Bismillahirrahmanirrahim.
Saudaraku kaum muslimin, kami tampilkan fakta betapa Abduh Zulfidar Akaha, Halawi Makmun (Ketua Penerapan Syariat Islam Majelis Mujahidin) [1] dan da’i Malang, Abdullah Hadrami [2] berpadu dalam acara Bedah Buku “Nasional Siapa Teroris? Siapa Khawarij?.“.
Dalam acara bedah buku “SIAPA TERORIS?SIAPA KHAWARIJ? Ahad, 03 September 2006 – di Widyaloka Convention Hall Universitas Brawijaya, Malang, pembicara Abduh Zulfidar Akaha [3], Lc., Abdullah Shaleh Hadromy dan Halawi Makmun, Lc.,MA – telah berkoalisi, bersatu padu melakukan serangan-serangan keji terhadap Salafush Shalih, Salafiyyin dan dakwahnya. Pemandu acara-pun tidak ketinggalan untuk turut serta dalam acara ini (bukti rekaman suara ada pada kami). Diantara ucapan-ucapan nyeleneh mereka sbb : (beberapa pernyataan mereka telah kami berikan footnote, semoga bermanfaat) :
Pemandu acara (Jalaluddin) :
”…Rekan-rekan yang kami hormati dan kami cintai, ustadz Zulfidar, Zulfidar Akaha, ustadz Abdullah Hadrami dan ustadz Halawi Makmun dan juga asatidz di sini. Asatidz dan Masyayikh….dan juga ikhwan dan akhwat yang dimuliakan Allah , pagi ini ada acara yang sangat menarik dan yang kita nanti-nanti, bedah buku nasional Siapa Teroris Siapa Khawarij. Acara ini sangat penting karena yang pertama adalah kita mencoba untuk merubah kebiasaan kita dalam belajar. Saya melihat banyak orang yang semangat belajar tapi yang dikaji itu tidak sembarang kitab. Judul kitabnya itu Kitab Fathul Jare (Jare, bhs Jawa artinya ‘katanya’,red), Fathul Jare. Katanya, jare ustadz ini, jare ustadz itu (he..he..he-hadirin tertawa). Sehingga yang terjadi adalah apa yang dikatakan oleh Salaf adalah kebenaran mutlak, kemudian disebarluaskan…
Hadirin rahimakumullah, perlu kami informasikan bahwa sebetulnya panitia menyampaikan, ee…, panitia sudah berusaha mengundang ustadz Luqman Ba’abduh secara langsung, tapi beliau tidak bisa hadir dengan 2 alasan yang disampaikan kepada saya.
Alasan yang pertama, beliau lagi sibuk mempersiapkan buku berikutnya yang akan membantah ini (he..he.he-tertawa) dan nanti juga mungkin akan ada acara bedah buku nasional lagi…
Kemudian yang kedua, beliau tidak hadir karena yang menjadi penengah bukan Syaikh, yang jadi penengah ustadz-ustadz. Saya nggak tahu kenapa beliau membedakan antara ustadz dengan Syaikh. Kalau di Timur Tengah, ustadz itu bermakna Profesor, ustadz Abdullah Hadrami dia… Profesor Abdullah Hadrami, ustadz Halawi beliau adalah Profesor Halawi. Itu sah-sah saja beliau membuat definisi yang berbeda terkait dengan ustadz dengan syaikh, walaupun juga saya punya definisi yang lain terkait antara Syaikh dan ustadz ini. Disebut ustadz itu kalau istrinya baru satu, seperti ustadz Abdullah Hadrami, Halawi (he..he..he-tertawa bersama hadirin). Syaikh itu kalau istrinya dua (he..he..he-tertawa bersama hadirin), kalau istrinya tiga itu Syaikhul Kabir (he..he..he-tertawa bersama hadirin), kalau istrinya empat itu Syaikhul Akbar. Kalau istrinya lima itu Syaithon (he..he..he-tertawa bersama hadirin), menyelisihi, menyalahi syari’at[4].
”Dan sebagai pembanding kita (Abdullah Hadrami-red) bukan sembarang ustadz, beliau adalah Ustadzun wa Syaikhun sekaligus. Disebut ustadz karena baru satu dan disebut juga Syaikh karena mau dua (ha..ha..ha-hadirin tertawa).
Ikhwati fillah rahimakumullah…
Saya kira kita yakin bahwa yang hadir dihadapan kita, baik ustadz Abduh, ustadz Abdullah Hadrami dan ustadz Halawi, beliau adalah orang-orang yang sangat kompeten berbicara tentang persoalan yang akan kita bahas pada pagi hari ini dan dari sisi kapasitas keilmuan beliau sangat luar biasa. Dan kita selama ini juga banyak mengikuti taklim-taklim beliau dan juga kajian-kajian yang beliau sampaikan dan saya yakin… kamipun dianggap sebagai ustadz tapi kita yakin kapasitas keilmuan beliau semua di sini tidak kalah dengan Syaikh…” [Inna llillahi wa inna ilaihi raji’un-transkriptor].
Ikhwati fillah rahimakumullah…
Pembicara kita pada pagi hari ini yang pertama langsung penulis buku Siapa Teroris? Dan Siapa Khawarij?. Kami sampaikan biodata beliau yang beliau itu ustadz Zulfidar Akaha, Lc. Beliau lahir di Demak, 28 Juni 1974. S1 beliau di fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar dan sekarang beliau istrinya tiga, anaknya maksudnya.
Ikhwani fiddin rahimakumullah…
Beliau pernah aktif di waktu di Mesir, kebetulan kita ketemu di sana, aktif di Ikatan Keluarga Muhammadiyah di Mesir, kemudian pernah menjadi ketua Partai Amanat Nasional perwakilan Mesir, kemudian ketua panitia pemilihan luar negeri wilayah Mesir. Dan tadi beliau tekankan, setelah kembali ke Indonesia beliau tidak berafiliasi ke organisasi manapun dan juga partai politik manapun. Jadi nanti apa yang beliau tulis dalam buku ini dan apa yang beliau sampaikan tidak dilatarbelakangi oleh tendensi pada kelompok tertentu dan insya Allah bisa kita nilai obyektifitasnya.[5]
Kemudian yang kedua, ustadz Halawi Makmun, lahir di Brebes 27 Mei 1963. Beliau sudah menikah dengan dikaruniai Allah lima anak. Motto beliau: “Hidup Mulia atau Mati Syahid”. Riwayat pendidikan: SD, SMP, kemudian…alumni Gontor, S1 Universitas Malik Su’ud dan S2 juga di universitas yang sama tahun 2003. Pengalaman beliau adalah organisasi, beliau sekarang aktif di Majelis Mujahidin sebagai Ketua Penerapan Syari’at Islam.
Kemudian, berikutnya ustadz Abdullah Shaleh Hadrami, lahir di Malang 14 Januari 1972. Beliau sudah berkeluarga dan dikaruniai oleh Allah dua anak. Riwayat pendidikan beliau, pernah di LIPIA Jakarta kemudian pernah mulazamah dengan Syaikh Utsaimin selama empat tahun. Pengalaman organisasi: beliau pendiri dan pengasuh Majelis Taklim Khusnul Khatimah, ketua takmir masjid An-Nur Jagalan, pembina SMP Cendekia dan Ma’had Al-Irsyad Al-Islamiyah di Batu…
Kalau toh nanti yang disampaikan itu kata-kata yang kasar, tolong disampaikan dengan suara yang pelan dan halus (he..he..he..-hadirin tertawa)
Abduh Zulfidar Akaha:
“…kemudian juga ada yang menarik, kitab-kitab dulu, ya, yang masa lalu yang sudah jelas-jelas – katakanlah – dalam judulnya menyebutkan kata-kata Salaf, misalnya kitabnya syaikh Muhammad Ash-Shabuni, Aqidatus Salaf Ashabul Hadits… disitu saya buka-buka, saya baca-baca tidak ada definisi as-Salaf [6] dan as-Salafiyyun itu nggak ada. Begitu pula dalam bukunya Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali, Fadzlu Ilmi Salaf ‘ala Ilmi Khalaf, saya buka saya baca kebetulan itu nggak terlalu tebal…definisi Salaf juga tidak ada secara definitif disebutkan. [7]
Dan para Salaf masa lalupun ketika disebut kata-kata Salaf seperti sudah menjadi semacam aksioma bahwa Salaf itu yang pada masa lalu, yang mendahului kita. Bahkan kalau misalnya kaum Salafi mengatakan kaum Salaf disebutkan dalam hadits Nabi khairunnasi qarni, yang terbaik adalah masaku, tsummalladzina yalunahum, tsummalladzinya yalunahum, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka, yaitu masa shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Imam Ahmad Ibnu Hanbal-pun beliau sebetulnya bukan termasuk generasi Salaf kalau definisi itu didasarkan zamaniyah. Imam Ahmad tidak termasuk tidak termasuk generasi Salaf karena beliau bukan termasuk tabi’ut tabi’in… Ibnu Taimiyah sendiri mengingkari hal tersebut (adanya istilah salaf, simak footnote ke 6, red) [8], penisbatan seseorang kepada kelompok tertentu yang itu tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an dan Sunnah dan peninggalan Salafush-shalih…
Kalau kata-kata ana muslim, nahnu muslimun itu dalam Al-Qur’an Dan Sunnah ma’ruf. Tapi kalau kata ana Salafi atau nahnu Salafi, tidak ada satu bukupun terutama pada masa Ibnu Taimiyah yang membahas masalah as-Salaf dan as-Salafi secara definitif. Bahkan para ulama pada masa lalu tidak ada yang menisbatkan namanya itu sebagai as-Salafi, atau al-atsari tidak ada. Ibnu Taimiyah sendiri tidak pernah menyebutkan dirinya sebagai… as-Salafi, itu tidak ada. Yang ada kalau Asy-Syafi’i, al-Hanbali, al-Maliki, al-Hanafi atau mungkin ke nisbat tempat, al-Madani, al-Makki, al-Mishri…atau al-Malanji misalnya itu ma’ruf…
Bahkan dalam kitab kitab mereka yang sering dipakai misalnya As-Sunnah-nya Imam al-Barbahari yaitu saya lihat kata-kata manhaj, kata-kata Salaf apalagi as-Salafi itu nggak ada. Justru kitab tersebut yang disyarah oleh Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi hafidhahullah. Beliau sudah sepuh sekarang, sekitar 81 tahun umurnya, kata-kata manhaj, kata-kata Salafush-shaleh, Salafi justru banyak dari buku syarahnya, dari beliau.
Bahkan kata-kata al-Ikhwanul Muslimun [9], Quthbi, Sururiyyun, Kharijiyyun, Ikhwani, itu ada di syarah, di kitabnya nggak ada. Begitu pula dengan As-Sunnahnya Imam Al-Baghawi, saya mau nggak mau jadi mempelajari, mengamati kata-kata salaf ini, ternyata juga tidak ada definisi Salaf….
Dan itu sudah diluar dari yang dikehendaki oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, sudah melenceng dari yang beliau-beliau pahami.
Saudara-saudaraku kaum muslimin yang berbahagia, ada yang menarik kalau kita mengamati sejarah kemunculan kelompok yang menamakan dirinya Salafi. Saya selalu menegaskan membagi bahwa yang namanya Salafi, kalau tidak bisa disebut kelompok, kalau tidak bisa disebut sebagai hizbiyyah dan sebagainya karena mereka tidak suka disebut hizbiyyah, entah maunya dia atau apa?
Sesungguhnya mereka ini membentuk hizbiyyah yang asadul hizbiyyah kata Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, ketika Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali menulis buku Jama’at Wahidah la Asyarat, Shiratul Warid la Asyarat… itu menegaskan bahwa jama’ah itu satu saja bukan jama’ah-jama’ah yang banyak dan yang paling benar adalah kelompoknya yang lalu dikatakan oleh, dikritik oleh Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, teman beliau selama kuliah waktu di Jami’ah Islamiyah di Madinah Munawaroh, ini Syaikh Rabi’ beliau sangat-sangat membenc sehidup semati dengan orang-orang dan kelompok dakwah Islam ini sampai memunculkan istilah-istilah hizbiyyah itu tadi. Bahkan menyebut hizbiyyah yang mematikan, mengancam gitu ya ? Ternyata beliau membuat sendiri hizbiyyah yang lebih parah dari hizbiyyah yang beliau perangi, yang beliau tidak sukai tadi itu [10].
Nah ini..mereka setelah mereka katakan Syaikh Bin Bazz, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Al-Utsaimin, Syaikh Al-Albani, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh al-Jibrin, Syaikh …, Syaikh Hamut at-Tuwaijiri, Syaikh Hamud bin Uqala’ asy-Syuaibi. Kita harus membedakan Salafiyah-Salafiyah ini dimana beliau-beliau yang duduk di Hai’ah Kibarul Ulama di Saudi di Lajnah Daimah lil Ifta’ itu mereka para ulama besar, orang-orang yang shalih, orang-orang ‘alim, zuhud dan lisan dan tulisannya itu bersih dari caci-maki kepada kelompok dan orang lain. Itulah mereka yang duduk di Hai’ah Kibarul Ulama.
Yang heran, ketika saya selidiki disini, kenapa Syaikh Rabi’ yang beliau doktor, beliau secara usia itu beliau lahir tahun 1351 H, sekarang beliau berusia sekitar 75-an tahun ya, berapa itu, itu sudah cukup sepuh itu tidak masuk di Hai’ah Kibarul Ulama, dimana angkatannya itu masih di bawah angkatan beliau. Ternyata yang duduk di Hai’ah Kibarul Ulama kalaupun misalnya ada yang pernah … dengan Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Islamiyah atau dengan sebagian tokoh-tokoh gerakan dakwah – selain Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan itu – beliau…yang pernah mengkritik Syaikh Yusuf Qaradhawi dalam Jama’ah Ikhwanul Muslimin itu tidak lebih dari mendekati sekitar masa-masa perang Teluk waktu itu. Yang berikutnya, pendapat beliau yang melarang orang untuk membicarakan orang lain, beliau mengalami perubahan pikiran setelah agak jauh dari perang Teluk. Sesungguhnya hal itu tidaklah dikehendaki oleh Ibnu Taimiyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Karena ternyata, kalau kita mau melihat lalu kita mau mencermati, pendapat kelompok Salafnya al-ustadz Luqman bin Muhammad Ba’abduh, faktanya kalau ada pendapat Syaikh Rabi’ yang berbeda dengan pendapat Syaikh Bin Bazz maka yang diambil adalah pendapatnya Syaikh Rabi’. Kalau pendapatnya Syaikh Rabi’ juga berbeda dengan pendapatnya Syaikh Utsaimin, Syaikh Al-Albani, yang diambil pendapatnya Syaikh Rabi’. Bahkan menggampangkan, kalau pendapat Syaikh Rabi’ dengan Syaikh Bakr Abu Zaid…, mereka berselisih dengan Syaikh Bin Jibrin dan Syaikh-Syaikh yang lain di Hai’ah Kibarul Ulama itu yang diambil adalah pendapatnya Syaikh Rabi’ daripada pendapat dari Hai’ah Kibarul Ulama itu sendiri[11].
Kembali pada sejarah kemunculan Salafi ini, meskipun sebelumnya dakwah Salafiyah telah dimulai pada masa Ibnu Taimiyah kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab itu tidak menyuarakan as-Salafi dalam kitab-kitab mereka, Ibnu Katsir, Ibnul Qayyim, termasuk yang…dan Imam Adz-Dzahabi[12], kemudian…itu juga tidak banyak menyinggung masalah manhaj-manhaj as-salafi seperti ini… berbeda Salafi yang muncul akhir-akhir ini. Lebih tepatnya, Salafi yang gaya baru ini. Kalau saya menyebutnya sebagai Salafi radikal atau Salafi ekstrem kalau dikaitkan dengan Salafi yang moderat [13].
Kalau kita pernah membaca buku Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak yang ditulis oleh ustadz Abu Abdirrahman al-Thalibi di mana beliau membagi Salafi menjadi dua, Salafi Yamani dan Salafi haraki, saya cenderung kurang setuju dengan pendapat tersebut karena ternyata Salafi Yamani yang penisbatan kepada Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah yang gurunya ustadz Luqman ini tidak semuanya berasal dari Yaman dan Syaikh Rabi’ juga dari Jazan, dari Madinah. Dan apa yang disebut Salafi haraki itu ustadz al-Thalibi lebih mengarah keorang-orang yang lebih mengarah ke orang-orang ber..partai politik atau kaum aktifis terutama yang berkaitan dengan Ikhwanul Musliminnya yang di Indonesia, termasuk juga Salafi haraki adalah yang di HT, IM dan baik yang politik maupun non politik seperti di Al-Irsyad, Dewan Dakwah dan yang seperti itu. Itu kesalafiyahannya berbeda..
Saya sendiri lebih cenderung menyebut Salafi radikal dan Salafi moderat karena mereka sama-sama Salafi. Persoalannya kalau kita mau mencari akar permasalahan, mereka sama-sama membenci Ikhwanul Muslimin…sama-sama membenci terhadap gerakan dakwah apapun bentuknya…cuma yang membedakannya lagi adalah penyikapannya, artinya baik lisan maupun tulisannya vulgar, keras kasar, cenderung orang baca itu butuh kesabaran ekstra.
Ada juga yang lebih santun, lebih menyembunyikan terutama kalau ketemu dengan orang yang bukan kelompoknya, terkadang ada juga seorang ustadz itu santun, tetapi dalam tulisan tetap keras…Lalu saya bagi yang radikal dan moderat. Ustadz Luqman Ba’abduh termasuk golongan radikal yang ekstrem ini[14]…
… ternyata ciri-ciri Khawarij sebagiannya ada pada diri mereka…Jadi sebelum tahun 91, sebelum terjadinya perang Teluk ketika Iraq menginvasi Kuwait. Saya katakan bahwa mulai masyhurnya, mulai ma’rufnya Salafiyah dengan gaya barunya ini, itu setelah perang Teluk dala kasus dimana Saddam Husain dengan Iraqnya menyerbu Kuwait pada waktu itu, kemudian Saudi goncang. Dan bukan tidak mungkin memang sudah ada skenario disana dalam masalah ini, skenario Amerika ya, sebagai polisi dunia punya skenario yang lalu dalam merealisasikannya dengan cara yang macam-macam juga…yang akhirnya Saudi Arabia – pada waktu itu dan sampai akhir hayatnya diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazz rahimahullah .. merekomendasikan membolehkan raja Saudi Arabia untuk meminta bantuan kepada pihak yang dianggap bisa memberikan bantuan.
Sama sekali tidak disebutkan kata-kata Amerika atau pasukan multinasional itu nggak, yang lalu sama pemerintah Saudi minta kepada Amerika untuk masuk ke Saudi Arabia dan itu sudah diskenariokan dan itu pula yang disinggung oleh Syaikh Safar Al-Hawali dalam Wa’d Kissinger-nya. Kemudian belum selesai sampai di situ, pada saat itulah disinyalir ada permainan intelijen di sana, kalau sekedar kekuatan asing masuk ke Saudi tanpa dalil yang lebih kuat lagi itu bisa saja masih memunculkan penentangan. Kemudian muncullah doktor Muhammad Aman al-Jami ini rahimahullah dengan kelompoknya. Mereka mewakili suatu kelompok baru yang berbeda dengan Hai’ah Kibarul Ulama dan berbeda pula dengan kelompok yang sama sekali menentang pemerintah.
Jadi kalau misalnya sebagian tokoh-tokoh pada waktu itu seperti Syaikh Safar bin Abdurrahman Al-Hawali, Syaikh Salman bin Fahd al-Audah, Syaikh doktor Sulaiman bin Nashir al-Umr, – termasuk yang kemarin kesini – Syaikh Aidh bin Abdillah al-Qarni dan kawan-kawannya termasuk tokoh-tokoh muda terutama Syaikh Salman dan Syaikh Safar yang mereka bicara politik cukup keras, itu tokoh-tokoh mudanya para ulama – mereka pada waktu itu sudah doktor – gencar menolak kedatangan pasukan asing tentara Amerika ini ke jazirah Arabia.
Nah ini kelompok pertama yang Hai’ah Kibarul Ulama kan berada di tengah-tengah, muncul kelompok lagi yang Muhammad Aman Jami dan Syaikh Rabi’ ini kelompoknya untuk mewajibkan mengikuti apapun kata penguasa…Yang tidak mau taat atau memprotes dikatakan sebagai Khawarij. Munculllah kemudian istilah mereka ini kelompok yang dalam salah satu ..formasinya dikenal dengan Khawarijul ma’ad du’at, Murji’atu ma’al hukkam, rafidhatu ma’al jama’ah, Qadariyatul ma’al Yahudi wan nashara wal kuffar[15], mereka bersikap Khawarij terhadap para du’at, para da’i, para mubaligh, para ulama, merekapun Murji’ah pada penguasa dan mereka bersikap Rafidhah…terhadap Jama’ah-jama’ah Islamiyah dan Qadariyatul ma’al Yahudi wan nashara wal kuffar, mereka sifatnya Qadariyah, pasrah terhadap persoalan yang ditimbulkan orang-orang yahudi, orang-orang Nasrani dan orang kafir. Makanya jangan heran dalam kasus Palestina, kasus Iraq, Israel [16], Palestina atau kemarin ini Libanon, meskipun mereka itu keras terhadap Yahudi dan orang kafir tapi tindakan nyatanya tidak. Faktanya untuk terjun bebas… itu tidak seperti itu. Mereka menganggap kita masih lemah, kita … sehingga jihadpun menjadi dimatikan selama, baru boleh berjihad kalau ada Imam. Ya, kapan kita punya khalifah, punya amirul mukminin, ya… ? Ya, kalau misalnya jihad harus menunggu Imam yang membawahi umat Islam seluruh dunia, ya tidak akan ada jihad. Khilafah itu sendiri belum bisa dibentuk. Ketika jihad itu menang mungkin saja khilafah bisa dibentuk dan Ibnu Taimiyah-pun pada penggempuran Tartar yang kedua, khilafah Islamiyah pada waktu itu sedang jatuh, sedang kosong, tidak ada khalifah, tidak ada Amirul mukminin waktu itu tapi beliau menyuarakan jihad. Malu juga tuh, kalau mereka selalu merujuk pada Ibnu Taimiyah, tapi banyak sekali perkataan mereka yang berbeda dengan Ibnu Taimiyah…
Kemudian saya teliti lagi usia para masyayikh ini, Syaikh Rabi’, Syaikh Muqbil, doktor Muhammad Aman Jami dimana buku-buku beliau sangat-sangat bagus sebelum perang Teluk, termasuk maqalah-maqalah beliau. Setelah perang Teluk, risalah dan bukunya itu kontra jama’at, kontra Ikhwanul Muslimin, mencela kesana-kemari. Jadi berbeda pada diri para masyayikh ini setelah perang Teluk. Sehingga kalau ada yang mengatakan bahwa ada permainan intelijen disana dan faktor X, itu sangat mungkin terjadi, karena faktanya garis batasnya itu jelas, ya?
Kemudian usianya Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi…pada waktu perang Teluk beliau berusia 70-an tahum sudah sepuh sesungguhnya, tetapi semangat beliau terhadap Ikhwanul Muslimin sebelum perang Teluk dan masyayikh Yaman, Syaikh … beliau, sebagian fatwanya itu agak mendiskreditkan Ikhwanul Muslimin dan sebagian tokohnya dan jama’ah-jama’ah… Bahkan Syaikh Bin Bazz, fatwa beliau yang bertahun 1408 dalam masalah jama’ah dimana beliau merekomendasikan Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh untuk diikuti…, itu sempat berubah fatwa beliau 1413 H sekitar 1992-1993 dan fatwa beliau yang kontra jama’ah itulah yang diambil oleh Syaikh Rabi’ dan itu yang selalu didengung-dengungkan… Fatwa beliau pada tahun berikutnya, ya, berfatwa lagi sekitar tahun 1417-an 1992, beliau mempunyai pendapat lagi yang berbeda, lalu merekomendasikan jama’ah-jama’ah Ikhwanul Muslimin,…[17]
Sifat ini jangan heran, jangan terlalu heran. Tadi saya katakan kitab Syaikh Muqbil saja Iskatu Kalbun Awi [18].. dan Syaikh Muqbil mengatakan bahwa doktor Abdul Karim Zaidan – tokoh fiqih ulama besar di Iraq pada saat ini – dikatakan oleh Syaikh Muqbil, sesungguhnya ilmunya ini sampah… Ini sebetulnya yang dikritik oleh Syaikh Bin Bazz, Syaikh Utsaimin, bahwa mereka ini sangat usil terhadap para ulama, para da’i. Ya, begitu tajamnya lisan mereka, begitu tajamnya tulisan mereka, tidak mempertimbangkan manfaat mudharatnya dan apapula itu manfaatnya yang seperti itu.[19] Kemudian perkataan muridnya, Syaikh Yahya bin Ali al-Hajuri, yang kata ustadz… itu dikatakan sekarang ini menandingi Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, dalam rangka… – mulutnya yang tajam itu – Syaikh Yahya bin Ali al-Hajuri…
Pemandu acara:
“Ikhwan dan akhwati fillah rahimakumullah., berikutnya kita akan …paparan yang akan diberikan oleh ustadz Halawi yang akan berbicara masalah seputar fikroh, pemikiran Salafi…”
Halawi Makmun:
“…saya ingin sedikit menyinggung apa yang sudah disampaikan oleh al-akh Abduh tentang kata Salaf lalu menjadi penisbatan terhadap…yang mengikuti ajaran Rasulullah dan para shahabatnya lalu disebut dengan Salafi. Tadi sudah dijelaskan bahwa kalau kita rujuk ke berbagai rujukan dari kamus maupun kitab, kita tidak akan mendapatkan kata Salaf.
Menurut pemikiran saya, kata-kata Salaf itu sendiri pengertiannya adalah orang-orang yang telah mendahului kita. Maka ketika kita hidup sesudah mereka atau pada jaman sekarang secara otomatis kita tidak bisa menisbatkan kepada Salaf karena kita masih hidup. Kemungkinan kita juga akan disebut Salaf, nanti setelah generasi setelah kita. Setelah kita meninggal dunia, maka mungkin akan menyebut kita sebagai Salaf. Oleh karena itu dari ketika sehabis kita meninggal dunia maka kita tidak bisa menyebut diri kita Salaf, mati sudah. Maka Salaf itu tidak pernah kita dapatkan.
Imam Malik atau siapapun ketika dia menyatakan ajaran-ajarannya berdasarkan Salaf, dia tidak menisbatkan dirinya sebagai kelompok Salafi. Sehingga kalau kita rujuk ke berbagai kitab…lalu tadi muncul kata-kata Salafiyyun sebagai kelompok yang paling dekat dengan manhaj Rasul, manhaj para Shahabat, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka itu tadi menjadi satu nama yang setiap orang akan membenarkan istilah ini.
Tapi sebetulnya barangkali tidak terlalu masalah kalau nama ini dinisbatkan kepada kelompok atau orang yang mengikuti agama Rasulullah, yang terpenting apakah ketika kita mengklaim diri kita sebagai Salafi itu tepat atau tidak? Itu benar atau tidak? Dengan perbuatan-perbuatan atau amalan-amalan yang dilakukan oleh para pendahulu. Yang penting-kan itunya, bukan masalah klaim-mengklaim ini, karena akhirnya setelah kita mengecek dan meneliti tidak mendapatkan apa yang mereka lakukan seperti yang dilakukan oleh Salaf terdahulu, maka Salafi ini menjadi alat penipuan!…
Inilah realitanya, banyak umat tertipu.
Inilah akhirnya menjadi panggilan kita untuk meluruskan agar rakyat ini, agar agama ini…kepada masyarakat ini, rakyat ini tidak menjadi korban berikutnya. Makanya kita-kan mau, ingin membuka forum diskusi, ya untuk mempertanggungjawabkan ucapan-ucapan mereka, klaim-klaim mereka secara terbuka, biar umat ini tentu bisa tahu …apa yang disebut dengan kata Salafi.
Bahkan sekarang kata Salafi ini sudah lebih satu kelompok, bukan lagi rujukannya sepihak dua pihak yang mengikuti sebuah kebenaran dari Al-Qur’an dan Sunnah, tidak, menjadi kelompok…Salafi sendiri juga terpecah menjadi dua golongan, blok Timur dengan blok Barat dan ini kedua-duanya sangat tidak akur. Ketika ditanya kenapa tidak akur? Apa beda pemahaman atau apa? Sebagian jumhur menjawabnya karena beda pendapatan (he..he..he-hadirin tertawa). Beda pendapatan, tidak adil (he..he..he-hadirin tertawa lagi). Nah ini sudah salah. Ketika seorang Murji’ah namanya Abdullah bin Khuwaisharoh[20] ketika Rasulullah membagikan barang kemudian dari belakang, lalu bagian belakang dalam keadaan tidak kebagian, yang dikasih itu sebelah depan, kiri dan kanan, lalu dia menyatakan : “Ya Rasulullah, I’dil, hei Rasulullah bertindaklah adil.“ Kata Rasulullah : “Kalau orang lain tidak adil, siapa yang disebut tuan adil?” Ya kompleks, ketidakadilan itu, sifat-sifat…jadi mereka terpecah. Namun, walaupun terpecah pada dasar pemikirannya ana lihat ada kesamaannya.
Karena ketika Luqman bin Muhammad Ba’abduh ini mengarang buku ini, kelompok Baratpun merasa terbantu, merasa tenang. Artinya merasa terjawab terhadap tantangan yang selama ini dihadapi oleh mereka di blok barat ini. Sehingga kita nanti juga akan menyamakan bahwa Salaf ini satu obyek yang akan kita luruskan tanpa harus mengeblok kelompok ini, kelompok tersebut.
Pada kesempatan ini, buku yang dibahas adalah buku karangan kelompok Timur. Ana melihatnya ada satu kesamaan, dasarnya sama karena pemikiran-pemikirannya. Adapun nanti dirujukkan kepada Syaikh al-Yamani, Syaikh Rabi’ itu memang saya katakan mereka tidak punya rujukan tetap, blok to blok … nanti ketika mereka mengeblok Syaikh Rabi’ umpamanya kemudian Syaikh Rabi’ bertentangan dengan mereka …ini juga pola seperti ini saya lihat kayak Syi’ah, Syi’ah itu ngaku-ngaku Ali, tapi ketika Ali bertentangan dengan mereka …inilah sesungguhnya kelompok ini.
…maka ini yang menjadi gambaran bahwa kata Salafi itu tidak ada. Jadi yang penting, betul nggak ketika mereka mengklaim Salafi sama dengan Salafi terdahulu? Tunjukkan satu orang saja Salafi terdahulu yang perbuatannya kayak kalian! Nah tunjukkan satu, karena sepotong-kan tidak ada (he..he..he-tertawa). Satu saja, jangan banyak-banyak, satu saja…sampai sekarang belum bisa memberikan jawaban, bahkan tidak bisa. Aa, itu yang pertama. (Silakan pembaca simak footnote ke 6, red)
Yang kedua tentang Khawarij, karena jargon mereka seperti itu, jadi untuk memantapkan keyakinan pengikutnya supaya tidak tahu bahwa sesungguhnya pimpinan mereka lebih sesat atau min ghairiha, itu mereka menjadikan jargon kelompok lain yang sesat. Sehingga dari itu jama’ah-jama’ah yang kelas menengah ke bawah itu meyakini betul, memahami betul seakan-akan kelompok selain dia itu sesat. Ya, itu cukup efektif ketika kita melihat jama’ah mereka yang cukup banyak. Ya itu disebabkan karena faktor-faktor seperti itu. Jadi provokasi-provokasi bahwa jama’ah selain dia itu tidak benar atau batil. Lha, ini yang selama ini mereka pakai…
…maka ana juga mohon ma’af para hadirin kalau ana nanti menyangkut soal pemerintahan, ini bukan menyangkut pemerintahan …itu tapi yang kita bahas menyangkut soal ilmiyyah dalilnya supaya nanti tidak dikaitkan terlalu jauh. Artinya bagaimana Islam mendefinisikan pemerintah yang itu boleh ditaati atau kita harus bara’ pada pemerintah itu. Ini keterkaitannya dengan kelompok ini yang ternyata keliru, kayak Khawarij memahami Al-Qur’an buruk, tidak benar. Kadang-kadang hanya sepintas lahiriyah, lalu ditafsiri menurut logika dia, itu persis kayak Khawarij. Bahkan kata Ibnu Hazm, Khawarij ini orang badung, nggak ngerti, asal kata-kata kafir, ditotalkan semua orang itu kafir selain dirinya. Ini banyak contoh-contoh seperti itu…[21]
…sehingga banyak yang diyakini oleh orang-orang karena kebetulan yang menyampaikan juga kayak Syaikh Rabi’ dan sebagainya, maka dalam tataran seperti mahasiswapun banyak yang terlibat dan banyak yang mempercayainya tanpa menggunakan logikanya, tanpa menggunakan akal untuk berpikir. Kalau Rabi’ dan sebagainya itu kan manusia! Manusia! Yang bisa jadi mereka juga diperalat! Oleh Yahudi dan lain sebagainya![22] Sekarang kalau anda berfikir, Amerika itu nggak pernah bisa sampai kepada tanah haram, itu wujud fisiknya. Tetapi pemikirannya bisa sampai ke sana, dibuat satu fitnah seakan-akan di Mekkah itu ada teroris lalu tentara Saudi obrak-abrik suruh kejar teroris lalu terjadi tembak-menembak di tanah Haram dan itu sebetulnya merupakan pikiran orang kafir…[23]
Nah inilah yang disebut dengan ta’ashub, fanatik buta sehingga orang ketika bertindak semacam itu maka dia akan mencintai orang itu walaupun bertentangan dengan nash. Dia merasa marah kalau Syaikhnya dihina, walaupun syaikhnya bertentangan dengan al-Qur’an. Dia akan marah ketika syaikhnya dihina. Inilah sebetulnya bukan sifat Salafushshaleh, bukan sifat Ahlus Sunnah wal Jama’ah ketika ta’ashub kepada seorang Syaikh. Ta’ashub kepada masyayikh itu tidak ada di dalam Kitabullah tapi mereka melakukannya. Sehingga apa kata Syaikh mereka itu diterima. Tetapi kalau Syaikh yang lain walau lebih alim daripada Syaikh mereka, maka tidak mau, menolaknya dan ini sifat Yahudi itu[24] seperti itu…
Jadi kata Khawarij itu tidak tepat, maka ketika mengqiyaskan itu batil karena tadi berangkat dari kejahiliyyahan mereka[25]. Mereka sering berbicara yang tidak didasarkan kepada perkara keilmuan, pada ilmu. Ana tidak tahu apakah mereka juga sering membuka diskusi-diskusi terbuka dengan orang-orang terpelajar karena biasanya yang ada dalam forum seperti ini akan terjadi pertanyaan-pertanyaan ilmiah. Ana belum tahu apakah mereka suka mengadakan seperti itu atau mengadakan dengan masyarakat umum yang memang mudah untuk ditekan untuk tidak bertanya apa-apa, menerima saja, mau salah, mau bener seperti botol-botol kosong, ketika diisi terus saja, diisi walaupun sudah ndak muat isiannya itu.
Biasanya seperti itu, sehingga ketika ada orang bahkan mahasiswa sekalipun, bahkan orang yang badannya kekar sekalipun, bila masuk pada kelompok ini menjadi loyo, menjadi tidak ada semangat dalam membela Islam itu. Cuma yang ditonjolkan sifat-sifat lahiriahnya, jenggotnya katakanlah dua meter setengah (he..he..he-hadirin tertawa), pakai baju koko, pakai celana setengah betis sehingga kalau pake celana dengan kasut itu kayak anak umur empat tahun (he..he..he-hadirin tertawa lagi) yang beli baju untuk lebaran, kan begitu. Iya nggak?[26] Maka seperti itu.
…justru kelompok ini menganggap jihad itu sebagai musuh, sebagai sesuatu yang sangat bertentangan dengan manhaj Salaf[27]. Sebuah dari sini saja kita sudah bisa menilai bahwa mereka sudah, sudah sirnalah hakekatnya, sudah keliru, sudah total itu… …bahkan oleh karena itu kita kadang-kadang bingung memberikan gelar bagi mereka atau sebutan bagi mereka… Perandaian saja..kalau kita menyebutkan apakah mereka ini tersusupi oleh Yahudi dan lain sebagainya itu sulit, tetapi pada kenyataannya semua langkah, gerakan dan ucapan tokoh mereka membuat Yahudi pada seneng, membuat orang Yahudi pada tertawa, dari sikap dan tindakan mereka itu[28].
Seperti contoh kasus tentang istimata, tentang istimata bom syahid, ya ini jangan dikaitkan pemerintah, karena pemerintah ini sekarang sedang mencari-cari orang yang “bom syahid” itu sangit, ditangkap aja itu bukan melegalkan tindakannya bom meledak di Bali. Ya, ini sebatas pengetahuan.
Istilahnya bom syahid itu kayak bom mati…orang mati bunuh diri itu-kan orang putus asa, putus asa punya utang gak bisa bayar-bayar, tiap hari ditagih teruus… (he..he..he- hadirin tertawa), iya kan? Atau orang yang tidak mampu menghadapi dunia inilah, daripada pusing dia naik pohon kelapa atau naik tiang listrik lalu kesetrum mati, yang mati dia, yang lain nggak kena mati. Ini dari segi ini membedakan. Orang syahid itu tidak, orang syahid…ia ingin menegakkan agamanya. Yang aslinya, dia tidak mau mati [29], tetapi terpaksa harus mati dengan musuh dan ternyata cara ini efektif untuk bisa menggoyahkan kekuatan musuh. Sehebat apapun teknologi yang dia miliki, termasuk Israel itu paling takut dengan tindakan semacam ini.
Lalu ada orang yang katanya muslim gembor-gembor bahwa tindakan ini adalah bunuh diri, otomatis Israel itu senang …dan ternyata cara ini efektif. Musuh itu gonjang-ganjing, musuh itu ketakutan[30], lha ini menganggap itu perbuatan salah, dianggap mati bunuh diri. Nah seperti itu…
Nah, kelompok ini, tapi semalam sebetulnya ana udah berunding dengan temen-temen boleh nggak mengeluarkan pendapat seperti ini atau apa nggak usah disebutkan yang tentang pengertian al-hukuma’ di sini maksudnya hukuma’ Islam itu? Ya, baik nanti mungkin akan disampaikan nanti kalau ada pertanyaan seperti itu ya, hehem. Baik ikhwan, ini harus stop dulu ini, karena suasananya tidak kondusif (he..he..he-hadirin tertawa). Ya nanti kita jelaskan berdasarkan animo dari masyarakat (he..he..he-hadirin tertawa), Jelas ya,…Itu saja tentang kelompok-kelompok semacam ini atau kelompok orang ini. Nah itu banyak ya, yang ingin kita sebutkan, dan yang jelas kepada ikhwan-ikhwan, ya untuk selalu waspada dan untuk selalu kritis, tidak menerima begitu saja karena pada dasarnya tidak ada satu kelompok yang hanya atau harus menjadi rujukan dan tidak pernah melihat kepada kelompok yang lainnya. Sifat semacam inipun sebetulnya tidak pernah ada contohnya dari Salaf terdahulu, …metode, pendidikan dan taklim yang diajarkan oleh merekapun ini juga sudah bisa kita menilai kalau merekapun ketika menggunakan istilah Salaf, itu dusta, ya katakanlah tidak benar, gitu ya… seperti itu…
Ana sungguh-sungguh prihatin sebetulnya kalau menilai lebih jauh pada kelompok ini, mereka sudah melecehkan justru orang-orang Salaf yang dianalogiskan kepada orang-orang yang sebetulnya tidak pantas untuk disamakan kedudukannya, tapi kalau kelompok ini dilakukan. Bahkan ana kadang-kadang ya, ana lebih suka kelompok JIL (Jaringan Islam Liberal), JIL, JIL yang sekarang sudah merasuk ke berbagai perguruan tinggi, ke pesantren dan yang lain-lain. Ini juga cepet gerakannya. Kita akan lebih suka dalam artian maka JIL ini seberapapun kejahatan dia, JIL ini, mereka masih berani tampil berhadapan dengan kita, masih berani melawan, gitu lho (he..he..he-hadirin tertawa) dibandingkan dengan kelompok ini. Mereka ini kayak Trewelu (Trewelu bahasa Jawa, artinya kelinci, red) (he..he..he-tertawa), Tahu Trewelu? Kelinci, kayak kelinci…punya terowongan yang memiliki dua muka. Ditangkap di sini lari di sana, ketika ditangkap disana larinya disini (he..he..he-tertawa), seperti itu. Aa, begitulah kenyataannya..[31]
…Berkaitan dengan ini mudah-mudahan kita memberikan jawaban tidak bermaksud untuk mendiskreditkan kelompok, tidak, kita hanya memperbaiki, meluruskan agar semua orang bisa kembali kepada kebenaran yang sesungguhnya dan tidak terpaku atau terjebak oleh klaim-klaim kelompok tertentu yang menganggap dirinya katanya paling salafi, paling benar dan paling dekat dengan manhaj Rasul walaupun setiap ditanya tentang manhaj mereka nggak pernah bisa jawab…
Abdullah Hadrami:
“…yang jadi masalah sekarang ini kelompok yang menyatakan diri mereka Salafi dan dengan seenaknya memasukkan orang, dengan seenaknya mengeluarkan orang, yang sama saya Salaf, tidak sama saya bukan Salaf, seakan-akan itu perusahaan dengan saham yang mereka kuasai seperti itu, ini nggak benar, tidak dibenarkan. Apalagi saling menyesatkan diantara mereka, membid’ahkan, memfasiqkan dan yang lain-lainnya, memberikan gelar-gelar yang buruk, seperti al-kadzdzab, al-pramuki atau dan yang lain-lain. Lha itu bukan Salaf dalam arti kembali kepada Salafush shalih. Itu Salaf dalam arti kelompok, hizbi, itu hizbi dan kita tidak meragukan lagi tentang hal itu[32], ini penting definisi ini…
Kemudian ikhwan wa akhwati rahimakumullah, kalau saya membaca buku ini “Siapa Teroris dan Siapa Khawarij” dan juga buku yang dibantah “Mereka Adalah Teroris”, maka saya mendapatkan buku itu jauh dari Salaf terutama dari segi akhlaq, akhlaq[33]. Seseorang yang aqidahnya benar itu akhlaqnya akan baik, itu otomatis. Jadi tidak ada istilah yang penting aqidahnya sementara akhlaqnya jelek. Kalau ada orang mengatakan yang penting aqidahnya sementara akhlaqnya jelek berarti aqidahpun juga belum benar. Karena ada keterikatan yang sangat kuat antara aqidah dengan akhlaq… Nah kalau memang seseorang itu mengaku dirinya sebagai Salaf, ya tentu akhlaqnya akhlaq Salaf, apalagi akhlaq terhadap para ulama.
Ikhwan wa akhwati rahimakumullah, masalah ini sangat penting dan kita sekarang ini krisis akhlaq, terutama yang kami sesalkan orang itu semakin lama ngaji, semakin banyak khatam kitab, itu ternyata bukan semakin baik akhlaqnya, tetapi semakin buruk akhlaqnya, ini mushibah.
Sampai-sampai kadang kita berpikir lebih baik jadi orang awam saja, gak usah jadi orang pinter, kalau memang setelah pinter akhlaqnya malah jelek. Yang kasihan itu masyarakat umum, akhirnya mereka punya penilaian inikah orang beragama? Akhirnya merekapun meninggalkan agama, tidak mau dengan agama gara-gara akhlaq mereka yang buruk. Mereka beranggapan semakin orang beragama semakin kasar, semakin buruk akhlaqnya, kemudian semakin gampang memvonis orang, memvonis ya.
Kalau antum baca di buku ini (Mereka Adalah Teroris-transkriptor), waduh ngeri, ngeri sekali, Allahu Akbar, luar biasa ya… Jadi orang-orang yang sudah meninggal diungkit-ungkit dituduh mati konyol macam-macam. Kalau ada orang mengatakan mati konyol, itu khusnul khatimah atau su’ul khatimah? Su’ul khatimah. Su’ul khatimah itu masuk mana? Neraka. Itu vonis masuk neraka, dan seorang muslim tidak boleh memvonis masuk neraka dan tidak boleh memvonis masuk surga, apalagi yang divonis itu orang-orang yang dikenal memperjuangkan Islam.[34]
Ikhwan wa akhwati rahimakumullah, yang jadi masalah lagi, sekarang bukan ngaku, saya kelompok ini, saya kelompok ini, saya kelompok ini, itu nggak laku sekarang. Kita sudah bosan dengan yang seperti itu. Kita sekarang butuh orang-orang yang memperjuangkan Islam wal Muslimin dan memberikan contoh perilaku yang baik[35]. Kalau hanya ngaku saja, teori, teori, teori tetapi prakteknya berbeda, apa artinya? Yang kita inginkan sekarang kita berjuang untuk Islam, untuk muslimin.
Kemudian juga kita berikan contoh perilaku yang baik. Syaikh Utsaimin rahimahullah pernah marah ketika di majelisnya ada yang mengatakan : ”Syaikh di majelis antum sekarang ada Salafi, ada Ikhwani, ada Tablighi”, beliau marah, kata beliau : ”Kullu al-Ikhwanul Muslimun, kita sama-sama saudara sama-sama Islamnya kita ini”. Beliau marah, nggak mau beliau, yang ada sesama muslimin[36]… Yang penting adalah kita memperjuangkan Islam, memperjuangkan kaum muslimin dan memberikan contoh perilaku yang baik. INI YANG PALING PENTING[37]. Kalau hanya ngaji, teori, teori, teori, tidak dipraktekkan bahkan orang-orang yang memperjuangkan Islam malah dihalang-halangi, ya apalah artinya ngaji seperti itu? Kalau ada orang ngaji, ya alhamdulillah, ya masya Allah, menuntut ilmu dapat barakah, dapat ilmu segala macam. Tapi salahnya mereka adalah ketika ada orang yang memperjuangkan Islam dihalang-halangi, dituduh macam-macam.[38] Kalau seandainya ada yang salah, mari diluruskan, diluruskan dengan sopan, dengan akhlaq cara-cara Islam, kita kembangkan dialog-dialog yang sangat adab, sangat akhlaq seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat…
Selanjutnya Ikhwan wa akhwati rahimakumullah, tentang memvonis orang, menvonis orang itu tidak gampang. Yang berhak memvonis hanya Allah saja…
Ikhwani wa akhwati rahimakumullah, ketika kita menginginkan sesuatu itu, kita perlu memikirkan dampak seperti buku-buku yang ditulis dengan kata-kata yang kasar. Mereka-mereka para ulama itu punya pengikut. Kalau pengikut mereka nggak terima, nulis kitab juga akhirnya, apa yang akan terjadi? Kacau muslimin, yang jadi korban siapa? Yang jadi korban adalah kaum muslimin sendiri!![39] Tapi alhamdulillah, mereka-mereka, pengikutnya itu mungkin lebih berakal ya, sehingga gak mau jawab ya? Mungkin dengan bahasa-bahasa yang lebih sopan seperti buku “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?”, saya seneng karena bahasanya sopan[40]…
Ikhwah wa akhwati rahimakumullah, sesungguhnya materi saya ini cukup panjang ya? Saya membawakan hadits-hadits kemudian juga ayat-ayat tentang akhlaqul karimah, tentang bahayanya ghibah, apalagi tentang bahayanya kita mencacat para ulama. Katakanlah misalnya ustadz Luqman ini mencacat para ulama seperti itu, kita jangan niru dia.[41] Jangan kesalahan dibantah dengan kesalahan, cukuplah mereka salah dan kita nggak usah ngikuti-ikut salah. Karena kalau kita nanti bantah dengan menghujat ulama-ulama juga[42], nanti kita sama dengan dia.
Kita maunya meluruskan, malah kita yang diluruskan. Jadi kita bantah ngikuti yang salah. Ghibah ini tidak gampang, ghibah ini luar biasa, apalagi mengghibah para ulama. Agama Islam ini mengajarkan kita menghormati para ulama[43]. Saya pernah tanya kepada Syaikh Utsaimin rahimahullah, alhamdulillah saya belajar di beliau empat tahun. Beliau adalah salah seorang Imam Ahlis Sunnah wal Jama’ah. Selama saya belajar kepada beliau tidak pernah menyebut fulan, fulan, fulan, kelompok ini, kelompok itu, nggak ada. Cuma beliau menjelaskan dengan santun, dengan baik dan semua orang mau kembali kepada kebaikan dengan cara yang beliau tempuh. Jadi bukan dengan membikin kacau, membuat diaduk kaum muslimin.[44]
…Ustadz Luqman ini salah, dan kita jangan ngikuti yang salah. Kita luruskan dengan cara yang benar…. Kepada para asatidz, semua ustadz saya harap tidak mengikuti caranya ustadz Luqman ya?[45]…
——– Ditranskrip oleh Abu Dzulqarnain Abdul Ghafur Al-Malanji —————-
Malang, 21 September 2006, 26 Sya’ban 1427 H.
Baca kelanjutannya di Bedah Buku Siapa Teroris Siapa Khawarij (Bantahan)