Hukum Menukil Ucapan Ahli Bid’ah (Bag. 2)
oleh: Ihab Asy-Syaafi’i Hafizhahullah
Berkata Syaikh Zaid Al-Madkhali dangan memberi catatan:
وقد حذر سلفنا الصالح رضوان الله عليهم ـ من النظر في كتب المبتدعة لما يترتب على ذلك من المفاسد العظيمة فإن القلوب ضعيفة والشبه خطافة ومما يؤسف له أن كثيرا من الشباب اليوم يقرؤون في كتب أهل الأهواء والضلال ويربون أنفسهم عليها ثم يعودون حربا على السنة وأهلها وحربا على منهج السلف الحق ، فإنا لله وإنا إليه راجعون
“Sungguh para ulama salaf saleh-semoga Allah meridhai mereka- telah memberi peringatan dari melihat kitab-kitab ahli bid’ah, disebabkan pengaruh yang ditimbulkan berupa mafsadah yang besar, karena sesungguhnya hati-hati itu lemah, sedangkan syubhat sangat cepat menyambar.
Yang sangat disayangkan bahwa kebanyakan dari para pemuda sekarang membaca kitab- kitab pengekor hawa nafsu dan kesesatan, dan mendidik diri- diri mereka diatasnya, lalu setelah itu mereka kembali dengan memerangi ahlus sunnah dan para pengikutnya, dan memerangi manhajus salaf yang haq. Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilaihi Rooji’uun.”
Dan hal ini tidak hanya dilakukan oleh para imam Salaf terdahulu saja, namun juga para ulama dimasa kini yang memiliki andil dalam membahas perkara ini. Syaikh Zaid Al-Madkhali Hafizhahullah telah menukil dalam kitab Beliau yang sama dari sikap Al-Allamah Muqbil bin Hadi Rahimahullah:
Fatwa Muhaddits Negeri yaman Muqbil Al-Wadi’i Rahimahullah: untuk membakar kitab “Al-khuthut al-Ariidhah” tulisan Abdurrazzaq Asy-Syaayiji (Salah seorang murid Abdurrahman Abdul Khaliq, mufti Ihya At-Turats, pent). Berkata Syaikh dalam kaset “dibalik pengeboman yang terjadi di dua negeri tanah suci.”:
“Fatwa saya atas kitab ini adalah dibakar.”
Syaikh (Rahimahullah) juga memberi peringatan dari majalah As-Sunnah yang diterbitkan oleh Muhammad Surur, Beliau berkata: “ Lebih tepat jika disebut majalah bid’ah”.
Aku berkata:
Demikian pula Al-Allamah Saleh Al-Fauzan Hafizhahullah, Beliau ditanya:
“Apa pendapat yang benar tentang membaca kitab-kitab ahli bid’ah dan mendengar kasetnya?.”
Beliau menjawab: “Tidak boleh membaca kitab-kitab ahli bid’ah dan mendengar kaset-kaset mereka kecuali bagi yang ingin membantah mereka dan menjelaskan kesesatannya.”
(Al-Ajwibatul mufidah:70)
Syaikh Khalid Azh-Zhafiri Hafizhahullah telah menukil ijma’ para ulama untuk meninggalkan melihat kitab-kitab ahli bid’ah, dalam kitab Beliau “Ijma’ul Ulama alal hajer wat-tahdzir min ahlil ahwaa’,hal:50-51)
Perkataan Imam Abu Manshur Ma’mar bin Ahmad yang diriwayatkan oleh Abul Qasim Al-Ashfahani dalam kitabnya “Al-hujjah fii bayaanil mahajjah”, Ia Berkata:
Telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Abdul Ghaffar bin Asytah, ia berkata: Telah memberitakan kepada kami Abu Manshur Ma’mar bin Ahmad berkata:
ولما رأيت غربة السنة، وكثرة الحوادث، واتباع الأهواء، أحببت أن أوصي أصحابي وسائر المسلمين بوصية من السنة وموعظة من الحكمة وأجمع ما كان عليه أهل الحديث والأثر، وأهل المعرفة والتصوف(5 ) من السلـف المتقدمين والبقية من المتأخرين. فأقول – وبالله التوفيق
“Tatkala aku melihat keasingan sunnah, banyaknya kejadian (yang menyimpang) dan mengikuti hawa nafsu, Aku ingin memberi wasiat kepada para sahabatku dan kepada seluruh kaum muslimin dengan sebuah wasiat dari sunnah dan nasehat yang penuh hikmah, yang telah disepakati oleh ahlul hadits wal atsar, dan ahlul ma’rifah dan tashawwuf[1] dari para ulama salaf terdahulu dan yang terbelakang. Maka Aku berkata –semoga Allah memberi taufik-, lalu Beliau menyebutkan diantaranya:
“Diantara sunnah adalah meninggalkan pendapat dan qiyas dalam agama, meninggalkan perdebatan dan pertengkaran, meninggalkan untuk membuka pintu bagi kelompok pengingkar takdir (Qadariyah) dan ahli kalam, dan meninggalkan melihat kitab- kitab ahli kalam dan ahli nujum. Ini merupakan perkara sunnah yang telah disepakati oleh umat,yang diambil dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berdasarkan perintah Allah Tabaraka Wa Ta’ala.”
Berkata Syaikh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin Rahimahullah:
ومن هجر أهل البدع ترك النظر في كتبهم خوفاً من الفتنة بها ، أو ترويجها بين الناس ، فالابتعاد عن مواطن الضلال واجب لقوله صلى الله عليه وسلم في الدجال من سمع به فلينأ عنه ، فوالله إن الرجل ليأتيه وهو يحسب أنه مؤمن فيتبعه مما يبعث به من الشبهات. رواه أبو داوود . قال الألباني: وإسناده صحيح لكن إن كان الغرض من النظر في كتبهم معرفة بدعتهم للرد عليها فلا بأس بذلك لمن كان عنده من العقيدة الصحيحة ما يتحصن به وكان قادراً على الرد عليهم ، بل ربما كان واجباً ، لأن رد البدعة واجب، وما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
“Diantara bentuk boikot terhadap ahli bid’ah adalah meninggalkan untuk melihat kitab-kitab mereka karena khawatir terjatuh kedalam fitnah, atau menjadi laris dikalangan manusia, maka menjauhkan diri dari pintu-pintu kesesatan merupakan hal yang wajib berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tentang Dajjal:
من سمع به فلينأ عنه فوالله إن الرجل ليأتيه وهو يحسب أنه مؤمن فيتبعه مما يبعث به من الشبهات
“Barangsiapa yangmendengarnya, maka hendaknya ia menjauh darinya. Demi Allah, sesungguhnya seseorang mendatanginya dalam keadaan dia menyangka bahwa dia (Dajjal) adalah seorang mukmin, sehingga dia mengikutinya dari apa yang dia sebarkan dari berbagai syubhat.”
(HR.Abu Dawud dari Imran bin Hushain, dishahihkan Al-Albani)
Namun apabila tujuan melihat kepada kitab-kitab mereka adalah untuk mengetahui bid’ah mereka agar dibantah, maka tidak mengapa yang demikian itu, bagi yang memiliki aqidah yang benar untuk membentengi diri , dan dia memiliki kemampuan untuk membantah mereka, bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib, sebab membantah bid’ah hukumnya wajib, dan apa yang tidak sempurna dalam melakukan suatu amalan yang wajib kecuali dengannya maka iapun menjadi wajib.”
(Syarah lum’atul i’tiqad: 100)
Beliau hanya mengecualikan dari menukil dari kitab-kitab ahli bid’ah adalah untuk membantahnya dan menjelaskan penyimpangannya.
Jika ada yang berkata: Kami mengambil yang benarnya dan meninggalkan yang batil.
Maka saya menjawab seperti jawaban Syaikh Khalid Azh-Zhafiri:
“Memang benar, bahwa kebenaran itu diambil dari siapa saja yang mengucapkannya, dan salafus saleh tidak ragu dalam hal menerima kebenaran. Namun bersamaan dengan itu, mereka sama sekali tidak mengatakan: “Ambillah kebenaran dari kitab-kitab ahli bid’ah dan tinggalkan batilnya,” bahkan mereka berteriak dengan keras untuk meninggalkannya secara menyeluruh, bahkan mereka mewajibkan untuk melenyapkannya. Sebab kebenaran yang ada didalam kitab-kitab ahli bid’ah pada hakekatnya diambil dari al-kitab dan as-sunnah, maka wajib bagi kita untuk mengambil kebenaran itu dari sumbernya yang asli, yang tidak dilumuri kotoran dan tidak pula bid’ah, sebab ia merupakan mata air yang jernih dan air yang sangat tawar.” Selesai penukilan.
(Ijma’ul ulama alal hajer wat tahdzir min ahlil ahwa’:50)
Nabi Shallallah Alaihi Wasallam telah mengingkari Umar bin Khaththab Radhiallahu anhu ketika datang kepadanya sebuah kitab yang berasal dari ahli kitab, meskipun didalamnya terdapat kebenaran . Diriwayatkan dari Jabir Radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam : tatkala Umar Radhiallahu anhu datang kepada Beliau lalu berkata: Sesungguhnya kami mendengar beberapa ucapan Yahudi, dan kami kagum. Apakah menurutmu boleh kami menulis sebagiannya? Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
أمتهوكون أنتم كما تهوكت اليهود والنصارى ؟ لقد جئتكم بها بيضاء نقية ولو كان موسى حيا ما وسعه إلا اتباعي
“Apakah kalian orang- orang yang bimbang seperti bimbangnya Yahudi dan Nashara? Sungguh aku telah membawakan kalian syariat yang putih dan bersih. Jika seandainya Musa Alaihis salam hidup sekarang ini, maka tidak dibolehkan baginya melainkan dia harus mengikuti aku.”
(HR.Ahmad, Baihaqi dalam kitab syu’abul iman, dan dihasankan Al-Albani dalam al-misykaah)
Telah ditanya Syaikh Rabi’ Al-Madkhali Hafizhahullah –Beliau adalah pembawa panji al-jarah wat-ta’dil dizaman ini- dalam sebuah kaset yang berjudul “Liqaa’ ma’as salafiyyin al-falasthiniyyin”, Berikut teks pertanyaanya:
“Wahai Syaikh kami yang mulia, apakah boleh mengambil manfaat dari kitab- kitab ahli bid’ah jika ditulis sebelum mereka menyimpang, atau setelahnya namun tidak terdapat penyimpangan dan bagus dalam satu permasalahan tertentu? Beliau menjawab:
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه أما بعد
Jawaban atas pertanyaan ini, saya mengatakan:
إن في كتاب الله وفي سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وفي تراث سلفنا الصالح الطاهر النظيف ما يغني عن الرجوع إلى كتب أهل البدع…….. سواءً ألفوها قبل أن يقعوا في البدع أو ألفوها بعد ذلك؛ لأن من مصلحة المسلمين إخماد وإخمال ذكر أهل البدع
فالتعلق بكتبهم بقصد الاستفادة يرفع من شأنهم ويعلي منازلهم في قلوب كثير من الناس، ومن مصلحة المسلمين والإسلام إخماد وإخمال ذكر رؤوس البدع والضلال.
وما يخلو كتاب من الحق ، حتى كتب اليهود والنصارى وطوائف الضلال تمزج بين الحق والباطل
فالأوْلى بالمسلم أن يركز على ما ذكرناه سلفاً، فإنه آمَن للمسلم وأضمن له، وأبعَد له من أن يكرم من أهانه الله. ……………………. هذا ما أقوله إجابةً على هذا السؤال
“Sesungguhnya didalam kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam , demikian pula dalam warisan pendahulu kita generasi salafus saleh yang suci dan bersih sudah mencukupi dari merujuk kepada kitab- kitab ahli bid’ah….. sama saja, apakah mereka menulisnya sebelum terjerumus kedalam bid’ah atau mereka menulis setelah terjatuh kedalamnya. Sebab diantara bentuk kemaslahatan kaum muslimin adalah memadamkan dan menghilangkan penyebutan ahli bid’ah. Maka bergantung kepada kitab- kitab mereka dengan tujuan mengambil faedah, akan mengangkat kedudukan mereka dan meninggikan posisi mereka didalam hati kebanyakan manusia. Diantara kemaslahatan kaum muslimin dan islam adalah memadamkan dan melenyapkan penyebutan tokoh- tokoh bid’ah dan kesesatan.
Tidak satupun kitab yang tidak ada kebenarannya, meskipun itu kitab- kitab kaum yahudi, nashara, dan kelompok- kelompok sesat yang mencampur adukkan antara yang hak dan yang batil. Maka lebih selamat bagi seorang muslim untuk memfokuskan dirinya dengan apa yang kami sebut tadi, sebab yang demikian lebih aman dan lebih terjamin, dan lebih jauh dari kekhawatiran dimuliakannya orang yang dihinakan oleh Allah Azza Wajalla……….. Ini jawaban saya atas pertanyaan ini.”
(Dinukil dari makalah: hukum menghadiri pelajaran ahli bid’ah: http://www.sahab.net…ad.php?t=349426)
(Bersambung insya Allah …. )
[1] Yang dimaksud kaum shufiyah disini adalah yang berjalan diatas manhaj salaf, tashawwuf mereka dalam hal sikap zuhud, ibadah dan wara’. Ini sangat nampak dalam aqidahnya yang disebutkan oleh penulis kitab “Al-Hujjah fii bayaanil mahajjah”, kalaulah bukan diatas manhaj ini, niscaya ucapannya tidak memiliki nilai sedikitpun dikalangan ahlus sunnah.
Sumber: http://salafybpp.com/5-artikel-terbaru/174-hukum-menukil-ucapan-ahli-bidah-bag-2.html