💥 جديد 💥
(دفاع عن العلامة الشيخ الربيع حفظه الله تعالى وعن علمه)
💥 BARU 💥
ALLAHU AKBAR‼ AHLUS SUNNAH BANGKIT BERLOMBA-LOMBA MEMBELA AL-ALLAMAH ASY-SYAIKH RABI’ HAFIZHAHULLAH DAN ILMU BELIAU
Asy-Syaikh Nizar bin Hasyim al-Abbas hafizhahullah
Pengantar penulis
Sebagian pemuda bingung tentang tulisan dan bantahan belakangan ini seputar perkataan al-Allamah Rabi’ hafizhahullah dalam penjelasan beliau dan adanya upaya melemparkan keraguan tentang masalah orang-orang filsafat ekstrim bahwasanya mereka mengakui bahwa Allah dan para malaikat di atas langit yaitu di ketinggian, demikian juga orang-orang kafir Quraisy ketika turun ayat-ayat (tentang hal tersebut) mereka dahulu tidak membantahnya.
Asy-Syaikh Rabi’ dalam syarah (penjelasan) beliau terhadap kitab Aqidatus Salaf Ashabul Hadits halaman 81 berkata:
Sifat tinggi (bagi Allah) tetap berdasarkan al-Kitab dan Sunnah, akal, dan fitrah.
Orang-orang ahli filsafat yang ekstrim mengakui bahwa Allah dan para malaikat-Nya berada di atas langit di ketinggian. Sementara Jahmiyyah dan orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan Mu’tazilah, Khawarij, Asy’ariyah dan selain mereka di medan ini lebih parah dari orang-orang ahli filsafat, lebih sesat dan lebih bodoh dari orang-orang ahli filsafat.
Orang-orang ahli filsafat walaupun dalam kesesatan dan ilhad, mereka meyakini bahwa Allah di atas langit.
Bahkan Yahudi dan Nashara meyakini bahwa Allah di atas langit dengan mengambil keyakinan ini dari Taurat dan Injil.
Jadi Taurat dan Injil berisi nash-nash yang menunjukkan bahwa Allah di atas langit. Dan orang-orang filsafat mengakui hal ini. Walaupun dalam kesesatan namun akal mereka masih mengakui ketinggian Allah.
Sedangkan akal Jahm bin Shafwan dan orang-orang yang mengikutinya –na’udzubillah– dalam bab ini lebih sesat dari orang-orang filsafat yang sesat dan mulhid.
Jadi umat-umat semuanya hingga Quraisy dan selain mereka ketika turun ayat-ayat ini mereka tidak mendebatnya.
–selesai kutipan–
■■■■■■■■■
Tanggapan dari asy-Syaikh Nizar bin Hasyim al-Abbas tentang perkataan al-Allamah Rabi’ hafizhahullah pada Syarh Aqidatus Salaf Ashabul Hadits hlm. 81 tentang pernyataan-pernyataan orang kafir yang benar sesuai dengan syariat-syariat:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته، مرحباً بك يا أخي وحياك الله.
Pertama: Wajib atas seorang penuntut ilmu siapapun yang menempuh jalan salaf untuk bersikap hati-hati, bersikap lembut kepada dirinya dan orang lain, dan tidak terburu-buru dalam membantah dan mengingkari masalah tertentu sampai dia menelaah, memahami, dan mencerna hakekatnya dan bagaimana perkataan para ulama tentangnya serta menimbangnya dengan timbangan syariat.
Kedua: Wajib atas seorang penuntut ilmu untuk menyadari kadar dirinya di hadapan orang-orang yang diberi keutamaan oleh Allah berupa ilmu yang kokoh dari kalangan para ulama besar kita, seperti orang tua kita asy-Syaikh Rabi’ dan selain beliau hafizhahumullah jami’an yang sejak muda mereka berada di lautan ilmu yang telah mereka selami kedalamannya setelah mereka tinggal di pantainya –dengan keutamaan Allah atas mereka– sebelum banyak dari salafiyyun yang ada pada hari ini lahir dan mengenal kehidupan dan dilahirkan oleh ibu-ibu mereka, dan saya tidak memaksudkan seseorang tertentu, bahkan nasehat ini untuk kita semua dan saya termasuk di dalamnya, semoga Allah mengampuni saya dan saudara-saudara saya.
Jadi ketika salah seorang dari mereka datang tanpa bersikap hati-hati dan lembut, bahkan terburu-buru dan bersikap ngawur sehingga tanpa menelaah kembali, tanpa mempelajari ulang, dan tanpa merujuk kepada para ulama atau sumber-sumber rujukan mereka dia mengingkari perkataan seorang ulama besar dan rujukan ilmu yang kokoh, dan orang yang perlu dikasihani itu tidak tahu bahwa:
❌ dia telah mempertaruhkan dirinya,
❌ berburuk sangka terhadap seorang ulama yang mulia,
❌ dan menuduhnya dan menuduh ilmunya,
❌ serta meneriaki dirinya sendiri bahwa dia telah terburu-buru, sok berilmu, berani tampil, sombong, dan merasa memiliki ilmu dan penelaahan yang luas, padahal faktanya terbalik total, maka ini hakekatnya bukan termasuk adab dan akhlak seorang penuntut ilmu.
Jadi wajib untuk benar-benar berhati-hati dan menuntut ilmu kemudian terus menuntut ilmu, bersikap tenang, dan tidak terburu-buru tampil menulis dan mengeluarkan vonis-vonis serampangan, melawan, dan menimbulkan kegaduhan terhadap barisan salafi serta melakukan tindakan yang menjadi sebab-sebab perpecahan diantara salafiyyun.
Saya memohon kepada Allah agar memperbaiki keadaan kita semuanya, menyatukan hati kita, dan membimbing kita.
Ketiga: Apa yang dikatakan dan ditulis oleh guru kita asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah ketika membicarakan masalah ketinggian Allah Ta’ala, istiwa’-Nya di atas Arsy-Nya dan makhluk-Nya, dan bahwasanya sebagian orang-orang filsafat meyakini hal itu, maka ini adalah perkataan yang beliau timba dari perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah https://t.me/jujurlahselamanya/5633 -pent)
dan muridnya Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya ash-Shawa’iqul Mursalah Alal Jahmiyyah wal Mu’aththilah (https://t.me/jujurlahselamanya/5626 dan https://t.me/jujurlahselamanya/5628 -pent), di mana beliau rahimahullah berkata:
أَخْبَرُ النَّاسِ بِمَقَالَاتِ الْفَلَاسِفَةِ قَدْ حَكَى اتِّفَاقَ الْحُكَمَاءِ عَلَى أَنَّ اللهَ وَالْمَلَائِكَةَ فِي السَّمَاءِ كَمَا اتَّفَقَتْ عَلَى ذَلِكَ الشَّرَائِعُ…
“Orang yang paling mengerti tentang ucapan-ucapan orang-orang filsafat telah menghikayatkan kesepakatan para ahli hikmah (ahli filsafat) bahwa Allah dan para malaikat berada di atas langit, sebagaimana kesepakatan syariat-syariat sepakat atas hal itu…”
📖 Muktashar ash-Shawaiqul Mursalah, 1/504 (pent)
Yang beliau maksud –wallahu a’lam– dengan orang yang paling mengerti tersebut adalah guru beliau Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,(*) dan orang-orang ahli hikmah adalah para tokoh filsafat, karena falsafah dalam bahasa Yunani artinya adalah hikmah dan memikirkan.
✅💥 Maka dengan ini diketahuilah hakekat masalah ini dan bahwasanya beliau (asy-Syaikh Rabi’) hafizhahullah tidak datang membawa dari diri beliau sendiri sedikitpun dan tidak mendahului para ulama, dan ini adalah perkara alamiah yang tidak diingkari, karena pada sisa-sisa keyakinan kaum-kaum terdahulu (termasuk orang-orang filsafat) walaupun sesat masih ada sebagian keyakinan yang benar yang berasal dari para rasul dan para nabi utusan Allah Ta’ala –’alaihumus shalatu was salam– di samping fitrah selama belum dihilangkan atau diubah.
Jadi kita wajib menyadari wahai saudara-saudaraku dan kita jangan terburu-buru menyanggah dan mengingkari tanpa ilmu, tanpa hujjah, dan tidak merujuk kepada ilmu dan sumber-sumber rujukannya serta jangan mencela para ulama dan orang-orang tua (tokoh-tokoh teladan) kita.
Dahulu guru kami asy-Syaikh Hamad al-Anshari rahimahullah sering mengingatkan:
“Ilmu itu berdasarkan nukilan (riwayat) bukan berdasarkan akal
Jika tidak sesuai (dengan syariat) maka buanglah di tempat sampah”
Wallahul musta’an
Keempat dan terakhir: Perkataan asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah tentang pengetahuan, pernyataan, dan pengakuan sekian banyak dari orang-orang kafir termasuk orang-orang kafir Quraisy terhadap perkara-perkara keimanan dan akidah yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diselisihi oleh Jahmiyah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, Khawarij, Shufi, dan selain mereka dan mereka mengingkarinya, seperti sifat ketinggian Allah dan istiwa’-Nya di atas Arsy-Nya serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan ini terdapat dalam syair-syair dan ucapan-ucapan orang-orang jahiliyah yang kafir, seperti pada syair Umayyah bin Abis Shalt yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan tentangnya, “Dia hampir-hampir masuk Islam,” namun tidak masuk Islam karena dia kafir dan termasuk orang-orang jahiliyah, dan diantara ucapan syairnya:
لَكَ الْحَمْدُ والنَّعْمَاءُ والْمُلْكُ رَبَّنَا
فَلَا شَيْءَ أَعْلَى مِنْكَ مَجْدَاً وَأَمْجَدُ
مَلِيْكٌ عَلَى عَرْشِ السَّمَاءِ مُهَيْمِنٌ
لِعِزّتِهِ تَعْنُو الْوُجُوهُ وَتَسْجُدُ
Milik-Mu segala puji, kenikmatan, dan kerajaan wahai Rabb kami
Tidak ada yang lebih tinggi dan lebih mulia dari-Mu
Engkau Raja Yang Berkuasa di atas Arsy langit
Wajah hamba-hamba-Nya tunduk dan sujud karena kebesaran-Nya
Ini mereka ambil dari apa yang datang berupa wahyu kenabian yang lalu sebelum diutusnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ahli kitab dan apa yang terdapat pada fitrah yang masih bersih yang belum berubah.
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ.
“Tidak ada seorang bayipun kecuali dia dilahirkan di atas fitrah.”
Ini bukan berarti mereka beriman atau masuk Islam, karena mereka tidak beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agama beliau dan apa-apa yang beliau bawa dari Rabbnya Ta’ala, walaupun mereka menyatakan dan mengakui sebagian kebenaran seperti ketinggian Allah, Arsy-Nya dan ketinggian-Nya di atas Arsy dan sebagainya.
Seandainya sebagian ikhwah penuntut ilmu memperhatikan dengan seksama dalam kitab al-Mu’allaqat al-‘Asyr niscaya mereka akan menjumpai banyak contoh berupa pernyataan-pernyataan yang benar dalam syair-syair mereka.
Dengan ini dipahamilah perkataan asy-Syaikh al-Allamah Rabi’ hafizhahullah dan jelaslah perkara yang telah beliau jelaskan sendiri dengan ucapan beliau, “Akal Jahm bin Shafwan dan pengikutnya –na’udzu billah–dalam bab ini (ketinggian Allah di atas makhluk-Nya dan ilmu-Nya terhadap semua makhluk-Nya) lebih sesat dari orang-orang filsafat yang sesat dan mulhid.”
Oleh karena inilah maka beliau hafizhahullah telah berwasiat dan terus berwasiat kepada semua orang agar memperhatikan kitab-kitab dan ilmu kedua ulama besar tersebut. Ketika kita tidak merujuk kepada sumber-sumber rujukan ilmu mereka dan kita tidak memahaminya dengan benar, terjadilah kesalahan besar dalam bab ilmu, bahkan hal itu juga menyebabkan kesalahan besar terhadap para ulama kita, termasuk kepada imam ini (asy-Syaikh Rabi’), dan terhadap ilmu perkataan, dan pondasi kuat dan kokoh yang beliau tanamkan bagi masalah-masalah ilmu.
Hendaknya kita mengetahui keutamaan syaikh yang mulia ini dan mendoakan semua kebaikan untuk beliau dan untuk para ulama kita serta kita mengambil semua faedah dari kitab-kitab, ilmu, dan nasehat beliau.
Selesai tanggapan atau komentar dari asy-Syaikh Nizar bin Hasyim al-Abbas hafizhahullah
Ini beliau sampaikan pada malam Sabtu 7 Dzulhijjah 1442 H
(*) Wallahu a’lam, berdasarkan penjelasan Syaikhul Islam rahimahullah sendiri yang dimaksud itu adalah Ibnu Rusyd al-Hafid.
Lihat: Dar’ut Ta’arudhil Alqli wan Naql, 6/210.
Lihat juga penjelasannya di catatan kaki no. 2 pada kitab Mukhtashar ash-Shawa’iqul Mursalah, 1/504.(pen)