Kronologi Rencana Pertemuan Bersama Para Masayikh
ﺍﻟﺤﻤﺪ ﷲ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﷲ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﻣﻦ ﺍﺗﺒﻊ ﻫﺪﺍﻩ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ
ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ
Sebenarnya saya tidak punya keinginan sama sekali untuk menanggapi tulisan seseorang yang hanya pandai “bersilat lidah”,sebab hal tersebut hanyalah akan membuang-buang waktu tanpa ada faedah ilmiah yang bisa kita ambil. Namun sehubungan karena adanya sebagian ikhwan yang mendesak saya untuk menjelaskan tentang kronologi hasil rencana pertemuan dengan para masyayikh yang akan diadakan sebelumnya. Maka saya berkata -wabillaahit taufiiq-:
Setelah saya mengeluarkan tulisan yang menjelaskan tentang kesediaan saya untuk bertemu dihadapan para masyayikh, ditambah dengan satu persyaratan yang saya ajukan yaitu menghadirkan minimal salah seorang diantara 3 syaikh yang diketahui memiliki pengetahuan yang lebih mendalam tentang ihya atturats dan sepak terjangnya, dengan tujuan agar diharapkan bahwa hasil pertemuan tersebut benar-benar ilmiah dan dibangun diatas waqi’ yang sebenarnya. Dan ini ditanggapi oleh al-Akh Firanda dengan kegembiraan yang menunjukan tanda persetujuan.
Maka diupayakanlah pertemuan tersebut melalui beberapa perantara, diantaranya salah seorang ikhwan yang saya tidak mengenalnya (sebab Beliau tidak memperkenalkan jati dirinya kepada saya) yang berusaha menjadi penghubung melalui sms antara saya dengan firanda untuk mengatur pertemuan yang akan diadakan tersebut. Mediator ini sempat meminta izin kepada saya untuk memberikan nomor telepon saya kepada firanda, sehingga dapat berhubungan secara langsung dengan saya, namun saya menolaknya, dengan alasan agar setiap dialog antara saya dengan firanda selalu ada pihak ketiga yang sekaligus menjadi saksi atas apa yang terjadi antara saya dengannya. Maka setelah beberapa hari kemudian, pada saat saya sedang berkumpul dengan beberapa tamu dari kalangan para ustadz yang datang berkunjung ke ma’had kami. Tiba- tiba saya dikagetkan dengan telepon yang datang dari Arab saudi. Saya menyangka bahwa yang menelepon ketika itu adalah salah seorang teman saya yang sedang berangkat umrah disana, karena memang sehari sebelum kejadian ini saya ditelepon oleh teman saya tersebut dari Arab saudi. Ternyata setelah saya mengangkatnya, betapa kagetnya saya kalau yang menelepon itu seseorang yang mengaku sebagai firanda. Saya tidak tahu darimana dia mengambil nomor saya dan tanpa meminta izin kepada saya tiba- tiba langsung menelepon saya tanpa konfirmasi, dan secara terpaksa sayapun mendengarkan suaranya dengan berat hati. Inti dari pembicaraan tersebut adalah klarifikasi seputar pertemuan yang akan dilakukan di Arab saudi yang bertepatan dengan jadwal kedatangan umrah, yang sebenarnya hal itu sudah saya sampaikan kepada ikhwan yang menjadi mediator tersebut dan juga melalui email yang saya kirim melalui akh yusran yang mengelola situs salafybpp.com.
Diantara yang saya ingat bahwa firanda menyampaikan kepada saya bahwa apakah cukup salah seorang syaikh yang akan dihadirkan dalam pertemuan itu? Yang saya pahami adalah salah seorang syaikh dari tiga masyayikh yang saya sebutkan dalam tulisan saya tersebut yang memang menjadi persyaratan yang harus diwujudkan dalam pertemuan itu, dengan tujuan yang telah saya sebutkan pula. Sehingga sayapun mengatakan cukup insya Allah, dan saya tidak menyangka sama sekali kalau yang dia maksudkan adalah satu syaikh saja yaitu syaikh abdul muhsin meskipun tanpa kehadiran syaikh yang lain. Saya tidak memahami hal itu karena saya berpikir bahwa firanda yang dikenal sebagai seorang yang berpendidikan tidak mungkin memaksudkan hal tersebut, setelah dia membaca syarat yang saya sebutkan diinternet yang tidak mungkin diwujudkannya pertemuan itu tanpa syarat tersebut, sebab yang diharapkan adalah hasil yang benar-benar objektif dan ilmiah. Dalam tulisan itu saya berkata:
“saya persilahkan kepada Firanda untuk memilih ulama kibar versi Firanda yang mana yang dia inginkan, apakah Syaikh Abdurrazzaq atau Syaikh Abdul Muhsin, atau yang lainnya. Namun ada satu syarat yang harus diwujudkan agar hasil dari majelis tersebut benar-benar ilmiah: karena kita sedang membahas permasalahan Ihya At-Turats dan pengaruh bermuamalah dengannya, maka perlu dihadirkan dalam majelis tersebut minimal satu orang dari para ulama (meskipun bukan kibar menurut Firanda) yang mengetahui sepak terjang yayasan ini diberbagai negeri, agar pembahasan tersebut benar-benar sesuai dengan porsinya secara ilmiah dan kenyataan yang ada. Kalaulah Syaikh Al-Albani Rahimahullah masih hidup, maka saya rela menjadikan Beliau sebagai hakim. Kalaulah Syaikh Muqbil Rahimahullah masih hidup, saya rela dengan hukum Beliau, karena kedua ulama ini mengetahui keadaan yayasan ini. Namun karena keduanya telah meninggal, maka saya berikan pilihan kepada Firanda untuk memilih (tanpa merendahkan kedudukan para masyayikh lainnya yang juga menjelaskan tentang hakekat Ihya At-Turats dan pengaruh orang- orang yang bermuamalah dengan mereka) :
Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, itupun kalau Firanda menganggapnya sebagai alim, sebab Beliau pun baru saja menerima gelar doktor beberapa tahun lalu, mungkin berdekatan dengan gelar doktor yang diraih oleh DR. Ali Musri, dan jauh beda dibanding Syaikh Abdurrazzaq yang telah menerima gelar professor 15 tahun lalu.
Syaikh Ubaid Al-Jabiri hafizhahullah, tapi saya juga belum tahu apakah Firanda menganggapnya sebagai ulama, meskipun bukan ulama besar.
Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah, dimana Syaikh Al-Albani menggelari Beliau sebagai “pembawa panji al-jarah wat-ta’dil” dizaman ini. Namun saya juga belum tahu apakah Beliau masih teranggap sebagai ulama dimata Firanda, meskipun bukan ulama kibar, sebab saya belum mengetahui Firanda menukil ucapan Beliau terkhusus dalam fitnah ini, namun mungkin juga disebabkan karena kurangnya saya membaca tulisan-tulisan ustadz Firanda.” Selesai penukilan.
Dan bahkan tulisan saya diinternet tersebut ditanggapi dengan tulisan firanda sebagai “suatu kegembiraan” yang menunjukkan persetujuannya dengan syarat itu, karena dia tidak memberi komentar sedikitpun tentang syarat tersebut.
Setelah terjadinya percakapan tanpa perantara tersebut, lalu sayapun mengabarkan kepadanya bahwa kemungkinan ustad luqman ba’abduh pun akan hadir dalam pertemuan itu karena bertepatan dengan umrah Beliau pula. Setelah mengirim sms tersebut, sayapun mematikan telepon beberapa saat lamanya karena khawatir orang yang menelepon tadi mengulangi kembali perbuatannya. Sehingga kalau ada pengakuan bahwa ada sms yang dikirim kepada saya setelahnya dari firanda, hal itu saya tidak tahu apakah sms itu benar-benar ada atau hanya fiktif belaka, apakah dikirim setelah sms saya atau sebelumnya, itu bukan dalam kemampuan saya untuk melacaknya. Tapi yang jelas, saya memang tidak pernah membacanya. Dan saya tidak tahu apa yang menyebabkan firanda begitu tendensius untuk menelepon saya secara langsung, apakah memang dengan tujuan untuk menjebak saya? Hanya Allah Ta’ala yang mengetahui isi hatinya. Yang jelas, saya telah mengabarkan Firanda bahwa saya tidak membacanya, dan dia telah menjawab dengan mangatakan “anta ma’dzur karena tidak membacanya”.
Sebelum saya melakukan perjalanan umrah tersebut, memang sempat salah seorang ikhwan dari Madinah yang bertanya kepada saya melalui pesan BBM (Blackberry massanger),Ia bertanya bahwa benarkah berita yang disampaikan kepadanya dari seseorang yang mengatakan bahwa saya sudah menggugurkan syarat yang saya sebutkan dalam tulisan tersebut? Maka saya menjawab “tidak sama sekali, mungkin dia salah menukil dari firanda”. Karena saya memang tidak mengira bahwa Firanda bermaksud untuk menggugurkan syarat yang harus ada dalam pertemuan tersebut, yang tanpa syarat tersebut maka pertemuan itu tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
Setelah tiba di Madinah, sayapun menyampaikan kepada teman saya yang tinggal di Madinah untuk mengabarkan kepada Firanda bahwa saya telah tiba. Saya tidak tahu apakah teman saya tersebut mengabarkan kepada Firanda ditanggal 6 atau tanggal 7, dan mungkin saja Beliau menyampaikannya pada tanggal 7, sebab saya memang baru tiba di Madinah pada tanggal 6 dimalam hari. Tentu untuk membuat pertemuan langsung dimalam tersebut adalah hal yang sulit.
Namun dalam masa penungguan kami di Madinah, kabar dari Firanda tentang jam pertemuan tak kunjung datang pada hari itu. Bahkan teman saya tersebut yang selalu bertanya tentang bagaimana rencana pertemuan tersebut. Sampai kemudian dia menyampaikan bahwa sulit untuk mewujudkan adanya dua syaikh (Abdul Muhsin Al-Abbad bersama salah seorang syaikh yang saya sebutkan dalam syarat).
Sehingga Firanda sempat menawarkan kepada saya untuk bertemu Syaikh Abdul Muhsin terlebih dahulu kemudian ke syaikh Ubaid. Maka sayapun menolak, sebab saya khawatir pertemuan tersebut yang tanpa disertai salah seorang syaikh yang saya sebutkan dalam syarat, justru dianggap sebagai sebuah kesimpulan tanpa ada kesempatan untuk melakukan pertemuan kedua, dan hal ini tentu akan menjadi bahan untuk semakin tersebarnya fitnah. Mungkin dengan sebab itu akan ada yang berkata bahwa kami telah dinasehati oleh syaikh Abdul Muhsin tapi tidak mau mendengarkan nasehat, dan hal inilah yang dikehendaki oleh orang- orang yang gemar menyebarkan fitnah, dan inilah yang saya hindari.
Oleh karenanya, ketika Firanda menawarkan untuk bertemu Syaikh ubaid terlebih dahulu, maka “tanpa berfikir panjang” sayapun segera mengiyakan, sehingga maklumat tentang hal- hal yang berhubungan dengan pembahasan tersebut sudah dimiliki bersama sebelum bertemu dengan Syaikh Abdul Muhsin yang akan bertindak sebagai hakim dalam permasalahan tersebut.
Namun setelah menunggu selama kami berada di Madinah, berita dari Firanda pun tak kunjung datang sampai akhirnya kami meninggalkan kota Madinah Nabawiyah.
Sampai kami tiba di Makkah, belum juga ada berita dari Firanda, sehingga lagi-lagi saya harus meminta kepada teman saya yang menetap di Madinah untuk menyampaikan kepadanya bahwa kami sudah meninggalkan kota Madinah, dan belum ada kejelasan berita dari Firanda. Sementara untuk kembali ke Madinah merupakan hal yang sulit bagi kami yang terikat dengan waktu yang hanya beberapa hari. Sehingga sayapun meminta kepada teman saya tersebut untuk menyampaikan kepadanya agar Firanda berangkat ke Makkah dan kita masih punya kesempatan untuk bertemu syaikh Rabi’. Namun Firanda menjawab bahwa hal ini tidak terdapat dalam kesepakatan yang ada, sebagaimana yang tertulis di internet, dan juga menambahnya dengan menyebutkan 3 alasan yang menyebabkan tidak mungkinnya dia berangkat ke Makkah, dan 3 alasan itu yang telah dia sebutkan dalam tulisannya.
Memang betul bahwa hal itu tidak ada dalam kesepakatan awal sebagaimana yang tertulis di internet. Namun bukankah dia telah menggugurkan kesepakatan itu dengan alasan sulitnya mendudukkan dua syaikh dalam satu pertemuan, sehingga menawarkan untuk duduk bersama Syaikh Ubaid terlebih dahulu kemudian ke syaikh abdul Muhsin. Karena kesempatan duduk bersama dengan syaikh ubaid telah berlalu dengan berangkatnya kami ke Makkah, maka diganti dengan duduk bersama Syaikh Rabi’ yang merupakan salah satu syaikh yang saya sebutkan dalam tulisan saya diinternet.
Yang anehnya, dia menganggap hal itu keluar dari kesepakatan yang ditulis diinternet, sementara dia berusaha menelepon saya untuk membicarakan sesuatu yang mengeluarkan dari kesepakatan yang tertulis dalam internet. Memang aneh!!
Tatkala Firanda meminta udzur untuk bisa berangkat ke Makkah itulah, kami yang memang selalu berusaha untuk terwujudnya pertemuan tersebut, terpaksa harus menghubungi Firanda kembali melalui telepon, yang dilakukan oleh Ustad Luqman Ba’abduh, yang tujuannya adalah mengajak Firanda ke Makkah untuk bisa bertemu Syaikh Rabi’, sekaligus untuk membicarakan terlebih dahulu hal- hal yang akan jadi pembahasan sebelum pertemuan tersebut berlangsung, sehingga tidak terjadi debat kusir yang berkepanjangan didepan syaikh tanpa hasil yang ilmiah. Rekaman dialog tersebut akan kami tampilkan secara lengkap dalam tulisan berikutnya insya Allah yang disertai dengan tanskrip dan penjelasannya.
Dan setelah saya mendengarkan dialog tersebut, sayapun menyimpulkan bahwa Firanda bukanlah tipe seorang yang benar- benar ingin mencari kebenaran, namun dia hanyalah seorang yang pandai bersilat lidah, mujadil, dan tidak bertujuan untuk mencari kebenaran. Sehingga dengan pertemuan didepan Syaikh siapapun, tetap tidak akan memberikan hasil apa-apa selain dia akan bertahan dengan pendapatnya, kecuali jika Allah Azza Wajalla memberi hidayah kepadanya. Sebagaimana yang telah diketahui, telah terjadi pembicaraan antara Firanda cs bersama Syaikh Abdullah Al-Bukhari, dan Syaikh Abdullah Hafizhahullah telah menjelaskan kepada mereka dengan detil, dalam keadaan mereka hanya mampu berkata “Kami tidak tahu kecuali sekarang”, dan itu merupakan penjelasan yang sudah lebih dari cukup.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إلى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ
“Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah Ta’ala adalah yang suka berdebat.”
(muttafaq alaihi dari hadits Aisyah Radhiallahu anha)
Berkata Umar bin Abdul Aziz rahimahullah:
من جَعَلَ دِينَهُ غَرَضًا لِلْخُصُومَاتِ أَكْثَرَ التَّنَقُّلَ
“Siapa yang menjadikan agamanya sebagai bahan untuk berdebat, maka dia akan berpindah- pindah keyakinan.”
(Riwayat Sunan Ad-Darimi:304)
Malik bin Anas Rahimahullah jika ada sebagian pengekor hawa nafsu yang datang kepadanya, maka Beliau berkata:
أما أنا فعلى بينة من ديني وأما أنت فشاك إذهب إلى شاك مثلك فخاصمه
“Adapun saya, maka saya sudah yakin diatas keyakinan saya. Adapun kamu yang masih ragu, silahkan datangi orang yang ragu semisal kamu, dan berdebatlah dengannya.”
(Hilyatul Auliyaa’:9/112)
Sempat terjadi pertemuan singkat antara Ust.Luqman dengan Ust.Syafiq Basalamah di hotel tempat Ustad Luqman Ba’abduh menginap di Madinah. Saya tidak sempat menghadirinya, namun berdasarkan berita yang disampaikan Ust.Luqman kepada saya, bahwa Syafiq secara zhahir berbeda dengan Firanda dalam bersikap, nampak dari Syafiq –Waffaqahullah limaa yuhibbu wa yardhaahu- lebih bersikap terbuka untuk menerima argumen-argumen yang disampaikan kepadanya secara ilmiah, dan terhindar dari perdebatan panjang yang tiada akhir yang tercela. Seperti Beliau inilah yang masih dapat diharapkan melalui dialog-dialog yang sehat dan ilmiah.
Semoga Allah memberi hidayah kepada kita menuju Ash-Shiraatul mustaqiim.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Ditulis oleh:
Abu Karimah Askari bin Jamal
Balikpapan, Ma’had Ibnul Qayyim: 14 Rajab 1432 H, 16 juni 2011 M.
Sumber: http://www.salafybpp.com/manhaj-salaf/132-kronologi-rencana-pertemuan-bersama-para-masayikh.html