Hakikat Iman
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al-Atsari)
Ketika ada orang yang berusaha memegang teguh nilai-nilai agama, terlontarlah ucapan orang lain kepadanya: “Tidak usah sok suci kamu. Iman itu yang penting di dalam hati.” Ilustrasi ini sangat mungkin pernah kita alami. Benarkah demikian? Cukupkah untuk dikatakan sebagai orang yang beriman hanya dengan keyakinan yang ada di dalam hati?
Pembahasan seputar iman adalah sangat penting, sebab iman menjadi satu istilah yang syar’i dan agung di dalam syariat. Secara bahasa iman berarti pembenaran (tashdiq) yang pasti dan tidak terkandung keraguan di dalamnya. Pembenaran yang dimaksud dari iman ini meliputi dua perkara, yaitu membenarkan segala berita, perintah, dan larangan, serta melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan- larangan-Nya.
Adapun secara istilah, Ahlus Sunnah wal Jamaah berpemahaman bahwa iman adalah ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amalan dengan anggota badan. Sebagian mereka ada pula yang mendefinisikan iman dengan ‘ucapan dan amalan’ atau ‘ucapan, amalan, dan niat’ namun semua pengertian tentang iman ini tidaklah saling bertentangan.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Mereka (para salaf dan imam-imam As-Sunnah) terkadang mengatakan bahwa iman adalah ‘ucapan dan amalan’ atau iman adalah ‘ucapan, amalan, dan niat’, terkadang juga mengatakan bahwa iman adalah ‘ucapan, amalan, niat, dan mengikuti As-Sunnah’, tapi adakalanya mengatakan bahwa iman itu ‘ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amalan dengan anggota badan’, dan semua makna iman di atas adalah benar adanya.”
Beliau melanjutkan: “Sesungguhnya yang mengatakan bahwa iman adalah ‘ucapan dan amalan’, maka yang dimaksud adalah ucapan hati dan lisan kemudian amalan hati dan anggota badan. Adapun yang menambahnya dengan kata ‘i’tiqad (keyakinan)’ adalah karena memandang bahwa ucapan itu tidak dapat dipahami darinya kecuali ucapan dzahir (lisan) atau khawatir akan dipahami seperti itu, maka ditambahlah kata i’tiqad dalam hati.
Sementara yang menyatakan iman sebagai ‘ucapan, amalan, dan niat’, dikarenakan suatu amalan tidaklah dapat dikatakan sebagai amalan kecuali dengan adanya niat. Karena itu ditambahlah kata niat padanya. Kemudian yang menambahkan kata ‘mengikuti As-Sunnah’ ke dalam makna iman, karena hal tersebut tidaklah dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala kecuali dengan mengikuti As-Sunnah.” (Kitabul Iman hal. 162-163)
Iman jika disebutkan secara mutlak dalam kalam Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka akan mencakup penunaian atas hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan perkara-perkara yang haram. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ اْلأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ اْلإِيْمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kapada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (Al-Hujurat: 7)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan ‘kami mendengar dan kami patuh’. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An-Nur: 51)
Dari sini nampak jelas adanya keterkaitan yang kuat antara iman dengan amal. Karena itu di dalam Al-Qur`an, Allah Subhanahu Wa Ta’ala banyak menguraikan persoalan ini. Di antaranya Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لاَ يَسْتَكْبِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih memuji Rabbnya, sedang mereka tidak menyombongkan diri.” (As-Sajdah: 15)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Al-Hujurat: 15)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:
لاَ يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَاللهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ. إِنَّمَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَارْتَابَتْ قُلُوبُهُمْ فَهُمْ فِي رَيْبِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ
“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.” (At-Taubah: 44-45). Dan ayat-ayat lainnya.
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa iman yang diserukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada hamba-Nya adalah Islam yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala jadikan sebagai dien-Nya. Ini menunjukkan adanya keterkaitan pula antara iman dengan Islam.
Al-Imam Az-Zuhri rahimahullah dan yang lainnya dari kalangan Ahlus Sunnah mengatakan: “Amal masuk dalam kategori iman, sedangkan Islam adalah bagian dari iman.” (Majmu’ul Fatawa, 7/254)
Iman, Islam, dan Amal
Iman, Islam, dan amal shalih seringkali penyebutannya dibarengkan dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Terkadang iman juga disatukan penyebutannya dengan orang- orang yang berilmu. Hal ini mengisyaratkan bahwa orang-orang yang berilmu masuk dalam jajaran orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْـمُتَصَدِّقِينَ وَالْـمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَأَخْرَجْنَا مَنْ كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ. فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri (muslimin).” (Adz- Dzariyat: 35-36)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah jika engkau telah memiliki kemampuan untuk itu.”
Beliau bersabda lagi: “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta beriman kepada qadar (taqdir) yang baik dan buruknya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan lainnya dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (Al-Bayyinah: 7)
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَاْلإِيْمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): ‘Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit, maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakininya’.” (Ar-Rum: 56)
Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
“Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami…’.” (Ali ‘Imran: 7)
لَكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُونَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Qur`an) dan apa yang telah diturunkan sebelummu.” (An-Nisa`: 162)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Ketika kata iman dan Islam menyatu penyebutannya maka Islam adalah amalan-amalan yang dzahir seperti dua kalimat syahadat, shalat, zakat, dan shaum serta haji dan yang lainnya. Sedangkan iman adalah apa yang ada dalam hati seperti beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta yang lainnya.” (Majmu’ul Fatawa, 7/14)
Adakalanya kata iman disebutkan tersendiri tanpa dibarengi kata Islam, amal shalih, maupun kata-kata lainnya. Dalam keadaan ini maka secara otomatis telah masuk ke dalamnya Islam dan amal shalih. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Iman itu ada 63 atau 73 cabang. Yang paling afdhal adalah ucapan Laa ilaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu adalah cabang dari iman.” (HR. Muslim, dan juga Al-Bukhari serta yang lainnya dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Seluruh hadits yang menyebutkan amalan-amalan yang baik sebagai bagian dari iman menunjukkan akan hal ini.
Perbedaan Iman dan Islam
Islam adalah dien. Dan kata “dien” merupakan bentuk mashdar1 (kata kerja yang dibendakan) dari asal kata دَانَ – يَدِ يْنُ yang bermakna tunduk dan merendah.
Dien Islam yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala ridhai dan utus dengannya para Rasul adalah penyerahan diri hanya kepada-Nya saja. Maka landasannya di dalam hati ialah ketundukan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan beribadah hanya kepada-Nya saja, tanpa kepada yang lain. Barangsiapa menyembah-Nya dan menyembah ilah yang lain, tidaklah menjadi seorang muslim. Dan barangsiapa enggan menyembah-Nya bahkan menyombongkan diri dari beribadah kepada-Nya, maka tidaklah menjadi seorang muslim. Intinya, Islam adalah berserah diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tunduk kepada-Nya dan beribadah hanya kepada-Nya. Kemudian, pada prinsipnya, Islam adalah bagian dari bab amalan yakni amalan hati dan anggota badan.
Adapun iman landasannya adalah tashdiq (pembenaran), iqrar (pengakuan), dan ma’rifat (pengenalan/pengetahuan). Iman adalah bagian dari ucapan hati, yang mencakup amalan hati dan landasannya adalah tashdiq. Sedangkan amal adalah perkara yang mengikutinya.
Oleh sebab itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menafsirkan kata ‘iman’ dengan keimanan hati dan ketundukannya, yakni beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Sedangkan kata ‘Islam’ Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tafsirkan dengan penyerahan/penerimaan (istislam) yang khusus yakni terhadap bangunan-bangunannya (mabani) yang lima. Demikianlah dalam seluruh pernyataan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika menafsirkan iman dengan itu dan Islam dengan ini. (Ibnu Taimiyyah rahimahullah, seperti dalam Majmu’ Fatawa, 7/178)
Iman Bertambah dan Berkurang
Pemahaman tentang iman bertambah dan berkurang adalah pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jamaah secara utuh. Bahkan Al-Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullah menegaskan bahwa ahli hadits dan fiqih telah sepakat menetapkan bahwa iman adalah ucapan dan amalan, tidak ada amalan kecuali dengan niat, dan bahwa iman itu bertambah dan berkurang. (At-Tamhid 9/238, melalui nukilan dari Taisirul Wushul Syarh Tsalatsatil Ushul hal. 77)
Al-Imam Al-Barbahari rahimahullah dalam Syarhus Sunnah (hal. 132) mengatakan: “Barangsiapa berkata bahwa iman adalah ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang, maka ia telah terbebas dari keyakinan irja` (Murji`ah) secara menyeluruh.”
Dalil-dalil yang menerangkan bertambah dan berkurangnya iman sangatlah banyak baik dari Al-Qur`an, As-Sunnah, ataupun ucapan para salaf. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (Al-Fath: 4)
وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلاَّ مَلاَئِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلاَّ فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا …
“Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat dan orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya….” (Al-Muddatstsir: 31)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.” (At-Taubah: 124)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kapada Rabb-nyalah mereka bertawakal.” (Al-Anfal: 2)
وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ اْلأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلاَّ إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: ‘Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.’ Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Al-Ahzab: 22)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya ia ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu)
Dari ‘Umair bin Habib, berkata: “Iman itu bertambah dan berkurang.” Ia ditanya: “Apa tanda bertambah dan berkurangnya?” Beliau menjawab: “Jika kita ingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lalu memuji dan menyucikan-Nya, maka itulah bertambahnya. Dan bila kita lalai, melupakan dan tidak menghiraukan-Nya, maka itulah tanda berkurangnya.” (Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Imam Abu ‘Utsman Ash-Shabuni rahimahullah dalam ‘Aqidatus Salaf Ashabil Hadits hal. 266)
Demikian uraian singkat mengenai hakikat iman, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menganugerahi kita semua kebenaran iman dan kekokohannya.
Wallahu a’lam.
Catatan Kaki:
1 Silakan lihat pembahasan mudah tentang mashdar dalam buku kami Pengantar Mudah Belajar Bahasa Arab.
Sumber: http://asysyariah.com/hakikat-iman/