“MEREKA BERUCAP KITA MENJAWAB”
(Jawaban Untuk Membungkam Syubhat-syubhat Para Pengekor Abdurrahman bin Mar’iy & Masyaikh Wasiat)
Ditulis Oleh : (Asy-Syaikh) Abul ‘Abbas Yasin bin Ali al-‘Adeniy -hafidzahullah-
Selasa 14 Sya’ban 1436 H.
✹✹✹
بسم الله الرحمن الرحيم
والحمد لله، والصـــلاة والسلام على رســول الله، وعلى آلــه وصحبـــه ومن والاه
أمــــا بعــــد :
Pembahasan dalam tulisan ini adalah mencakup permasalahan syubhat (mereka) yang paling dominan dan menonjol dari para pengekornya Abdurrahman bin Mar’iy dan masyaikh lainnya yang telah kita dengar atau dinukilkan kepada kita.
Dan syubhat mereka itu adalah ibarat perkara-perkara yang orang sekarang ini mewarisinya dari para pendahulunya dari kalangan ahlul bathil. Sehingga aku berkeinginan untuk menyebutkan dan menyingkap serta membantahnya. Dan aku telah merumuskannya dalam format tanya-jawab yang aku beri judul:
« قـــــالــوا، وقــــــــلنا »
“MEREKA BERUCAP KITA MENJAWAB”
Aku simbolkan tentang syubhat mereka dengan “MEREKA BERUCAP” dan jawaban serta bantahannya dengan “KITA MENJAWAB”. Semoga aku dapat mengungkap penyakitnya dan (sekaligus) membeberkan obatnya.
Aku memulainya dengan memohon pertolongan kepada Rabb pemilik langit dan bumi:
==========================
1. MEREKA BERUCAP:
مشايخنا يقومون بجهــود جبّارة موافقة للسنة، فلماذا لا تعذرونهم وتسكتون عن أخطـــائهم وإن أصرّوا عليهــــا؟
“Masyaikh kami telah melakukan usaha yang keras yang mencocoki sunnah LALU kenapa kalian tidak memberi udzur (toleransi) kepada mereka dan bungkam dari kesalahan-kesalahan mereka walau mereka terus berada di atasnya?”
KITA MENJAWAB:
“Sungguh kalian telah berucap dengan kaedah Thogut –sebagaimana ungkapan dari Syaikh Shalih al-Fauzan- :
(نجتمــع فيمـــا اتفقنا فيه، ويعذر بعضنا بعضاً فيمــــا اختلفنا فيـــه)
“Kita BERSATU dalam perkara yang kita SEPAKATI dan saling BERTOLERANSI sebagian kita terhadap sebagian yang lain dalam hal yang kita PERSELISIHKAN”.
==========================
2. MEREKA BERUCAP:
نحن لا نتكلــم في مشــايخنا لأننا نحبّهم ونحترمهـــم
“Kami tidak berbicara tentang Masyaikh kami dikarenakan kami mencintai dan menghormati mereka”.
KITA MENJAWAB:
“Ibnul Qayyim berkata tentang Syaikhul Islam Abu Isma’il al-Harowiy:
شيخ الإسلام حبيبنا، ولكن الحق أحبّ إلينا منـــه
“Syaikhul Islam adalah kekasih kecintaan kami namun al-Haq lebih kami cintai daripada ia” Selesai [dari kitab Madaarijus Saalikiin (3/ 366)]
==========================
3. MEREKA BERUCAP:
الــردود سبب لتفريق الشمل، وتمزيق الصف، وضعف الكلــــمة
“Ruduud (bantahan-bantahan) adalah SEBAB TERPECAHNYA kesatuan, mencerai-beraikan barisan, dan melemahkan kalimat (persatuan)”
KITA MENJAWAB:
“BAHKAN tidak membantah terhadap seorang yang menyelisihi (syari’at) itulah sebab kebinasaan umat. Sesungguhnya orang-orang andaikan mereka TIDAK BERBICARA tentang seorang penyelisih syariat maka pasti tersebar kesesatan, bid’ah, dan hawa nafsu di tengah umat.
Adz-Dzahabi berkata dalam kitab Siyaarul A’laam (11/ 82):
فوالله لـــولا الحُفّاظ الأكــابر، لخطبت الزنادقة على المنابر، ولئن خطب خاطب من أهل البدع، فإنما هو بسيف الإسلام، وبلسان الشريعة، وبجاه السنة، وبإظهار متابعة ما جاء به الرسول ﷺ فنعــوذ بالله من الخــــذلان
“Demi Allah seandainya tidak ada para hafizh (penghafal hadits ahli jarh wat ta’dil) yang KIBAR maka sungguh orang-orang zindiq (munafik) akan berbicara di atas mimbar dan akan berbicara khatib dari ahlul bid’ah SEHINGGA tidak lain ia (ucapan kebenaran) adalah dengan menggunakan pedang Islam, lisan syariat, kedudukan sunnah, dan menampakkan mutaba’ah (pengikutan) terhadap apa yang dibawa Rasulullah ﷺ Kita berlindung kepada Allah dari kerendahan.” Selesai perkataannya.
Maka inilah (bungkam atas pelaku kebatilan) sebab kehancuran umat.
Al-Imam al-Barbahariy berkata di dalam kitab Syarhus Sunnah:
“Dan ketahuilah –semoga Allah merahmatimu- bahwa ulama senantiasa membantah ucapan jahmiyah sampailah datang kekhalifahan Bani Fulan maka orang-orang ruwaibidhoh (jahil yang sok berilmu) berkata (berfatwa) dalam urusan orang banyak dan mencela atsar-atsar dari Rasulullah ﷺ serta menggunakan Qiyas dan akal (dalam menentukan suatu permasalahan).
Mereka pun mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi mereka. Lalu masuk ke dalam ucapan mereka (yang berfatwa) yaitu seorang JAHIL, MUGHOFFAL (bodoh mudah tertipu), dan orang yang tidak berilmu. Sampai-sampai mereka telah kafir tanpa mereka menyadarinya.
Sehingga umat binasa dari satu sisi dan menjadi kafir, zindiq, sesat dan terpecah serta jatuh dalam bid’ah dari sisi yang lain. KECUALI orang-orang yang KOKOH di atas sabda Rasulullah ﷺ dan perintah beliau serta para Shahabatnya.” Selesai perkataan beliau.
==========================
4. MEREKA BERUCAP:
أنتم تطعنون في شيخنا لأنكــم تريدون إسقاطـــه
“Kalian mencela Syaikh kami karena ingin menjatuhkannya!”
KITA MENJAWAB:
“Abu Sholih al-Farro’ berkata: Aku bercerita kepada Yusuf bin Asbaath dari Waki’ tentang suatu perkara fitnah. Maka ia berkata: : “Hal itu menyerupai ustadznya –yaitu al-Hasan bin hayyi.”
Aku berkata kepada Yusuf: “Apakah Anda tidak khawatir bahwa ucapanmu ini adalah ghibah?”
Dia menjawab:
لِمَ يا أحمق؟! أنا خير لهؤلاء من أُمَّهاتهم وآبائهم، أنا أنهى الناس أن يعملوا بمـــا أحدثوا، فتَبِعَتْهم أوزارُهم، ومَن أَطْراهم كان أضرَّ عليهم
“Kenapa wahai dungu?! Aku lebih berbuat baik kepada mereka ini daripada ibunda dan ayahanda mereka. Aku melarang manusia dari mengamalkan apa yang mereka buat-buat sehingga akan mengikuti mereka dosa dari orang-orang (yang mengamalkan ajaran bid’ah mereka). Adapun orang-orang yang memuji mereka ini yang lebih berbahaya bagi diri mereka”. [Diriwayatkan Abu Ja’far al-‘Uqoiliy di dalam kitab Adh-Dhuafaa’ (1/ 232) dengan sanad hasan].
==========================
5. MEREKA BERUCAP:
فلان وفلان من محبّي شيخنا وخواصّه لم يطـــعنوا فيـــه
“Si fulan dan fulan yang termasuk pencinta dan orang dekat Syaikh kami, mereka tidak mencelanya!”
KITA MENJAWAB:
“Orang yang berilmu, bertakwa, dan bersikap waro’ –yang kalian ambil ucapannya dalam mentahdzir Abul Hasan al-Ma’ribiy dan Yahya al-Hajuriy- merekalah yang telah mencelanya (Syaikh kalian).
Adz-Dzahabi berkata di dalam kitab Dzailut Taarikh Islam:
ولا ريب أنه لا اعتبار بذم أعـــداء العالم؛ فإن الهــوى والغضب يحملهم على عدم الإنصـــاف والقيام عليه، ولا اعتبار بمدح خواصــه والغلاة فيه؛ فإن الحب يحملهـم على تغطية هناته، بل قد يعدّوها لــه محـــاسن.
“Tiada keraguan bahwa tidak teranggap celaan dari musuh-musuh seorang ulama. Maka sesungguhnya hawa nafsu dan emosi yang membawa mereka untuk tidak inshof (adil) dan menegakkan (celaan) atasnya. Dan tidak dipandang pujian kepadanya dari orang-orang dekatnya dan yang bersikap ghuluw kepadanya. Sesungguhnya rasa cinta membawa mereka menutupi bahaya-bahaya (kesalahan)nya. BAHKAN mereka terkadang menganggap kesalahan itu sebagai kebaikan-kebaikannya.”
وإنمـــا العبرة بأهل الورع والتقوى من الطرفين الذين يتكلمون بالقسط، ويقومون لله ولـــو على أنفسهم وآبائهـــم
Namun yang teranggap adalah (ucapan) seorang yang waro’ dan bertakwa dari dua pihak (yang berselisih) yang mereka berkata dengan adil dan menegakkannya karena Allah walaupun ucapan itu menyerang diri mereka dan orangtua-orangtua mereka.” Selesai perkataannya [Dinukil dari kitab Tsalaasu Taroojima Nafisah lil Aimmatil A’lam (Tiga Biografi Berharga dari Ulama Umat)].
==========================
6. MEREKA BERUCAP:
نحن أكثر عـــددا
“Kita lebih banyak secara jumlah”
KITA MENJAWAB:
“Allah Ta’ala berfirman:
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللّهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ ﴿١١٦﴾
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” [Q.S. Al-An’aam: 116]
Dan di dalam hadits yang muttafaq ‘alaih (Riwayat Al-Bukhori dan Muslim):
« عرضت على الأمـــم فجعــــل يمر النبي معه الرجل، والنبي معه الرجـلان، والنبي معه الرهط، والنبي ليس معه أحد »
“Ditampakkan kepadaku umat-umat (terdahulu) lalu melintas seorang Nabi dan bersamanya satu orang pengikut, Nabi lainnya bersamanya dua orang pengikut, seorang Nabi bersamanya sekumpulan rohth (3 – 9) pengikut, dan seorang Nabi yang tidak ada seorangpun mengikutinya”.
SEHINGGA bukanlah yang dipandang adalah jumlah yang banyak NAMUN dengan (meninjau) kebenaran (yang ada padanya walau pengikutnya sedikit).
==========================
7. MEREKA BERUCAP:
أهل مكة أدرى بشعابها، فنحن نأخذ فقط من مشـــايخ اليمن
“Penduduk Makkah lebih memahami lembah-lembahnya sehingga kami hanya mengambil (fatwa) dari Masyaikh Yaman saja”.
KITA MENJAWAB:
“Ya, ini benar NAMUN:
PERTAMA: Jikalau di Yaman ada semisal Syaikh kami al-Imam al-Wadi’iy. Adapun jika tidak ada di sana yang ahli dalam memahami berbagai fitnah dan solusinya maka ungkapan ini tidak dikedepankan.
KEDUA: bahwa tokoh negeri Yaman Asy-Syaikh Muhammad Al-Wushobiy telah menyifati “masyaikh!!” Yaman ketika fitnah al-Hajuriy dengan “مقمقة” ( suara di kerongkongan, seperti suara decapan bayi ketika menyusu).
Hal itu disebabkan mereka tidak menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Bahkan hal itu karena mereka tidak ahli dalam bidang tersebut.
Bahkan beliau –rahimahullah- terang-terangan menyatakan di beberapa majelis bahwa beliau berlemah-lembut kepada mereka karena khawatir al-Hajuriy akan menyambar mereka.
KETIGA: Tokoh negeri Yaman asy-Syaikh Muhammad al-Wushobiy ketika fitnah al-Hajuriy meminta bantuan –aku tidak mengatakan dari ULAMA KIBAR saja, bahkan dari sebagian mahasiswa di Jami’ah Islamiyah (Madinah) yaitu asy-Syaikh Arofat al-Muhammadiy (al-Barmakiy).
Beliau –semoga Allah mengampuninya- dahulu berkata:
مـــزيداً مـــزيداً يا برمـــكي
“Tambah lagi (bantahan)! Tambah lagi, wahai Barmakiy!”
Hal ini menunjukkan kepadamu atas lemahnya keilmuan “masyaikh!!” Yaman (sehingga Syaikh al-Wushobiy memohon bantuan dari luar Yaman).
KEEMPAT: Apa halangan bagi Ulama Mamlakah (Arab Saudi) untuk berfatwa kepada penduduk Yaman terkait apa yang terjadi di negeri mereka?!
Dahulu orang-orang datang dari berbagai negeri mengunjungi sebagian Shahabat untuk bertanya dan meminta fatwa dari mereka BERSAMAAN ditemui ulama di negeri mereka.
Di dalam Shahih Muslim dari Yahya bin Ma’mar ia berkata: “Orang pertama yang berbicara (kebid’ahan) dalam permasalahan al-qadar di Bashrah adalah Ma’bad al-Juhaniy. Maka aku dan Humaid bin Abdurrahman al-Himyariy berangkat haji atau umroh lalu kami berkata: “Andaikan kita bertemu salah seorang Shahabat Rasulullah ﷺ maka kita bertanya kepadanya tentang apa yang mereka sebutkan tentang al-qadar. Kemudian kami diberi taufik bertemu dengan Abdullah bin ‘Umar bin Khoththob ketika beliau akan masuk ke masjid. Aku dan temanku pun mengapit beliau –salah satu dari kami di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Dan aku menduga bahwa temanku akan menyerahkan kepadaku untuk berbicara maka aku berkata:
Wahai Abu Abdirrahman (kunyah Abdullah bin ‘Umar) sungguh telah muncul di sisi kami orang-orang yang membaca Al-Qur’an dan melompat dalam belajar ilmu –dan ia sebutkan keadaan orang-orang itu- dan mereka menyangka bahwa tidak ada Qadar dan segala perkara unuf (yaitu Allah tidak mengetahui segala perkara kecuali setelah terjadinya).
Beliau –Abdullah bin Umar- berkata: “Apabila kamu bertemu mereka itu maka beritahukan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku.” Al-Hadits.
Dan di dalam kitab As-Sunnah (hal. 12) karya al-Lalika’iy dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas beliau berkata:
“Demi Allah aku tidak mengira pada saat ini ada seorang di atas muka bumi yang sangat disukai syaithan kebinasaan (kematian)nya daripada aku.” Beliau ditanya: “Bagaimana bisa demikian?”
Beliau menjawab:
والله إنه ليحدث البدعة في مشرق أو مغرب, فيحملها الرجل إليّ, فإذا انتهت إليّ قمعتها بالسنة, فتردّ عليه كمـــا أخرجهــــا
“Demi Allah sesungguhnya ia-syaithan- menyebutkan suatu bid’ah di timur atau di barat lalu orang-orang membawa permasalahan itu kepadaku. Kemudian jika telah sampai bid’ah itu kepadaku aku pun MENGHAPUSNYA dengan sunnah. Maka dikembalikan bid’ah itu kepadanya sebagaimana ia mengeluarkannya”.
Dan inilah beliau al-Imam al-Wadi’iy dahulu membicarakan orang-orang dari ahlul bid’ah dan pelaku kesesatan yang berasal dari Mamlakah (Arab Saudi) bersamaan ada masyaikh dan sejawat beliau di sana.
KELIMA: Ya benar ungkapan “Penduduk Makkah lebih memahami lembah-lembah di sana” SELAMA belum jelas bahwa si fulan majruh (di-jarh). Apabila telah nyata bahwa orang tersebut majruh maka tidak dianggap tazkiyah (rekomendasi) dari penduduk negerinya.
Di dalam biografi Abu ‘Amr al-Harits bin Miskin -dari kitab Tartiibul Madaarik wa Taqriibul Masaalik (4/ 32):
“Abu ‘Umar al-Kindiy berkata: “Harits dalam keutamaan dan agamanya ia lebih mengetahui tentang penduduk negerinya daripada aku, SAMPAI jarh kepada orang itu tampak kepadaku (maka tidak berlaku tazkiyahnya).” Selesai perkataannya.
==========================
8. MEREKA BERUCAP:
نحن معنا مشايخ، وإن لم يكونوا أكـــابر
“Kami bersama kami para masyaikh walaupun mereka bukan KIBAR”.
KITA MENJAWAB:
Nabi ﷺ bersabda:
« الْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُمْ »
“Barakah bersama KIBAR/pembesar-pembesar kalian”.
Hadits ini dikeluarkan Ibnu Hibban dan ada di dalam kitab Silsilah ash-Shohihah (karya al-Albaniy).
Dan telah shahih dari Abdullah bin Mas’ud bahwa beliau berkata:
لا يزال الناس بخير مــا أتاهم العلم من قبل أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم، وأكــــابرهم، فإذا أتاهم العلم من قبل أصــــاغرهم، فذلك حين هلكـــوا.
“Senantiasa orang-orang dalam kebaikan selama ilmu -dari Shahabat Rasulullah ﷺ dan KIBAR- datang kepada mereka. Jika ilmu itu datang dari Ashoghir (orang-orang rendahan) mereka maka itulah saatnya mereka binasa”. [Diriwayatkan Abdullah bin Mubarok -dalam kitab az-Zuhd no. 815- dan yang lainnya].
Aku memohon kepada Allah Yang Maha Tinggi semoga pembahasan ini sampai ke telinga-telinga yang menyimak dan hati-hati yang memahami.
——————————
Ditulis: Abul Abbas Yasin bin ‘Ali al-‘Adeniy | Aden – Yaman | Selasa 14 Sya’ban 1436 H.
✲✹✲
Sumber:
MAJMU’AH AL-BAROKAH MA’A AKAABIRIKUM
Alih Bahasa :
Al-Ustadz Abu Yahya Al-Maidany (Solo) hafidzahullah [FBF-5]
_______________
مجموعـــــة توزيع الفـــــوائد
WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | www.alfawaaid.net
قالوا ، وقلنا
بسم الله الرحمن الرحيم، والحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه.
أما بعد: فهذا الموضوع قد حوى على أبرز شبهات المتعصبة لعبد الرحمن بن مرعي وغيره، التي سمعناها أو التي نقلت إلينا، وهي عبارة عن أمور يتوارثها المتأخر من المتقدّم من أهل الباطل.
فأحببت أن أذكرها مع كشفها والرد عليها. وقد جعلته على شكل حوار سمّيته: (قالوا، وقلنا)، فعبّرت عن شبه القوم بـ(قالوا)، وعبّرت عن الجواب والرد عليها بـ(قلنا).
فلعلي أن أكون قد شخصت الداء، ووصفت الدواء، فأبدأ مستعيناً بربّ الأرض والسماء.
1. قالوا: مشايخنا يقومون بجهود جبّارة موافقة للسنة، فلماذا لا تعذرونهم وتسكتون عن أخطائهم وإن أصرّوا عليها؟
قلنا: لقد قلتم بالقاعدة الطاغوتية – كما قال الشيخ صالح الفوزان – : (نجتمع فيما اتفقنا فيه، ويعذر بعضنا بعضاً فيما اختلفنا فيه).
2. قالوا: نحن لا نتكلم في مشايخنا لأننا نحبّهم ونحترمهم.
قلنا: قال ابن القيم في شيخ الإسلام أبي إسماعيل الهروي: شيخ الإسلام حبيبنا، ولكن الحق أحبّ إلينا منه .انتهى من “مدارج السالكين” (3/366).
3. قالوا: الردود سبب لتفريق الشمل، وتمزيق الصف، وضعف الكلمة.
قلنا: بل عدم الرد على المخالف هو سبب هلاك الأمة، فإن الناس إذا سكتوا عن المخالف انتشرت في الأمة الضلالات والبدع والأهواء، قال الذهبي في “سير الأعلام” (11/82): فوالله لولا الحُفّاظ الأكابر، لخطبت الزنادقة على المنابر، ولئن خطب خاطب من أهل البدع، فإنما هو بسيف الإسلام، وبلسان الشريعة، وبجاه السنة، وبإظهار متابعة ما جاء به الرسول -صلى الله عليه وسلم- فنعوذ بالله من الخذلان .انتهى.
فهذا هو سبب هلاك الأمة، قال الإمام البربهاري في “شرح السنة”: واعلم – رحمك الله – أن أهل العلم لم يزالوا يردّون قول الجهمية حتى كان في خلافة بني فلان تكلم الرويبضة في أمر العامة، وطعنوا على آثار رسول الله صلى الله عليه وسلم، وأخذوا بالقياس والرأي، وكفروا من خالفهم، فدخل في قولهم الجاهل والمغفل والذي لا علم له، حتى كفروا من حيث لا يعلمون، فهلكت الأمة من وجوه، وكفرت من وجوه، وتزندقت من وجوه، وضلت من وجوه، وتفرقت وابتدعت من وجوه، إلا من ثبت على قول رسول الله صلى الله عليه وسلم وأمره، وأمر أصحابه .انتهى.
4. قالوا: أنتم تطعنون في شيخنا لأنكم تريدون إسقاطه.
قلنا: قال أبو صالح الفَرَّاء: حكيتُ ليوسف بن أَسْباط عن وكيع شيئًا من أمر الفتن. فقال: ذاك يُشْبِهُ أستاذه -يعني الحسن بن حَيٍّ-، قال: قلتُ ليوسف: أَمَا تخاف أن تكون هذه غيبة؟ فقال: لِمَ يا أحمق؟! أنا خير لهؤلاء من أُمَّهاتهم وآبائهم، أنا أنهى الناس أن يعملوا بما أحدثوا، فتَبِعَتْهم أوزارُهم، ومَن أَطْراهم كان أضرَّ عليهم. رواه أبو جعفر العُقَيلي في “الضعفاء ” (1/232) بسند حسن.
5. قالوا: فلان وفلان من محبّي شيخنا وخواصّه لم يطعنوا فيه.
قلنا: أهل العلم والتقوى والورع – الذين أخذتم قولهم في أبي الحسن المأربي ويحيى الحجوري – هم الذين طعنوا فيه، قال الذهبي في “ذيل تاريخ الإسلام”: ولا ريب أنه لا اعتبار بذم أعداء العالم؛ فإن الهوى والغضب يحملهم على عدم الإنصاف والقيام عليه، ولا اعتبار بمدح خواصه والغلاة فيه؛ فإن الحب يحملهم على تغطية هناته، بل قد يعدّوها له محاسن.
وإنما العبرة بأهل الورع والتقوى من الطرفين الذين يتكلمون بالقسط، ويقومون لله ولو على أنفسهم وآبائهم .انتهى. من كتاب “ثلاث تراجم نفيسة للأئمة الأعلام” (ص: 26).
6. قالوا: نحن أكثر عدداً.
قلنا: قال تعالى: {وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُون}.
وفي الحديث المتفق عليه: « عرضت على الأمم فجعل يمر النبي معه الرجل، والنبي معه الرجلان، والنبي معه الرهط، والنبي ليس معه أحد ». فلا عبرة بالكثرة، ولكن بالحق.
7. قالوا: أهل مكة أدرى بشعابها، فنحن نأخذ فقط من مشايخ اليمن.
قلنا: نعم، هذا حق لكن:
أولاً: إذا كان في اليمن أمثال شيخنا الإمام الوادعي، أما إذا كان فيها من ليس هو أهلاً لمعرفة الفتن والتخلص منها، فلا. يؤكد هذا:
ثانياً: أن كبير أهل اليمن الشيخ محمداً الوصابي، قد وصف (مشايخ !!) اليمن في فتنة الحجوري بالمقمقة. وذلك لأنهم لا يبثون في الأمور. بل لأنهم ليسوا أهلاً لذلك.
بل صرح رحمه الله في بعض المجالس بأنه يتلطف بهم خشية أن يتخطفهم الحجوري.
ثالثاً: أن كبير أهل اليمن الشيخ محمداً الوصابي، يطلب العون في فتنة الحجوري – لا أقول من كبار أهل العلم فقط – بل ومن بعض طلبة الجامعة الإسلامية، وهو الشيخ عرفات المحمدي (البرمكي)، فكان غفر الله له يقول: مزيداً مزيداً يا برمكي.
فهذا يدلك على الضعف العلمي في (مشايخ !!) اليمن.
رابعاً: ما المانع من أن يُفتي علماء المملكة أهلَ اليمن بما هو حاصل في بلادهم، فقد كان الناس يأتون من مختلف البلاد إلى بعض الصحابة يسألونهم ويستفتونهم مع وجود علماء في بلادهم.
ففي “صحيح مسلم” عن يحيى بن يعمر قال: كان أول من قال في القدر بالبصرة معبد الجهني، فانطلقت أنا وحميد بن عبد الرحمن الحميري حاجّين أو معتمرين، فقلنا: لو لقينا أحداً من أصحاب رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فسألناه عما يقول هؤلاء في القدر، فوفق لنا عبد الله بن عمر بن الخطاب داخلاً المسجد فاكتنفته أنا وصاحبي – أحدنا عن يمينه والآخر عن شماله فظننت – أن صاحبي سيكل الكلام إليّ فقلت: أبا عبد الرحمن إنه قد ظهر قِبَلنا ناس يقرءون القرآن ويتقفرون العلم – وذكر من شأنهم – وأنهم يزعمون أن لا قدر، وأن الأمر أنف. قال: فإذا لقيت أولئك فأخبرهم أني بريء منهم، وأنهم برآء من … الحديث.
وفي “السنة” (12) للالكائي عن عكرمة, عن ابن عباس, قال: والله ما أظن على ظهر الأرض اليوم أحداً أحبّ إلى الشيطان هلاكاً مني. فقيل: وكيف؟ فقال: والله إنه ليحدث البدعة في مشرق أو مغرب, فيحملها الرجل إليّ, فإذا انتهت إليّ قمعتها بالسنة, فتردّ عليه كما أخرجها.
وهذا الإمام الوادعي كان يتكلم في أناس من أهل البدع والضلال ممن هو من أهل المملكة، مع وجود مشايخه وأقرانه فيها.
خامساً: نعم (أهل مكة أدرى بشعابها)، ما لم يتبين بأن فلاناً مجروح، فإذا تبيّن بأنه مجروح فلا عبرة بتزكية أهل بلده له، ففي ترجمة (أبي عمرو الحارث بن مسكين) من “ترتيب المدارك وتقريب المسالك” (4/32): قال أبو عمر الكندي: حارث في فضله ودينه، أعلم بأهل بلده مني، إلى أن يتبين لي جرحه .انتهى.
8. قالوا: نحن معنا مشايخ، وإن لم يكونوا أكابر.
قلنا: قال صلى الله عليه و سلم: « الْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُمْ ». أخرجه ابن حبان، وهو في “السلسلة الصحيحة”.
وصحَّ عن عبد الله بن مسعود أنه قال: لا يزال الناس بخير ما أتاهم العلم من قبل أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم، وأكابرهم، فإذا أتاهم العلم من قبل أصاغرهم، فذلك حين هلكوا. رواه عبد الله بن المبارك في “الزهد” (رقم: 815)، وغيره.
فأسأله تعالى أن يجد هذا الموضوع آذاناً صاغية، وقلوباً واعية.
كتبه: أبو العباس ياسين بن علي العدني
اليمن – عدن.
في يوم الثلاثاء الرابع عشر من شهر شعبان عام 1436 هـ. .
..