Saya Nasehatkan kepada kalian semua, seluruh saudara dan ikhwan, dengan beberapa wejangan. Saya mengharapkan ganjaran dari Allah semata, dan mengharapkan kebaikan dari amalan yang kalian laksanakan karenanya. Semua yang didasari atas keikhlasan kepada Allah semata.
Pertama: “Bahwa kalian yang sedang mengerjakan amalan ini. Menukilkan ilmu dari Ahlinya dan mengikutinya. Hendaknya didasari karena Thalabul Ilmi, dan didalamnya terdapat fadhilah yang agung.
Dalam sebuah Hadits:”Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapatkan ganjaran semisal dengan orang yang mengerjakannya” (Riwayat Muslim)
Dalam hadits yang lain: “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu karenanya, maka Allah akan mudahkan jalan baginya menuju Surga”. (Riwayat Muslim)
Kedua: “Wajib dikerjakan dengan niat Ikhlas untuk Allah semata”
Allah Ta’ala Berfirman:”Tidaklah mereka diperintah, kecuali agar mereka beribadah kepada Allah, menjalankan Agama ikhlas kepadaNya”.
Tanda keikhlasan adalah, sebandingnya nilai antara pujian dan celaan orang-orang atas dirimu. Demikian juga engkau tidak merasa marah karena suatu nasehat. Maka kemarahanmu (atas suatu nasehat), ini akan mencemari Keikhlasanmu.
Ini menunjukkan, bahwa amalanmu ini sesungguhnya dikerjakan karena Riya’ dan Sum’ah saja (jika marah). Demikian ini terjadi apabila mereka menasehatimu, kemudian engkau menganggap nasehat tersebut seolah-olah celaan, cacian, penghinaan. Lalu engkau justru membantahnya. Demikian ini termasuk kategori Kesombongan yang tentu tercela.
Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam telah mendefinisikan “sombong”. Beliau sabdakan: “Menolak Al Haq dan Merendahkan orang lain”–(yaitu merendahkan dan melecehkan orang lain)–
Maka jangan sekali-kali engkau membantah nasehat, terlebih lagi bila ditopang dengan hadits. Demikian ini akan menyebabkan dirimu akan hancur binasa, dan engkau akan tertimpa fitnah yaitu kesyirikan.
Allah Ta’ala berfirman, (artinya):”Hendaknya berhati-hati bagi siapa saja yang menyelisihi perintah Rasul-Nya, berakibat mereka akan ditimpa fitnah, ataukah mereka juga akan ditimpa dengan adzab yang pedih”. (An Nur:63).
Al Imam Ahmad menuturkan:” Apakah kalian tahu yang dimaksud dengan Fitnah? Yaitu kesyirikan”.
Seseorang yang membantah Hadits, maka akan berakibat, Allah akan menimpakannya dengan kesyirikan.
Maka terimalah suatu nasehat, jangan engkau membantahnya, jangan pula engkau membalasnya dengan nasehat yang lainnya. Demikian itu bukanlah amalan orang-orang generasi yang terdahulu.
Rasulu Rabbul Alamin Shallallahu alaihi wa sallam, ketika ada seorang yahudi mengatakan kepadanya: “Kalian ternyata berbuat kesyirikan, kalian mengatakan –“Jika Allah DAN Dirimu Menghendaki”–“.
Rasulullah waktu itu tidak membalas dengan ucapan :”Kalian sendiri juga berbuat kekufuran, kalian menyatakan “Allah itu faqir, sedangkan kami adalah orang-orang Kaya!”.
Bahkan Rasulullah Shallallahu alaihi Wa Sallam menerima nasehat tersebut, padahal ia seorang yahudi. Maka Beliau sampaikan kepada Para Sahabatnya :”Hendaknya kalian katakan,–“Jika Allah menghendaki, KEMUDIAN engkau juga menghendakinya”.
Beliau tidak khawatir dengan celaan manusia hanya karena sebab Kembali kepada Al Haq. Tentunya Allah akan mengangkat derajat seorang yang menegakkan Al Haq, Ruju’ kepada Al Haq. Sebaliknya, Allah akan hinakan orang yang bertahan diatas kebathilan, karena didasari riya’ dan sum’ah.
Maka janganlah suatu nasehat justru dibalas dengan nasehat, bahkan semestinya ia terima nasehat tersebut dengan lapang dada, karena itu adalah Al Haq.
Ketiga:
Hendaknya berprasangka baik kepada orang yang telah menukilkan nukilan dari semua yang dikutip dari Al Kitab, Ilmu dan Para Ulama. Kemudian ia arahkan kutipan tersebut pada sebaik-baik kemungkinan.
Jangan ia katakan :”Wah itu yang dimaksudkan adalah saya, membuka aib saya”, dengan adanya kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
Sebagaimana demikian ini telah diriwayatkan dari Umar Radhiyallahu anhu: “Jangan kalian beranggapan bahwa kalimat yang meluncur dari lisan saudaramu itu adalah kejelekan, sedangkan kalian bisa membawa kepada kemungkinan yang baik”.
Dalam Shahih Al Bukhari, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu Marfu’ (dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam): “Berhati-hatilah kalian dengan Prasangka. Karena prasangka adalah seburuk-buruk ucapan”.
Keempat:
Janganlah kalian sibuk dengan menilik WhatsApp (Dengan sikap-sikap kalian selalu menunggu komentar yang memuji ucapan kalian), sehingga melalaikan dari Thalabul ilmi, beramal shalih, Bertasbih, Qiyamul Lail, Shalat Dhuha, Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Semestinya hal itu dikerjakan karena sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan karena mengharapkan pujian manusia.
Demikian pula seharusnya, jangan sampai menyibukkan dirimu sehingga lalai untuk bercengkrama bersama keluargamu dengan kelembutan. Bersama Ibu bagi anak-anakmu, dan belahan hatimu.
Allah berfirman (artinya):”Bersikaplah kepada istri-istrimu dengan cara yang ma’ruf”
Demikian pula, orang yang paling utama didalam صلة (menyambung kekeluargaan): Dialah Ibu, Ibu, Ibu kemudian Ayah.
Dalam Shahih Al Bukhary: Ada seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, dan ia berkata: Wahai Rasulullah, Siapakah orang yang paling pantas untuk aku perlakukan dengan baik? Beliau jawab:”Ibu-mu”. Kemudian siapa lagi? Beliau jawab:”Ibu-mu”. Kemudian siapa lagi? Beliau jawab:”Ibu-mu. Kemudian siapa lagi? Beliau jawab:”Ayah-mu”.
Kenyataannya perilaku sebagian orang menunjukkan: Whatss, kemudian whatss, kemudian whatss.
Sehingga Alhasil, WhatsApp telah menyibukkan diri mereka dari Al Birr, amalan-amalan Al Haq dan As Sunnah. Sehingga mereka sering menengoknya, dan banyak berkomentar dengan berbagai pernyataan.
Allah Ta’ala berfirman (artinya):”Bermegah-megahan telah melalaikanmu. Sampai kalian mendatangi kubur”.
Maka janganlah kamu sibuk menunggu pujian manusia, takut dari kritikan mereka atas pernyataanmu, ataupun takut komentar mereka atas diskusimu.
Hendaknya engkau banyak mengingat kubur, beramal untuk hari akhirat, membaca Al Qur’an yang kebaikannya dihitung tiap hurufnya, sedangkan satu kebaikan dihitung sepuluh kali lipatnya.
Seringnya dirimu menilik WhatsApp karena mengharapkan keramahan manusia, dan pujian mereka yang diposisikan lebih besar daripada Kitabullah. Demikian ini menunjukkan engkau lebih mencintai pujian manusia dibanding kecintaanmu kepada Allah Subhanah. Maka tidaklah seseorang mendekatkan diri kepada Allah sebanding dengan yang Allah berikan kepadanya. Jadikanlah bagi dirimu sesuatu yang datang dari Kitabullah.
Wassalamualaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh
Ditulis oleh Saudara Kalian:
Abu Abdillah Mahir bin Dzhafir Al Qahthany
Kamis/13 Rajab 1434 H
-selesai-
(alih bahasa:hamzah rifai)
توجيه الشيخ ماهر القحطاني لمستخدمي الواتساب whatsApp في نشر الخير
بسم الله الرحمن الرحيم
أوصيكم معشر الاصحاب والاخوة بوصايا ارجو بها من الله الثواب ثم منكم العمل بها مخلصين له الدين.
أولاً:
انكم في عملكم هذا بنقل العلم عن أهله ومتابعته بنية طلب العلم في فضل عظيم، ففي الحديث: ” من دل على خيرٍ فله مثلُ أجر فاعله ” (رواه مسلم).
وفي حديث آخر: ” … ومن سلك طريقاً يلتمس فيه عِلماً، سهّل اللهُ له به طريقاً الى الجنة ” (رواه مسلم).
ثانياً:
يجب اخلاص النية لله.
قال تعالى: ﴿وما اُمِروا الا ليعبدوا الله مخلصين له الدين﴾ (سورة البينة: 5)
وعلامته ان يستوي عندك مدح الناس وقدحهم وأن لا تغضب من النصيحة،
فغضبك يخدش في اخلاصك.
فمرادك بعملك اذا كان للناس رياءً وسمعة،
فإنهم اذا نصحوك فستكون النصيحة عندك ذماً وشتماً وفضيحة فتردها،
فهذا من الكبر المذموم،
فقد عرف النبي صلى الله عليه وسلم الكِبْر فقال: بطر الحق وغمط الناس. (اي ازدراءهم واحتقارهم).
فلا ترد النصيحة، وخاصة اذا دعمت بالحديث، فتهلك وتبتلى بالفتنة وهي الشرك،
قال تعالى: ﴿فليحذر الذين يخالفون عن أمره ان تصيبهم فتنة او يصيبهم عذاب اليم﴾ (سورة النور: 63).
قال الامام احمد: اتدري ما الفتنة؟ الشرك.
يرد الرجل الحديث فيبتليه الله بالشرك.
فاقبلها ولا تردها ولا تقابلها بنصيحة، فليس ذلك من عمل الاولين،
فرسول رب العالمين صلى الله عليه وسلم لما قال له يهودي: انكم تشركون تقولون ” ما شاء الله وشئت “،
لم يقل له الرسول: ” وانتم تكفرون تقولون الله فقير ونحن اغنياء! ”
بل قَبِلَ منه وهو يهودي، فقال لأصحابه قولوا ” ما شاء الله ثم شئت “.
ولم يخف من مذمة الناس بالرجوع للحق،
فالله يرفع صاحب الحق الراجع اليه ويخفض المصر على الباطل رياءً وسمعة.
فما رد النصيحة بنصيحة، بل قبلها وأذاعها لأنها حق.
ثالثاً:
أن يحسن كل من الكتاب ونقلة العلم للعلماء الظن بصاحبه فيحمل كلامه على احسن المحامل ولا يقول ” يقصدني، يعيرني ” مع احتمال الكلام،
كما روي عن عمر رضي الله عنه: ولا تظن بكلمة خرجت من اخيك شرا وانت تجد لها في الخير محملاً.
وفي صحيح البخاري عن ابي هريرة رضي الله عنه مرفوعاً: ” اياكم والظن، فإن الظن اكذب الحديث “.
رابعاً:
الا يشغلكم كثرة النظر في الواتساب (وما تنتظرونه من المدح لمقالاتكم) عن القرآن وطلب العلم والعمل الصالح من التسبيح وقيام الليل وصلاة الضحى والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، تقرباً لله لا لمدحة الناس.
وكذلك ينبغي الا يشغلك ذلك عن مسامرة العشيرة اللطيفة أُم عيالك وسلوة فؤادك، قال تعالى: ﴿وعاشروهن بالمعروف﴾.
وكذلك الاعظم في الصلة: الام ثم الام ثم الام ثم الاب.
وفي البخاري أن رجلاً جاء إلى رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسولَ اللهِ، من أحقُّ الناسِ بحُسنِ صَحابتي؟ قال: “أُمُّك”. قال: ثم من؟ قال: “ثم أُمُّك”. قال: ثم من؟ قال: “ثم أُمُّك”. قال: ثم من؟ قال: “ثم أبوك”.
ولسان الحال عند البعض: الواتس ثم الواتس ثم الواتس!
اشغلهم الواتساب عن البر والعمل بالحق والسنة فأكثروا المطالعة والمكاثرة بالمقالات.
قال تعالى: ﴿ألهاكم التكاثر حتى زرتم المقابر﴾. فلا يشغلك انتظار مدح الناس والخوف من قدهم لمقالاتك وجواباتهم لمحاوراتك
عن تذكر القبر والعمل للآخرة وقراءة القرآن، فكل حرف بحسنة والحسنة بعشر امثالها.
ومطالعتك للواتساب طلباً للأُنس بالناس وحب مدحهم اكثر من كتاب الله، دليل على تقديمك حبهم على حبه سبحانه، فما تقرب اليه احد بمثل ما خرج منه، فاجعل لك ورد من كتاب الله.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
كتبه أخوكم:
أبو عبد الله ماهر بن ظافر القحطاني
الخميس 13 رجب 1434 هـ – 23 أيار 2013 م
Baca artikel terkait: