BANTAHAN TERHADAP PIHAK YANG BINGUNG TERHADAP KUNJUNGAN SEBAGIAN ULAMA KEPADA SEBAGIAN ORANG-ORANG YANG MENYIMPANG (Bagian 2)
Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah al-Jabiry hafizhahullah
Ketahuilah bahwa orang-orang yang suka duduk bermajelis dengan orang-orang jahat dan ahlul ahwa ada beberapa jenis, dan tidak mungkin kita menyamakan hukumnya diantara mereka. Jadi masing-masing jenis berbeda hukumnya dengan yang lain.
Pertama: Seorang imam, kokoh ilmunya, kritikus, dan berani terang-terangan menampakkan kebenaran, hizbiyun segan kepadanya karena dia memiliki kelebihan berupa kekuatan manhaj dan ilmu yang kokoh. Dan mungkin menurutnya dengan duduk bersama mereka terdapat maslahat, seperti; untuk menghancurkan pengaruh mereka, mengurangi kejahatan mereka, atau untuk mempengaruhi mereka. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz (Ibnu Baz –pent). Maka yang seperti ini dia adalah seorang salafy asli dan murni dan –insya Allah- bersih dari kotoran hizbiyyah.
Kedua: Seorang salafy yang bersih manhajnya, hanya saja dia tidak memiliki filter dan pemahaman yang mencukupi terhadap berbagai manhaj yang ada. Dia menampakkan manhaj Salaf, mendakwahkannya, berani terang-terangan menampakkan as-Sunnah, dan memerangi bid’ah. Hanya saja dia tidak memiliki filter sehingga dia suka duduk bermajelis dengan siapa saja yang ada kesempatan untuk duduk bersamanya. Maka orang yang keadaannya seperti ini kewajiban kita adalah menjelaskan kepadanya dan menyingkap kejahatan mereka dengan cara yang lembut dan hikmah, jangan kita tinggalkan dia dan jangan kita biarkan dia tetap bermajelis dengan mereka.
Ketiga: Orang yang lembek manhajnya dan rusak, dia menganggap semua orang benar. Maka tidak diragukan lagi bahwa dia ini membahayakan terhadap manhaj. Yang wajib adalah mengingatkannya dengan manhaj yang benar dan menasehatinya dengan menjelaskan sikapnya yang menyelisihi jalan orang-orang yang berpegang teguh dengan kebenaran. Kalau dia mau menerima nasehat maka itu yang diharapkan, jika tidak maka dia dianggap termasuk golongan mereka dan tidak ada kemuliaan lagi baginya.
Keempat: Orang yang bergaul dengan mereka disertai pembelaan terhadap mereka, memperbanyak jumlah mereka, dan bersikap keras terhadap Salafiyyun. Maka orang yang keadaannya seperti ini dia adalah seorang hizbi tulen.
Kelima: Seorang salafy murni, hanya saja dia menilai bahwa dengan bergaul dengan mereka akan bisa menjelaskan kebenaran kepada mereka dan menegakkan hujjah. Hal ini seperti yang dilakukan oleh sebagian masayikh –semoga Allah memberi taufik dan menunjukkan jalan yang lurus kepada kita dan mereka dan kalian dalam ucapan dan perbuatan- dengan melakukan kunjungan ke sebagian kelompok dakwah yang menyimpang dengan alasan untuk menampakkan kebenaran dengan terang-terangan di rumah mereka serta menegakkan hujjah kepada mereka dari atas mimbar mereka –sebagaimana yang mereka katakan- maka ini menurut saya menyelisihi perkara yang utama.
Kita akan bersikap tegas dan keras terhadap mereka ketika kita bersendirian dengan mereka, hanya saja kita tidak meninggalkan mereka selama mereka masih bersama kita, menguatkan barisan kita, membantu kita, dan membela kita, dan tidak memperbanyak jumlah mereka, tidak memperkuat barisan mereka, jadi hanya pada situasi dan kondisi tertentu dan sebab-sebab tertentu ketika memenuhi undangan mereka dengan mengadakan ceramah atau daurah ilmiyyah di tempat-tempat mereka.
Jenis yang kelima ini kami kenal sebagian mereka ada dari kalangan masayikh dan orang-orang baik yang memiliki ilmu yang mendalam dan manhaj yang kokoh, hanya saja menurut saya mereka menyelisihi sikap yang utama dan hizbiyun benar-benar memanfaatkan kunjungan para masayikh itu.
Jinayatut Tamayyu’ ‘alal Manhajis Salafy, hal. 14-17