turats Abdurrahman Abdul Khaliq, Syarif Hazza’, Yusuf Baisa dan kroni-kroninya di Indonesia? Kenapa sekarang justru anda yang menjadi ujung tombak dan pelindung dakwah hizbiyyah mereka?! Inikah definisi “taubat” dan “rujuk” yang anda tuntut dari kami?
Kenapa anda “membuat trik-trik” dengan menyembunyikan paragrap penting sehingga seolah-olah pernyataan itu hanyalah sebatas pernyataan pribadi ustadz Muhammad? Kenapa anda sembunyikan kepada umat kalimat penting beliau:” “Akhirnya, kami – bersama segenap para ustadz yang dulu terlibat dalam FKAWJ/LJ – berharap kepada Allah agar mengampuni kita semua. menerima amal ibadah dan jihad kita dan membalasnya dengan kebaikan-kebaikan dan Jannah. Juga kami memohon maaf kepada semua pihak dari kaum muslimin umumnya dan Salafiyyin khususnya atas kesalahan kami pada masa lalu itu.”
(http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=1072)
“kami – bersama segenap para ustadz yang dulu terlibat dalam FKAWJ/LJ- berharap kepada Allah agar mengampuni kita semua”. Apa arti kalimat ini wahai dua sejoli? Faktor apa yang memaksa anda berdua mengadudomba “kami(ustadz Muhammad) – bersama segenap para ustadz (termasuk ustadz Luqman) yang dulu terlibat dalam FKAWJ/LJ” dengan melemparkan kesan bahwa ustadz Luqman belum rujuk dan bertaubat bahkan berupaya membuat trik agar terkesan bebas dari dosa dan kesalahan?
Rujuk kepada kebenaran adalah kemuliaan, taubat adalah pilihan terindah. Apalagi yang kalian tuntut dari orang-orang yang telah rujuk dan bertaubat? Bergabung dengan jam’iyyahnya ahlul bid’ah Abdurrahman Abdul Khaliq? Siapa yang licik dan siapa pula yang membuat trik-trik?
Paradoks kesembilan. Membantah Dan Mentazkiyah Di Tempat Yang Sama
Apakah anda telah lupa atau pura-pura lupa dengan tazkiyah anda terhadap Abduh dan Hartono Ahmad Jaiz? Wong bodo mengingatkan:
>Pandangan Tajam Terhadap Zikir Berjama’ah http://mus$$.or.$$/?p=184 “Baca berbagai komentar beberapa tokoh masyarakat tentang skandal ini, di buku: “Bila Kyai Dipertuhankan..” oleh bapak Hartono Ahmad jaiz & Abduh Zulfidar Akaha, hal: 262 dst.”
> Khutbah Ied http://mus$$.or.$$/?p=197 “Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan baca buku: Bila Kyai Dipertuhankan, oleh Hartono Ahmad Jaiz dan Abduh Zulfidar Akaha 265].”
> Mengurai Benang Kusut LDII: Paham Warisan Kaum Imperialis http://mus$$.or.$$/?p=530 Untuk sedikit mendapatkan bukti tentang hal ini, silahkan baca buku: Bila Kyai Dipertuhankan, oleh Hartono Ahmad Jaiz dan Abduh Zulfidar Akaha hal: 265.
Abduh yang anda tazkiyah dan kejahatannya sudah diungkap. Bagaimana dengan Hartono Jaiz?
Menyaksikan akal Hartono bebas mengembara di alam pikiran syetan. Sebuah buku berjudul “Al-Qur’an Dihina Gus Dur”, halaman 71-95 mengisahkan bagaimana dia (yang pakar JIL ini) ternyata juga memiliki potensi pemikiran Liberal dalam beragama. Paradoks? Sudah terlalu sering istilah ini diulang-ulang. Sekarang mari kita buktikan, setelah membagi dengan akal liberalnya sendiri bahwa cara berfikir syetan terbagi menjadi beberapa faksi: (1)Cara berfikir model syetan iblis, tentu saja goyang ngebor Inul itu tidak boleh dihalangi (2)Cara berfikir syetan alas (syetan hutan/liar), tari perut di Mesir itu bukan cabul (3)Cara berfikir syetan belang (tidak karuan buruknya), novel pelacuran dan tokoh utamanya seorang pelacur itu asyik-asyik saja (4)Cara berfikir syetan gundul (tuyul), melecehkan Al-Qur’an itu sudah menjadi tugasnya.
Inilah kutipan faksi ke-5 yang berjudul (5)Cara berfikir syetan kober (kuburan), orang yang melecehkan Al-Qur’an itu dimusuhi syetan dan Umat Islam sedunia.
Dalam kasus adanya orang yang sangat berani menghina Al-Qur’an dengan dikatakan bahwa Al-Qur’an itu kitab suci paling porno, akibatnya syetan kober (kuburan) jadi teleg-teleg (diam karena beban berat). Masalahnya, tugasnya sebagai syetan kuburan itu untuk membujuk orang agar kalau membaca Al-Qur’an itu di kuburan saja, agar tidak sesuai dengan tuntunan nabi mereka, lha kok ini pemimpin mereka malah mengatakan bahwa Al-Qur’an itu kitab suci paling porno di dunia. Lantas nanti kalau tidak ada yang bisa dipengaruhi untuk ngaji di kuburan saja, lha ya nganggur dong kami sebagai syetan kober (kuburan). Mestinya syetan-syetan itu kalau memprogram itu ya yang pas gitu lho. Lha sesama syetan kok main PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) begini. Bagaimana ini. Sebagai rekanan syetan, walau penghinaan terhadap Al-Qur’an itu sudah sangat canggih, tetapi dampaknya akan merugikan faksi syetan tertentu seperti sekarang ini, kan kurang OK bagi dunia syetan….Tetapi apakah syetan kober selain saya bisa berfikir seperti ini? Kalau sampai tidak, lalu mengamuk ke dia, apa jadinya? Jangan-jangan malah gara-gara dia menganggap Al-Qur’an itu kitab suci paling porno di dunia, dia nanti dimusuhi secara hebat oleh orang-orang Islam sedunia, masih pula dimusuhi oleh syetan-syetan pula…Bagaimana dia tidak repot! Oleh orang Muslim sedunia dia dimusuhi. Oleh syetan pun dimusuhi, malahan sambil disoraki lagi. Apa nggak repot?! Ke sana dimusuhi, ke sini disoraki! (illustrasi ini bukan untuk menggambarkan dunia ghaib menyangkut syetan, tapi untuk mempermudah gambaran pemikiran…Semoga Allah mengampuni saya, seandainya ini salah…)” (Al-Qur’an…, hal.93-94, Cetakan ke-3-Juni, 2006, Hujjah Press, Jakarta Timur)
Kita katakan: benar, semoga Allah mengampuni anda ketika anda merasa begitu bebasnya (baca:liberal) menggunakan nama dan istilah syar’i untuk mengembara di alam “gambaran pemikiran” hanya untuk memudahkan menggambarkan suatu kesesatan! Anda sendiri mengatakan bahwa nama-nama tersebut digunakan orang jawa untuk mengungkapkan suatu jenis kebencian (umpatan?). Anda katakan pula:”Meskipun demikian, perlu pula dilandasi dengan dalil-dalil ketika mau membuat penekanan lewat ungkapan-ungkapan itu, sehingga tergambar, cara berfikir yang sesuai dengan Islam itu begini…” (footnote.17).
Tapi kenapa pembagian syetan gundul, syetan alas. syetan belang, syetan iblis dan syetan kober tidak anda sertakan dalil-dalilnya sebagaimana penekanan anda sendiri? Bukankah hal ini merupakan bukti paradoksial yang kelewat batas? Apakah hal seperti ini yang anda katakan cara berfikir yang sesuai dengan Islam untuk membantah cara berfikir liberal? Bagaimana mungkin anda menyejajarkan antara syetan dan umat Islam sedunia yang sama-sama memusuhi orang yang melecehkan Al-Qur’an? Bukankah sikap yang anda tempuh itu juga merupakan pelecehan besar terhadap kaum muslimin sedunia? Bagaimana mungkin umat Islam sedunia bisa satu barisan bersama syetan dalam membenci penghina Al-Qur’an? Bagaimana mungkin syetan membenci penghina Al-Qur’an? Apa dalilnya? Pernyataan ini jelas-jelas kesesatan dahsyat di siang bolong!! Bagaimana mungkin syetan yang satu dengan syetan yang lain saling merugikan dan akhirnya ada yang menganggur karena saling PHK?! Allahu yahdik.
Ungkapan liberal anda dalam berfikir bebas tidaklah lebih berbahaya daripada JIL itu sendiri. Membantah kemungkaran kok dengan kemungkaran? Paradoksnya itu yang sangat menyakitkan ketika beliau ini menyejajarkan antara umat Islam sedunia dengan syetan yang sama-sama memusuhi penghina Al-Qur’an!! Inna lillahi wa inna ilaihi rajiu’n.
Itulah gambaran singkat 2 orang yang ditazkiyah oleh Muhammad Arifin Badri. Anehnya, dia masih menuntut (apalagi?) orang yang jelas-jelas telah rujuk dan bertaubat dari kesalahannya, tapi dia sendiri lupa (atau tidak peduli?) bahwa dirinyalah yang wajib mencabut tazkiyahnya kepada orang semodel Abduh ZA dan Hartono Ahmad Jaiz!!
Terakhir, masihkah anda ingat dengan dakwah kacang gorengnya Abu Abdirrahman al-Thalibi yang mus$$.or.$$ sendiri berlepas diri darinya? Adalah bukti yang sangat-sangat menyakitkan bahwa buku orang yang ditazkiyah kandidat doctor ini (Hartono), “Al-Qur’an Dihina Gus Dur” ternyata diterbitkan oleh penerbit Hujjah Press-nya Abu Abdirrahman Al-Thalibi Al-Majhuli!! Bahkan desain covernya dilakukan oleh orang yang sama, Iwan Wajo/Wojo!! Lingkaran hizbiyyah, berbeda-beda faksi tetapi ketika menghadapi dakwah salafiyyah tetap akan bersatu jua!
Paradoks kesepuluh. Beda Pendapatan
Ketua Lajnah Dakwah Pimpinan Cabang, Pimpinan Wilayah Al-Irsyad Illegal Surabaya berkata:
“Pada acara dan tempat yang sama, Halawi Makmun (MMI) mengatakan bahwa perselisihan yang terjadi di kalangan salafi bukan dikarenakan mereka berbeda pendapat, tetapi karena berbeda ‘PENDAPATAN’ (saya (Hafizh Abdurrahman) katakan: subhanallah…lancang sekali mereka ini, seolah-olah orang-orang salafy sangat tamak akan harta)” (Bantahan bagian-1)
Di bagian lain tulisannya juga berkomentar:
“Sampai-sampai seorang mubaligh dengan mengejek mengatakan bahwa perselisihan antara salafiy bukanlah karena sebab beda pendapat namun karena beda pendapatan. Na’udzubillahi min dzaalik…” (Bukan…)
Kenapa anda sekalian harus tersinggung dengan ucapan Halawi bahwa perpecahan ini terjadi karena perbedaan pendapatan seolah-olah Salafy adalah orang-orang yang sangat tamak akan harta? Padahal di tempat yang sama –ustadz yang lebih senior dari anda (meminjam istilah “kesenioran”-Firanda) yakni Abdullah Hadrami justru membenarkan tuduhan ini, bahkan memperkuatnya dengan membawa riwayat tentang seorang penyair yang hanya bisa hidup dengan uang hasil sya’irnya dengan cara menjual kehormatan orang lain? Keliru besar kalau Ketua Lajnah Dakwah PC Al-Irsyad Illegal tersebut menyatakan: “Sampai-sampai seorang mubaligh dengan mengejek..” Bukan hanya seorang mubaligh wahai ustadz! Tetapi bahkan 2 orang mubaligh dan salah satunya adalah ustadz anda sendiri!! Orang yang namanya anda sembunyikan ketika anda menulis serial bantahan berdasarkan rilis resmi al-Kautsar!! Bukankah panser tua Abu Nida’ dan jaringannya memecah belah Salafiyyin karena dia tidak mau melepaskan pendapatan dari Ihya’ At-Turats? Bukankah anda sekalian bergabung dengan dakwah Al-Sofwa Al-Muntada juga karena hartanya? Demikian pula Al-Haramain, Darul Birr dan lain sebagainya karena harta-harta mereka? Bukankah tujuan inti buku emas “Lerai Pertikaian..” Firanda adalah legalitas pandapatan dari kekayaan Ihya’ at-Turats? Lalu kenapa anda sekalian merasa tersinggung dengan ucapan Halawi di atas? Salafiyyinlah yang tersinggung dengan tuduhan kotor Halawi Pembesar NII ini. Bukankah justru dari iming-iming harta Ihya’ At-Turats, Al-Sofwa Al-Muntada, Al-Haramain dan sejenisnya Salafiyyin bara’ berlepas diri dari PENDAPATAN hizbiyyah dan kesesatannya? Dan bukankah justru dari iming-iming PENDAPATAN dari Ihya’ At-Turats, Al-Sofwa Al-Muntada, Al-Haramain dan sejenisnya anda sekalian berwala’ setia, bergabung berdakwah bersama mereka?
Ingatlah -wahai Ketua Lajnah Dakwah Pimpinan Cabang, Pimpinan Wilayah Al-Irsyad Illegal Surabaya- dengan tazkiyah/rekomendasi Muhammad Arifin terhadap Abduh ZA.
Bukankah Abdullah Hadrami “berani berhubungan dan bekerjasama” dengan Abduh hanya karena menjalankan “tazkiyah” beliau (KANDIDAT DOKTOR) yang lebih senior daripada dirinya?! Dan tentu saja anda telah hafal dan mengetahui “kaidah Emas Ihya’” selanjutnya. Karena itulah nama Abdullah Hadrami “terpaksa” anda sembunyikan dari pandangan umat dari kejahatan kejinya yang dilakukan bersama rekan-rekan senasib seperjuangannya itu. Hasilnya? Kaidah tersebut bengkok dan akhirnya berbunyi “Adapun orang-orang (baca:Abdullah Hadrami) yang bermuamalah dengan Abduh dan kawan-kawannya hanyalah merupakan akibat (dampak) dari rekomendasi tersebut. Kenapa kalian begitu gencarnya memerangi akibat dan tidak memerangi sebab sumber ”malapetaka (baca:tazkiyah Muhammad Arifin)”?..” (Lerai…, hal.237-238)
Sungguh paradoksial yang sangat mengharukan.
Paradoks kesebelas. Membantah Dan Merujuk Di Tempat Yang Sama
Mus$$.or.$$ berkata:
1.“(Syaikh Ali mengatakan : ini Hadits shahih, lihat Al ‘Ilmu Fadhluhu wa syarfuhu hal. 21, dan Al Ustadz Luqman mengatakan: Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani di dalam Al Misykat, lihat Mereka adalah Teroris hal. 44)” (Untaian Akidah Untuk Mukminin dan Mukminah (Bag I)
Penulis: Abu Muslih Ari Wahyudi (Mahasiswa UGM, Staf Pengajar Ma’had Ilmi, Yogyakarta)
Murojaah:Ustadz Abu Saad, M.A.
2.“Dan bagi para pembaca yang ingin membaca keterangan yang menjelaskan bahwa Al Firqatun Najiyah adalah Ath Tha’ifah Al Manshurah juga sama dengan Ahlul Hadits maka silakan baca buku Mereka Adalah Teroris cet. I hal. 77-95. Semoga Allah merahmati para ustadz kita dan menyatukan mereka dalam barisan dakwah Salafiyah dalam membumihanguskan gerombolan dakwah Ahlul bid’ah, …Aammiin.” (Mengenal Manhaj Salaf, Disusun oleh:Departemen Ilmiah Divisi Bimbingan Masyarakat, Lembaga Bimbingan Islam Al-Atsary Yogyakarta)
Dan masih pula diberikan suatu catatan: Mohon kepada ikhwah sekalian untuk menyebarluaskan risalah ini secara utuh tanpa merubah content dan memenggal tulisan di dalamnya, serta jangan lupa untuk tetap mencantumkan sumbernya (mus$$.or.$$). Jazaakumullahu khoiron…
Apakah masih harus kita jelaskan kepada dua sejoli yang kebingungan itu bahwa Abu Sa’ad adalah pembesar mus$$.or.$$? Apakah masih harus kita buktikan bahwa LBIA adalah pemilik sah dan meyakinkan situs mus$$.or.$$? Tidakkah lebih terhormat bagi Muhammad Arifin dan Firanda untuk menghapus anjuran mus$$.or.$$ agar merujuk pada buku MAT karya ustadz Luqman Ba’abduh sebelum sejoli ini membantah “sikap ekstrim, keras dan berlebih-lebihan” serta membeo, taklid dan latahnya beliau pada kata “teroris”? Bukankah 2 contoh rekomendasi di atas merupakan bukti tak terelakkan bahwa mus$$.or.$$ juga membeo, taklid, latah dan menyetujui “sikap ekstrim, keras dan berlebih-lebihan” ustadz Luqman? Paradoks lagi paradoks lagi. Pelan…pelan wahai ustadz pasca sarjana Universitas Islam Madinah, janganlah anda menulis artikel ketika kebingungan melanda. Akibatnya? Bukankah umat dibuat bingung dengan sikap plin-plan dan membingungkan mus$$.or.$$, Abu Sa’ad, Muhammad Arifin dan Firanda?
Paradoks keduabelas. Abduh Tidak Menjual, Kapan Luqman Ba’abduh Membelinya?
Dua sejoli berkata:”Bila kita membaca isi kedua buku ini, niscaya kita akan berkesimpulan bahwa kedua buku ini: “Bagaikan Timur dan Barat” dan “Bagaikan Api dan Air”, saling bertentangan dan saling menghujat.” (Pengantar).
Perhatikan kalimat “saling menghujat”. Bagaimana bisa dikatakan demikian sementara buku MAT ditulis bukan untuk menanggapi “hujatan” Abduh? Bukankah ketika MAT diluncurkan hujatan Abduh belum lahir? Dari mana alur berfikir dua sejoli mahasiswa pasca sarjana itu berangkat sehingga berkesimpulan saling menghujat?
Bagaimana mengharap bayangan bisa tegak lurus kalau batangnya sudah bengkok?
Jadi? Sebaiknya anda berdua menutup dulu serial bantahan ini dan membeli buku “Aku Melawan Teroris”nya Imam Samudra al-Khariji sebelum kesimpulan-kesimpulan lainnya menjadi salah arah dan “semangkin” tidak terarah. Tidaklah adil jika dua sejoli ini langsung mengambil jalan pintas memvonis ustadz Luqman:”bertindak ceroboh dan hanyut dalam luapan emosi, ekstrim dan keras, berlebih-lebihan” sementara mereka berdua belum membaca buku AMT-Imam Samudra yang menyebabkan beliau dan seluruh Salafiyyin yang “asli” bangkit “amarah” dan “emosinya” sementara beliau-beliau ini tenang-tenang saja (silakan baca kembali ucapan-ucapan jahat Imam Samudra) . Jangan dengan sederet huruf “emosi” anda berdua melakukan paradoksial “vonis mutlak”. Tidaklah setiap emosi itu salah dan keliru sebagaimana tidak setiap kelembutan dan kata-kata sopan itu merupakan bukti kebenaran dakwah anda. “Kelembutan dan kesopanan serta pijatan nyaman” Jama’ah Tabligh adalah contoh yang bagus bagaimana sebuah kesesatan dijajakan kepada umat dengan label perasaan dan tutur kata yang sopan. Kebencian karena Allah adalah Haq sebagaimana cinta yang tumbuh karena Allah.
Jadi, jangan permainkan umat dengan bahasa naluri dan perasaan anda! Jangan lupa, luruskan kebengkokan Pustaka al-Kautsar yang menjadi motor peperangan terhadap Salafiyyah dan dakwahnya, bersihkan tazkiyah anda terhadap musuh dakwah semacam Abduh ZA dan spesialis analis pengembara “alam pikiran syetan” Hartono Ahmad Jaiz, Imam Samudra al-Khariji dan saudara senasib seperjuangan, Abdullah Hadrami yang ilmunya sangat luar biasa dan tidak kalah dengan Syaikh (pujian Jalaluddin, ustadz Ikhwani yang sama sekali tidak diingkarinya). Silakan resapi ajakan dan seruan pengkafiran yang diteriakkan manusia berdarah dingin Imam Samudra serta seruan biadabnya untuk terus melakukan bombing dan kekacauan!!
Dan … kita tunggu bantahan pelan-pelan dan lemah lembut dari paduka sekalian. Allahul Musta’an.
abu dzulqarnain abdul ghafur al-malanji————–
1Di dalam buku Pintar Bahasa Indonesia untuk SMP dalam bab Gaya Bahasa Pertentangan disebutkan:”Gaya bahasa pertentangan terdiri dari gaya bahasa paradoks, antitesis, okupasi dan kontradiksi interminis. Paradoks yaitu gaya bahasa yang hanya menampakkan arti kata yang berlawanan dengan obyek sebenarnya. Contoh:…Bagaikan ayam mati di dalam lumbung.” (Drs. Bambang Marhijanto, Gitamedia Press, Surabaya, tt, hal.130-131). Intinya, paradoks adalah bahasa resmi (serapan) sebagaimana dijelaskan dalam buku Pintar bahasa Indonesia untuk SMP! Semoga tidak ada warganegara Indonesia berpendidikan tinggi bahkan pasca sarjana yang sedang berupaya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar yang menuduh pemerintah Indonesia hanya “bisa” membeo, latah dan taklid kepada negara lain.
2 Terlalu menggebu-gebu memberikan komentar untuk membela isi artikel Muhammad Arifin dan Firanda tetapi justru akhirnya malah menghantam link mereka berdua!! Inilah paradoks yang dipertontonkan oleh sang “Pecinta Sunnah:”Tambahan lagi, kata Al-Irhab dalam bahasa arab tidak dapat serta merta harus diartikan dengan “terorisme”, karena dalam al-Qur’an kata “Al-Irhab” ada yang bermakna baik (silahkan lihat VCD ceramah Syaikh Ali Hasan Al-Halabi waktu ngisi ceramah tentang terorisme di Masjiq Istiqlal), jadi kata Al-Irhab tidak mesti artinya harus “teroris” apalagi istilah “teroris” sudah memiliki konotasi yang sangat jelek di seluruh dunia! (komentar artikel Antara…bag.10, 11.9.06 / 10am, mus$$ or $$)
3 :”Sehingga umat digiring opininya untuk melihat dan mengakui bahwa Salman Al ‘Audah, Safar Al Hawali, Usamah Bin Laden, Aiman Azh Zhawahiri dan para tokoh teras neo-khawarij lainnya adalah sebagai ulama, mujahid dan pahlawan yang harus didengar dan diikuti fatwa-fatwanya.” (ibid, hal.14)
4 Jadi, betapa anehnya ketika sejoli ini menegaskan keyakinannya bahwa tuduhan “teroris’ hanyalah ditujukan kepada umat Islam sebagaimana pernyataannya: “Akan tetapi kenapa umat islamlah yang saat ini selalu dicurigai sebagai teroris, atau dituduh berpaham teroris?!…Momok semacam ini senantiasa diarahkan kepada umat Islam, dan tidak pernah ditujukan kepada selain mereka.” (Antara…, Bag.10)
Tampaknya merekalah yang terpengaruh dan terkooptasi strategi “katak dalam tempurung” dan taktik “kaca mata kuda” yang dikendalikan oleh alur “permainan” orang-orang luar itu. Bukankah belum ada yang menghapus Srilanka dari peta dunia? Jadi bagaimana mungkin dunia ini menjadi sesempit daun kelor bagi beliau berdua?
5Salafiyyun, apakah anda sekalian tidak diajari untuk menghormati para ulama Ahlus Sunnah? Dan apakah para ulama Ahlus Sunnah juga memberi teladan –sebagaimana ‘ustadz’ ini yang mengaku dengan bangganya sebagai murid Syaikh Utsaimin rahimahullah- kepada kita semuanya untuk menghormati ulama’ yang menyimpang (su’) ? Pengibar panji-panji hizbiyyah? Penyeru dakwah Ikhwanul Muslimin? Penyeru pengkafiran terhadap masyarakat muslimin? Penghina Nabi-Nabi Allah? Maka jawablah dengan kejujuran iman anda, wahai Abdullah (Hamba Allah) yang Shaleh Hadrami.