Tahapan-Tahapan Dalam Menasehati Abdurrahman Al-Mar’i

Bismillahirrohmanirrohim. o

tahapan-tahapan dalam menasehati abdurrahman al mar i

SUMBER-SUMBER AIR UNTUK ORANG YANG KEHAUSAN
(Tentang Penyebutan Tahapan-Tahapan Pemberi Nasehat kepada Ibnu Mar’i, Abdurrahman)
—————————————-

بسم الله الرحمن الرحيم.
والحمد لله، والصلاة والسلام علی رسول الله وعلی آله وصحبه ومن والاه.
أما بعد:

Sesungguhnya fitnah ini، yang benderanya dibawa dan apinya dinyalakan oleh Abdurrahman bin Mar’i al-Adeny, telah diketahui oleh banyak orang, walillaahil hamd.

Hanya saja, bahwasanya muncul kerancuan pada sebagian ikhwan kita pada beberapa perkara, sehingga ia menjadi bingung dan goncang, di mana mereka mengatakan: “Jika kesalahan-kesalahan ini terjadi pada masa lalu, maka kenapa tidak dibantah pada waktu itu juga?”.

Diantara mereka ada yang mengatakan: “Kenapa kalian tidak bersabar, lalu saling menasehati Abdurrahman Mar’i, semoga saja dia mau ruju’ “

Dan jawabannya adalah:

▪Ketahuilah (semoga Allah memberi taufik kepada kami dan anda semua), bahwasanya para pemberi nasehat sudah menjalani beberapa tahapan bersama Abdurrahman Mar’i, yaitu:

1. Tahapan pertama:
Tahapan menasehati secara sembunyi untuk kesalahan-kesalahannya pada masalah aqidah dan manhaj, di antaranya aku juga telah menasehatinya pada beberapa perkara. Dan saudara-saudaranya pun telah menasehatinya (dan jumlah mereka banyak), diantara mereka adalah Syaikh Arafat al-Muhammady, Syaikh Muhammad bin Ghalib, Syaikh Abul Khatthab al-Liby, Syaikh Shalah Kantusy, dan saudara kami alFadhil Abdurrahman al-Jazairy dan selain mereka. Bahkan sebagian ikhwah (yang mereka pada hari ini termasuk orang yang fanatik padanya) juga menasehati dan mencaci-makinya. Namun, bukan kesudahan yang disebutkan. Dan kaidah yang selalu Abdurrahman Mar’i ulang-ulang pada kami ketika kami menasehatinya adalah: “Nasehatilah aku namun jangan paksa aku (untuk mengikuti nasehat itu)!”

2. Tahapan kedua:
Pemberian nasehat oleh sebagian Ulama kita kepada Abdurrahman Mar’i, di antara mereka adalah Syaikh Rabi’, Syaikh Ubaid al-Jabiry, Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab al-Wushaby, dan selain mereka.

3. Tahapan ketiga:
Menyerahkan perkara-perkara ini kepada Syaikh al-Wushabiy, hal itu terjadi ketika kami pergi untuk suatu dakwah ke Hudaidah, hampir sekitar 1,5 tahun (atau lebih) yang lalu. Maka Abdurrahman pergi membicarakan kejelekan sebagian kami (sebagaimana Abdurrahman Mar’i juga membicarakanku dengan hal itu) pada Syaikh alWushobiy. Maka aku masuk bersama al-Akh Shalah Kantusy dan alAkh Munir as-Si’diy menemui Syaikh al-Wushabiy. Lalu kami serahkan perkara-perkara ini kepadanya. Dan kami katakan kepadanya bahwa perkaranya bukanlah seperti yang dikatakan oleh Abdurrahman Mar’i kepada anda. Bahkan beliau mengabarkan kepada kami bahwa beliau sudah menasehati Abdurrahman dengan sebagian dari perkara-perkara ini. Kemudian Syaikh al-Wushabiy mengatakan: “Kalian tuliskan kepadaku kesalahan-kesalahan ini, dan aku akan singgah ke Aden dan duduk bersama kalian”.

4. Tahapan keempat:
Yaitu setelah kami kembali dari Hudaidah. Ketika Abdurrahman Mar’i tahu bahwa kami telah menyerahkan perkara-perkara itu kepada Syaikh al-Wushaby, maka dia mengutus beberapa ikhwah kepadaku agar kami menasehatinya. Dan diantara orang yang dia utus kepadaku adalah akhunaa al-Fadhil Akram bin Shalah Arab. Maka akupun pergi bersama Akram dan akhuna Hani al-Qusybury menemui Abdurrahman Mar’i dan aku sebutkan padanya beberapa kesalahan.

Dan dia berjanji bahwa dia akan meluruskan/memperbaiki kesalahan-kesalahan ini. Lalu dia meluruskan sebagian dari kesalahan ini.

5. Tahapan kelima:
Aku melihat bahwa Abdurrahman Mar’i ingin meredakan perkara-perkara ini saja. Dan aku tidak merasakan kejujuran  dalam proses meluruskan kesalahan tadi. Maka aku menghubungi salah satu murid Syaikh al-Wushaby dan aku katakan padanya: “Kabarkanlah kepada Syaikh bahwa kami menunggu beliau sesuai perjanjian”.
Lalu jawaban Syaikh al-Wushabiy ketika itu kepada utusan ini: “Kabarkan pada Abul Abbas bahwa aku telah memasrahkan perkara ini diantara mereka”, pada saat kami tidak melihat ada sedikit solusi dari perkara ini.

6. Tahapan keenam:
Yaitu tahapan tenang, karena kami tidak ingin mendahului ulama sedikitpun. Dan pada waktu ini muncullah perkara Watsiqah Hutsiyyah yang ditetapkan oleh Muhammad al-Imam. Dan mulailah para thullab asing berdatangan ke Fiyusy setelah fatwa dari Syaikh Ubaid al-Jabiry.

Dan karena kondisi Abdurrahman yang fanatik kepada Muhammad al-Imam, mulailah dia bersikap keras kepada ikhwah asing (Ghuraba’). Dan yang termasuk diantara sikap keras tersebut adalah usaha mendeportasi mereka dan menuduh mereka sebagai Jihadis (al-Qaeda).

7. Tahapan ketujuh:
Tatkala Abdurrahman Mar’i tahu bahwa kami pergi menemui para pejabat penanggung-jawab dalam rangka menolong saudara-saudara kami al-Ghuraba’, maka Abdurrahman mulai khawatir kepada kami karena kami sudah mengetahui hakikat masalah pendeportasian al-Ghuraba’.

Lalu Abdurrahman mulai melemparkan pada kami suatu tuduhan, yaitu bahwa kami selalu mengikuti/membuntuti kesalahan-kesalahannya. Dan tidaklah dia melakukan itu kecuali untuk mengubur masalah al-Ghuraba’.

Lalu lima orang pandai mendatangi kami untuk berdamai. Dan diantara point-point yang kami (Syaikh Abbas alJaunah, Syaikh Abul Khatthab, Syaikh Shalah Kantusy, dan Yasin al-Adeny) tulis adalah bahwa kami akan ber-tahkim (meminta keputusan) kepada dua syaikh, yaitu Syaikh Rabi’ dan Syaikh al-Wushabiy.

Dan ketika kondisi keamanan di Hudaidah mengkhawatirkan (pada waktu itu) dan sebagian dari kami juga tidak bisa pergi ke Hudaidah, maka Abdurrahman mulai melemparkan tuduhan kepada kami bahwa kami kami berpendapat tidak ada ulama di Yaman dan bahwa kami mencela ulama Yaman. Dia juga tidak rela dengan meminta keputusan kepada Syaikh Rabi’. Dia mempersyaratkan pada kami bahwa jika kami ingin pergi menemui Syaikh Rabi’ maka dia akan memberi waktu kepada kita 5 hari saja. Dan ini diucapkan sebelum kantor-kantor (biro perjalanan) umroh dibuka.

8. Tahapan kedelapan:
Yaitu tahapan munculnya jarh dari Syaikh Ubaid al-Jabiry kepada Abdurrahman Mar’i.

9. Tahapan kesembilan:
Kepergian kami untuk umroh dan Abdurrahman Mar’i menolak untuk ber-tahkim pada Syaikh Muhammad bin Hadiy dan Syaikh Rabi’ al-Madkhaly, dari segi dia memberi syarat dan alasan-alasan yang dari sela-selanya para masyayikh  mengetahui bahwa Abdurrahman al-Adeny melarikan diri dari ber-tahkim. Dan sebagian ulama membicarakan Abdurrahman.

10.Tahapan kesepuluh:
Abdurrahman Mar’i mulai mengatakan dalam jalsah-jalsah khusus: “Mereka ini tidak memiliki sesuatupun untuk mendesakku, dan tiada lain yang mereka miliki adalah hasad (dengki)”.

Maka dengan ini ikhwan kami akan mengetahui bahwa para pemberi nasehat sudah bersabar dalam keadaan Abdurrahman terus membuat makar kepada mereka dan melemparkan masalah-masalah besar kepada mereka.

▪Maka kami mulai menjelaskan sebagian kesalahan-kesalahan ini sebagai nasehat dan bentuk kasih sayang padanya, agar dia mau bertaubat dan ruju’. Para pemberi nasehat telah menempuh berbagai sarana dan cara namun tidak bermanfaat baginya karena penentangan dan kesombongannya.

▪Dan jika kita melihat darinya penentangan itu masih berlanjut, maka kami akan mengeluarkan seperti itu sebagian dari kesalahan-kesalahan ini, yang sampai saat ini Abdurrahman Mar’i tidak mampu mendustakan kami dalam hal itu. Dan itu karena pengetahuannya akan adanya bukti-bukti dan saksi-saksi atas hal itu.

Dan agar saudara-saudaraku (hafizhahumullah) tahu bahwa kami mempersyaratkan kepada lima orang pandai agar mereka memaksa Abdurrahman untuk duduk bersama saudara-saudaranya yang bersifat rahasia untuk menasehatinya. Maka Abdurrahman menolak hal itu dan enggan kecuali dilakukan secara terbuka.

Laa haula wa laa quwwata illa billaahil ‘Aliyyil ‘Azhiim…

Ya Allah, kembalikannlah orang-orang yang salah kepada kebenaran, dan ampunilah para makhluk yang melakukan kejahatan kepada kami.

Ditulis oleh:
(Syaikh) Abul ‘Abbas Yasin al-Adeny.
di Aden-Yaman.

Pada hari Sabtu, 4 Rabiuts Tsany 1436 H

▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪

 مناهل الظمآن
في ذكر مراحل الناصحين لابن مرعي عبد الرحمن

بسم الله الرحمن الرحيم، والحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه.
أما بعد : فإن هذه الفتنة التي حمل رايتها، وأوقد شعلتها عبد الرحمن بن مرعي العدني، قد عرفها – ولله الحمد – كثير من الناس.
غير أن بعض إخواننا قد التبس عليه شيء من الأمور، وصار في حيرة واضطراب، حيث إنهم يقولون : إذا كانت هذه الأخطاء قديمة، فلماذا لم تردوا عليه في ذلك الوقت ؟
ومنهم من يقول : لماذا لم تصبروا، وتناصحوا عبد الرحمن مرعي، لعله يرجع ؟!!!
والجواب : اعلموا – وفقنا الله وإياكم – أن عبد الرحمن مرعي قد مشى معه الناصحون على مراحل:
المرحلة الأولى : مرحلة المناصحة السرية لأخطائه العقدية والمنهجية، فقد نصحته أنا بأمور منها، ونصحه إخوانكم – وهم كثيرون – منهم الشيخ عرفات المحمدي، والشيخ محمد بن غالب، والشيخ أبو الخطاب الليبي، والشيخ صلاح كنتوش، وأخونا الفاضل عبد الرحمن الجزائري، وغيرهم، بل ونصحه وشنع عليه بعض الإخوة الذين هم اليوم من المتعصبة له.
ولكن دون نتيجة تذكر، والقاعدة التي يكررها لنا عبد الرحمن مرعي عند أن نناصحه هي : (انصحني ولا تُلزمني).
المرحلة الثانية : مناصحة بعض علمائنا لعبد الرحمن مرعي، منهم الشيخ ربيع، والشيخ عبيد الجابري، والشيخ محمد بن عبد الوهاب الوصابي، وغيرهم.
المرحلة الثالثة : وضعُ الأمور للشيخ الوصابي، وذلك لما ذهبنا دعوة إلى الحديدة قبل ما يقارب السنة والنصف – أو أكثر – ، فذهب عبد الرحمن مرعي يتكلم على بعضنا – كما كلّمني عبد الرحمن مرعي بذلك –  عند الشيخ الوصابي، فدخلتُ أنا والأخ صلاح كنتوش والأخ منير السعدي، على الشيخ الوصابي فوضعنا الأمور عليه، وقلنا له ليس الأمر كما قال لك عبد الرحمن مرعي.
بل وأخبرنا بأنه قد ناصح عبد الرحمن ببعض هذه الأمور.
ثم قال الشيخ الوصابي : اكتبوا لي هذه الأخطاء، وأنا سأنزل إلى عدن ونجلس معكم.
المرحلة الرابعة : وهي بعد رجوعنا من الحديدة، لما علم عبد الرحمن مرعي بأننا قد وضعنا الأمور للشيخ الوصابي. فأرسل عبد الرحمن إلي بعض الأخوة من أجل أن نناصحه.
وممن أرسلهم إليّ أخونا الفاضل أكرم بن صالح عَرَب، فذهبتُ أنا وأكرم وأخونا هاني القشبري إلى عبد الرحمن مرعي، وذكرت له بعض الأخطاء.
ووعد بأنه سوف يصحح هذه الأخطاء. فصحح البعض منها.
المرحلة الخامسة : رأيت عبد الرحمن مرعي أنه يريد أن يهدئ الأمور فقط، ولم أشعر منه الصدق في التصحيح.
فاتصلتُ بأحد طلاب الشيخ الوصابي، وقلت له : أخبر الشيخ بأننا في انتظاره على حسب الوعد.
فكان جواب الشيخ الوصابي لهذا الرسول : أخبر أبا العباس بأني قد حليت القضية بينهم !!!.
بينما نحن لم نرَ شيئًا من هذا الحل !!!.
المرحلة السادسة : وهي مرحلة الهدوء، لأننا لا نريد أن نتقدّم العلماء بأي شيء.
وفي هذا الوقت ظهر أمر الوثيقة الحوثية التي أقرها محمد الإمام، وبدأ الغرباء يتوافدون إلى الفيوش، بعد فتوى من الشيخ عبيد الجابري.
ولكون عبد الرحمن مرعي تعصب لمحمد الإمام، بدأ يشدد على الأخوة الغرباء، والتي من ضمنها السعي في ترحيلهم، واتهامهم بالجهاد (القاعدة).
المرحلة السابعة : لما علم عبد الرحمن مرعي بأننا ذهبنا إلى المسؤولين من أجل أن نشفع لإخواننا الغرباء، بدأ عبد الرحمن يتخوف منا؛ لأننا قد وقفنا على حقائق مسألة ترحيل الغرباء.
فشرع عبد الرحمن يرمينا بالتهم وهي أننا نتتبع أخطاءه، وما ذاك إلا ليدفن قضية الغرباء، فجاءنا الخمسة العقلاء من أجل الصلح، ومن النقاط التي كتبناها نحن – (الشيخ عباس الجونة، والشيخ أبو الخطاب، والشيخ صلاح كنتوش، وياسين العدني) – : أننا نتحاكم عند الشيخين : الشيخ ربيع، والشيخ الوصابي.
ولما كانت الأمور الأمنية في الحديدة مخيفة، ولا يستطيع بعضنا الذهاب إلى الحديدة، بدأ عبد الرحمن يرمينا بتهمة أننا لا نقول في اليمن علماء، وبأننا نطعن فيهم.
ولم يرضَ هو بالتحاكم إلى الشيخ ربيع، فقد اشترط علينا بأننا إذا أردنا أن نذهب إلى الشيخ ربيع بأنه سوف يمهلنا خمسة أيام فقط، وهذا قبل أن تفتح مكاتب العمرة.
المرحلة الثامنة : وهي مرحلة تجريح الشيخ عبيد الجابري لعبد الرحمن مرعي.
المرحلة التاسعة : ذهابنا إلى العمرة، ورفض عبد الرحمن مرعي أن نتحاكم إلى الشيخ محمد بن هادي، والشيخ ربيع المدخلي، بحيث أتى بالشروط والأعذار التي علم المشايخ من خلالها تهرب عبد الرحمن مرعي من التحاكم.
وتكلم بعض أهل العلم في عبد الرحمن.
المرحلة العاشرة : بدأ عبد الرحمن مرعي في الجلسات الخاصة يقول : هؤلاء ليس عندهم عليّ شيء، وإنما هو الحسد.
فبهذا يعلم إخواننا – حفظهم الله – بأن الناصحين قد صبروا، وعبد الرحمن مرعي يمكر بهم، ويرميهم بالعظائم، فبدأنا نبين بعض هذه الأخطاء نصحًا له، ورحمة به، ومن أجل أن يتوب ويتراجع؛ فالناصحون له قد استخدوا جميع الوسائل والأساليب، فلم تنفع معه لعناده وكبره.
وإذا رأينا منه العناد يستمر فسوف نخرج كذلك بعضًا من هذه الأخطاء، التي إلى الساعة لم يستطع عبد الرحمن مرعي أن يُكذبنا فيها وذلك لعلمه بوجود الدلائل والشهود عليها.
وليعلم إخواني – حفظهم الله – بأننا اشترطنا على الخمسة العقلاء أن يُلزموا عبد الرحمن بأن يجلس مع إخوانه جلسة سرية لمناصحته، فرفض عبد الرحمن ذلك، وأبى إلا الفضيحة.
فلا حول ولا  إلا بالله العلي العظيم، اللهم رد المخطئين إلى الحق، واعفُ عن المسيئين إلينا من الخلق.
كتبه: أبو العباس ياسن بن علي العدني
اليمن – عدن
يوم السبت الرابع من ربيع الثاني سنة 1436 هـ.

أصحاب السنة

 Ashhaabus Sunnah

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *